Kawasan Saribu Rumah Gadang Menuju Warisan Dunia

id Saribu Rumah Gadang

Kawasan Saribu Rumah Gadang Menuju Warisan Dunia

Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria (tengah) bersama Bupati Agam Indra Catri (kanan) dan Wakil Bupati Agam Trinda Farhan Satria (kiri) berkunjung ke objek wisata kampung adat Kawasan Saribu Rumah Gadang di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kab. Solok Selatan, Senin (8/1). (ANTARA SUMBAR/Humas Pemkab Solok Selatan).

Capaian sebagai kampung adat terpopuler pada Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017 bukan akhir dari perjuangan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat untuk memopulerkan dan mengembangkan objek wisata Kawasan Saribu Rumah Gadang.

Mimpi Solok Selatan kini bagaimana agar destinasi wisata dengan ratusan rumah adat Minangkabau dari pelbagai ragam bentuk dan suku ini bisa diakui dunia, menjadi situs warisan dunia.

Tak lama selang raihan anugerah tingkat nasional itu dalam genggaman, Bupati Muzni Zakaria didampingi oleh pegiat pariwisata Sumbar Yulnofrins Napilus dan peneliti arsitektur Minangkabau Dr Ir Eko Alvares Z serta dosen arsitektur Dr Jonny Wongso terbang ke "Negeri Jiran", Malaysia, untuk berkunjung ke Universitas Malaya.

Di universitas ternama di Malaysia itu, bupati dua periode ini mempresentasikan objek wisata yang berada di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu itu.

Dalam presentasi itu dihadiri oleh Dekan Fakultas Alam Bina Universitas Malaya, Profesor Dr. Yahya Ahmad, pakar budaya Profesor Emiratus Ezrin Arbi, Dekan Fakultas Sastera dan Sains Sosial Profesor Madya Dr Hanafi Hussin, dan sejumlah pakar Universitas Malaya lainnya.

Dipilihnya tim dari Universitas Malaya sebagai lembaga yang mendampingi daerah itu untuk membawa Kawasan Saribu Rumah Gadang ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco), karena Prof Yahya Ahmad bersama tim telah mampu mengantarkan Penang, Malaka menjadi warisan dunia. Belakangan, mereka juga berperan aktif membantu Kota Ahmadebad India dan Maldive.

Dalam pertemuan itu, menurut Pelaksana Tugas Kepala Bagian Humas Sekretaris Daerah Pemkab Solok Selatan Firdaus Firman, Prof Yahya Ahmad mengungkapkan ada 10 kriteria yang digunakan oleh UNESCO untuk menetapkan situs warisan budaya (world heritage).

Apabila ada satu atau dua saja syarat yang kuat maka sudah bisa diterima oleh UNESCO.

Menurut Prof Yahya, imbuhnya, Kawasan Saribu Rumah Gadang memiliki tiga kriteria yang cukup kuat sehingga peluang Saribu Rumah Gadang sangat bagus.

Ketiga kriteria tersebut adalah memiliki latar belakang budaya tradisional, tipologi bangunan dengan arsitektur yang unik, dan perkampungan tradisional yang masih hidup serta berlaku di lingkungan tersebut.

Untuk menindaklanjuti pertemuan di Malaysia tersebut, tim berjumlah tujuh orang yang terdiri atas profesor dan doktor dari Universitas Malaya akan berkunjung ke Kawasan Saribu Rumah Gadang pada akhir Januari.

Kemudian akan diselenggarakan seminar budaya dan arsitektur pada pertengahan 2018 yang nantinya menjadi dasar pengajuan untuk situs warisan dunia.

Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria menyebutkan setelah kunjungannya pada awal Desember 2017, tim Universitas Malaya bakal meninjau langsung Kawasan Saribu Rumah Gadang pada akhir Januari.

"Mereka bakal melihat langsung ke Kawasan Saribu Rumah Gadang pada 31 Januari. Cuma sehari di Solok Selatan," sebutnya.

Dari hasil kunjungan mereka, akan diketahui hal-hal mana yang kurang dan perlu diperbaiki terkait dengan upaya meraih status warisan dunia itu.

Di lain sisi, pemerintah setempat telah menerbitkan peraturan tentang kawasan cagar budaya untuk Kawasan Saribu Rumah Gadang. Kini, pihaknya tengah mengajukan kepada provinsi agar kampung adat yang berada di Nagari Koto Baru menerbitkan peraturan serupa.

