Ketika Limbah Pantai Padang Jadi Daya Tarik Wisata

id limbah pantai

Ketika Limbah Pantai Padang Jadi Daya Tarik Wisata

Pemanfaatan limbah dan sampah menjadi barang kerajinan seni di Pantai Parkit Padang. Antara Sumbar/Iggoy el Fitra.

Padang, (Antaranews Sumbar ) - Asap membubung di Pantai Parkit, dari balik rimbun batang ketaping, sinar matahari kecil-kecil menembus asap itu, membentuk garis-garis cahaya di atas pasir saat seorang pemuda menyeruak datang, sambil menenteng ceret yang seluruh bagiannya sudah menghitam.

Pagi itu Khairul Mahmud, memasak air panas di dalam gubuk kecilnya yang dirajut dari ranting-ranting kayu. Menggunakan pipa kecil, ia mengembuskan kayu bakar yang apinya nyaris mati. Asap pun kembali pekat seiring menggelegaknya air. Tak lama berselang ia seduh kopi hitam menggunakan air itu.

Khairul Mahmud merupakan penggagas dari Komunitas Villa A, komunitas seni rupa yang mewujudkan areal pameran seni dengan daya tarik wisata.

Pagi itu ia menawarkan kopi hitam sambil membersihkan tengkorak bangau yang baru ditemukan di antara tumpukan sampah di tepi pantai.

Tengkorak bangau tersebut, digantung bersama tengkorak-tengkorak hewan lain. Ada tengkorak monyet, sapi, kambing, dan burung, yang semuanya didapat dari tumpukan sampah di pantai itu.

Selain itu, di pintu masuk, kita akan disuguhi pajangan papan-papan bekas yang ditulis nama-nama negara dan petunjuk arahnya. Jalan setapak dibatasi dahan-dahan kayu yang membentuk jalur-jalur tertentu untuk menikmati karya seni di sana.

Di pasir pantai, ada sederet botol bekas yang dijejerkan sedemikan rupa, sementara di batang pohon ditempelkan tapak-tapak sendal bekas anak-anak berbentuk tokoh kartun.

"Ini semuanya sampah yang awalnya tidak berguna, tapi kita bersihkan dan kita rangkai dan pajang di sini sebagai karya seni," kata Mahmud.

Di Pantai Parkit X, Air Tawar, Padang, Sumatera Barat, Mahmud bersama teman-teman komunitasnya membentuk Ruang Fine Villa A, ruang tempat memamerkan karya seni dari limbah pantai. Awalnya, ia menggelar pameran karya seni rupa dan instalasi dengan menggunakan limbah di pantai itu.

"Sekitar beberapa bulan lalu, kita menggelar pameran eksebisi temanya kemurnian. Jadi semua limbah dan sampah kita daur ulang menjadi karya seni yang bisa dinikmati orang," kata Mahmud.

Usai pameran, kata dia, karya tetap dibiarkan di tempat tersebut agar bisa diliat warga dan pengunjung setiap hari. Ia bersama temannya yang lain juga terus membuat karya baru karena sampah terus menerus terdampar di pantai itu.

Untuk pengunjung yang datang ke sana, katanya, tidak diminta pungutan uang masuk. Ia hanya meletakkan kotak sumbangan bagi yang ingin berpartisipasi mendukung program yang mereka lakukan.

Karena menurutnya, semua material untuk membuat seni instalasi itu tidak seratus persen diambil dari limbah pantai. "Kami juga memerlukan paku, dan bahan-bahan pendukung yang harus dibeli," tambahnya.

Sesekali, ia juga memprovokasi warga maupun pengunjung untuk sama-sama melakukan aksi mengumpulkan sampah pantai. Karena menurutnya, limbah pantai itu tidak ada habisnya jika tidak ada kesadaran masyarakat. Ia juga berharap ada orang-orang yang peduli dengan pantai itu dan punya niat yang sama dengan dirinya.

Selain sebagai tempat wisata, kata Mahmud, ia juga kan membangun pustaka mini di lokasi itu. Sehingga ke depan mereka tidak menggelar kegiatan kesenian saja, tetapi juga edukasi, terutama kepada masyarakat setempat yang membutuhkan.

Setiap akhir pekan, katanya, banyak pengunjung yang datang ke tempatnya untuk sekedar melihat-lihat, berswafoto, maupun menikmati fasilitas di situ.

Sementara itu, di batas Kota Padang, tepatnya di pantai Pasir Jambak, sekitar 18 kilometer dari pusat kota, empat orang pemuda secara tidak sadar juga mengikuti jejak Mahmud memanfaatkan limbah pantai.

Adalah Megi (26), Adrian (27), Jajan (24), dan Sule (24), pegiat surfing yang awalnya mencari tempat nongkrong. Kemudian hampir setiap hari, mereka datang ke pantai itu untuk mengumpulkan sampah, lalu membakarnya.

"Sampah-sampah di sini banyak sampah kayu, maka itu kami bakar, sedangkan kayu yang agak besar kita jadikan tempat duduk atau pajangan di sekitar pantai," kata Megi sambil menggulirkan gelondongan kayu.

Tapi menurutnya, tidak mungkin semua sampah ini dibakar terus karena akan menimbulkan polusi, apalagi lokasi pantai itu dekat dengan bandar udara.

Karena itu, ia berharap pihak terkait bisa menyediakan bak sampah yang representatif di lokasi itu. "Kemaren kita sempat ajak mahasiswa yang berkunjung ke sini untuk kumpulkan sampah, tapi tidak tahu mau dibuang ke mana," kata Megi.

Ia menilai, kalau pantai bersih, orang akan senang dan kembali datang ke sini. Karena pantai itu kini sudah mulai jarang dikunjungi warga pasca rusaknya jembatan penguhubung.

"Kalau bisa, pengunjung yang datang diberi kantong plastik agar bisa membawa sampah-sampah ini untuk dibuang ke bak sampah," tambahnya.

Kini pantai Pasir Jambak, kian hari kian terlihat pasirnya. Limbah pantai sudah menjelma abu seiring suara nyanyian menyambut malam yang mereka senandungkan.

Sampah Pantai

Pemkot Padang seolah kehabisan akal untuk mengatasi sampah yang bertumpuk di pantai Padang, objek wisata vital di kota itu. Mulai dari menimbun sampah di dalam pasir, menurunkan alat berat, hingga melibatkan ratusan warga sebagai relawan untuk bersama-sama mengumpulkan sampah tersebut.

Data Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat, jumlah sampah di Kota Padang merupakan yang terbanyak di propinsi itu yakni 494 ton per hari. Sementara itu, akhir tahun 2017 tercatat sampah di objek wisata pantai Padang mencapai 150 ton.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Medi Iswandi mengatakan, menumpuknya sampah di tepi pantai daerah tersebut pasca terjadi hujan lebat akibat perilaku warga yang masih membuang limbah ke selokan dan sungai.

Menurutnya, di Padang ada lima sungai besar yang bermuara ke laut, bila terus berperilaku membuang sampah ke sungai, sampah terus menumpuk.

"Hal ini seharusnya dipahami warga dan mulai menyadari kerugian yang dialami," tambahnya.

Keberadaan sampah di pantai ini kata dia, bukan hanya memberikan kerugian bagi wisatawan melainkan juga masyarakatnya. Sebab selain mengganggu wisata dan tidak menyehatkan, secara identitas hal ini mengurangi keindahan pantai.

Medi menilai, jika ada yang berinisiatif memanfaatkan limbah pantai untuk kegiatan yang positif, pihaknya sangat mendukung dan siap memfasilitasi mereka.

Seperti yang dilakukan Mahmud bersama Komunitas Villa A dan Megi dengan kelompok surfingnya. Mereka sama-sama memanfaatkan limbah pantai menjadi daya tarik wisata.