"Peraturan cagar budaya sudah kami terbitkan, sekarang kami usulkan ke provinsi," ujarnya.

Penerbitan peraturan tentang cagar budaya ini agar pemerintah memiliki dasar hukum saat akan menggelontorkan anggaran untuk pengembangan kawasan yang kini telah menjadi ikon pariwisata daerah itu.

Sesuai pendataan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, di kawasan itu terdapat 125 rumah gadang serta sejumlah bangunan yang layak ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

Restorasi

Setelah terbitnya peraturan bupati tentang penetapan kawasan Saribu Rumah Gadang sebagai cagar budaya, sebagai dukungan dalam mengembangkan daerah itu menjadi destinasi wisata, pemerintah setempat berencana melakukan restorasi atau pemugaran atau pengembalian atau pemulihan ke keadaan semula.

Rencana restorasi itu diusulkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Setelah ditinjau, kementerian itu menyetujui untuk melakukan restorasi terhadap 40 rumah gadang.

"Saat ini masih diproses di Kementerian Pupera," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solok Selatan Budiman.

Restorasi tersebut, juga sebagai bentuk dukungan dalam mengusulkan kawasan tersebut sebagai situs warisan dunia.

Selain melakukan restorasi, pemerintah setempat akan melakukan penataan dan pembenahan agar kawasan itu kembali menjadi kampung tempo dulu.

Tahun ini, akan dilakukan pembangunan menara padang, kemudian pembebasan jalan di pinggir sungai serta pembenahan lampu jalan yang berada di kawasan itu.

Jalan yang aspal, kata dia mencontohkan, akan diganti sedemikian rupa agar mengesankan zaman masa lalu, seperti menggunakan batu-batu kecil yang disusun di sepanjang jalan.

Kesenian dan kebudayaan yang berkembang di kawasan itu, akan menjadi percontohan bahwa hal tersebut sebagai adat istiadat dan budaya asli Solok Selatan.

Dalam berbagai acara adat, pihaknya mengarahkan masyarakat kembali menggunakan pakaian adat, seperti taluak balango (pakaian resmi pria Minangkabau), deta (ikat kepala asli Minangkabau), serta pakaian adat ninik mamak.

Pemerintah kabupaten setempat secara detail juga memperhatikan hingga ke persoalan pagar rumah gadang agar mengesankan masa lalu. Selain itu, warung-warung yang akan dikembangkan di kawasan itu berbentuk "lapau".

Kendati 40 rumah gadang tersebut telah dihibahkan ke pemerintah, namun dalam pengelolaannya akan diserahkan kepada pemiliknya.

"Apakah nanti digunakan untuk homestay atau tetap menjadi rumah gadang kaum itu terserah masyarakat," ujarnya.

Menjadikan rumah gadang sebagai situs warisan dunia, diharapkan mampu mendongkrak kunjungan wisata ke kabupaten yang berjarak sekitar 135 kilometer dari Kota Padang itu.

Selain melakukan pembenahan di bidang infrastruktur, pemerintah setempat juga terus membenahi kelembagaan masyarakat, baik dalam kelompok sadar wisata maupun pramuwisata.

Pihaknya akan mengarahkan pengelolaan kepariwisataan rumah gadang oleh Badan Usaha Milik Nagari, sedangkan dinasnya sebatas melakukan pembinaan, memberikan fasilitasi, dan regulasi.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Baru, Jalaludin Dt Lelo Dirajo, menyebutkan setelah dilakukan sosialisasi KAN dan para "ninik mamak" di Koto Baru sepakat menerima bantuan tersebut.

Diharapkan rumah gadang yang telah direstorasi itu bisa dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Pariwisata memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat, terutama di segi ekonomi. Dalam segi ekonomi, bakal muncul ide-ide kreatif masyarakat yang tertuangkan dalam bentuk ekonomi kreatif sehingga memberikan penghasilan.

Masyarakat harus mampu memanfaatkan hal itu, karena selain memberikan penghasilan juga ikut mendorong berkembangkan pariwisata di daerah setempat.

Untuk itu, kerja keras pemerintah tersebut harus diimbangi dengan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata agar anggaran dan pikiran yang telah dicurahkan tidak terbuang sia-sia. (*)