Padang Pariaman Rayakan HUT Hari Jadi Pertama

id hari jadi padang pariaman

Padang Pariaman Rayakan HUT Hari Jadi Pertama

Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni memotong kue saat Peringatan Hari Ulang Tahun kabupaten tersebut yang ke-185 tahun, Kamis (11/1). (ANTARA SUMBAR/Aadiat MS) (ANTARA SUMBAR/Aadiat MS/)

Peringatan ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan meskipun usia Kabupaten Padang Pariaman telah 185 tahun atau telah ada sejak 1833 lalu
Parit Malintang - Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) untuk pertama kalinya semenjak ditetapkan melalui Peraturan Daerah No 6 Tahun 2014.

Pada peringatan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh baik tingkat kabupaten dan kota, provinsi maupun nasional. Selain itu, sejumlah perantau juga ikut menghadiri peringatan HUT tersebut. Untuk memeriahkan kegiatan tersebut Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman menggelar panggung hiburan rakyat, makan bajamba, dan pameran yang memamerkan hasil karya warga Padang Pariaman.

Peringatan HUT tersebut dinilai sukses meski hanya dipersiapkan dalam waktu empat hari. Hal tersebut terjadi karena dukungan oleh seluruh nagari yang terdiri dari 103 nagari.

"Peringatan ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan meskipun usia Kabupaten Padang Pariaman telah 185 tahun atau telah ada sejak 1833 lalu," kata Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni saat Rapat Paripurna Istimewa di Parit Malintang, Kamis.

Meskipun ada pihak yang memperdebatkan penetapan HUT tersebut karena dikabarkan Kabupaten Padang Pariaman telah terbentuk jauh sebelum 1833 yang wilayahnya meliputi mulai dari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat sampai ke perbatasan Padang-Pesisir Selatan. Berdasarkan wilayah tersebut maka Kota Padang masuk sebagai bagian dari Kabupaten Padang Pariaman, sedangkan Kota Padang telah berusia 348 tahun sehingga usia Padang Pariaman seharusnya lebih tua dari Kota Padang.

Namun berdasarkan bukti sejarah dan akademik HUT Kabupaten Padang Pariaman masih mengarah pada 11 Januari 1833. Oleh karena itu, ke depan pihaknya akan mengutus perwakilan ke Belanda guna memastikan kapan Kabupaten Padang Pariaman terbentuk.

"Kita rayakan HUT Padang Pariaman dulu, jika ditemukan sejarah pastinya maka kita lakukan pembahasan," kata dia.

Ia mengatakan pihaknya akan terus melaksanakan pembangunan agar Kabupaten Padang Pariaman semakin maju sehingga dapat mesejahterakan kehidupan masyarakat.

Ketua DPRD Padang Pariaman, Faisal Arifin mengatakan peringatan HUT Kabupaten Padang Pariaman seharusnya mulai diselenggarakan pada 2015 lalu, namun karena kondisi serta adanya sejumlah pertimbangan maka peringatan tersebut baru bisa diselenggarakan sekarang.

"Dan peringatan ini kita jadikan evaluasi dan menyampaikan identitas diri demi mensejahterakan kehidupan masyarakat ke depan," ujar dia.

Banyak prestasi yang diraih oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, baik tingkat provinsi maupun nasional. Namun menurut Faisal Arifin hal itu harus menjadi indikator pembangunan ke depan agar lebih baik lagi dalam membangun daerah.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat yang juga akademisi dari Universitas Andalas, Prof. Dr. Duski Samad mengatakan berdasarkan kajian kebudayaan Padang Pariaman telah ada semenjak 1685 ketika Syekh Burhanuddin datang dan mengembangkan Agama Islam di daerah itu.

"Namun berdasarkan struktural Kabupaten Padang Pariaman terbentuk pada 1833," ujarnya.

Ia mengatakan semenjak Kabupaten Padang Pariaman terbentuk berdasarkan struktural maka perkembangan kabupaten itu terlihat dinamis. Mulai dari zaman Belanda sampai sekarang yang telah melahirkan Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Pariaman. Namun perubahan tersebut perlu dilakukan guna menciptakan sejarah.

"Seperti pembukaan Kawasan Terpadu Tarok di 2x11 Kayu Tanam yang dapat menciptakan perubahan besar untuk Padang Pariaman," kata dia.

Untuk melihat dampak dari perubahan Kawasan Terpadu Tarok tersebut diperlukan waktu sekitar 15 tahun. Namun dampaknya akan terasa lama baik dari segi sosial, budaya, agama, dan perekonomian mayarakat setempat.

Ia berharap potensi seperti Kawasan Terpadu Tarok dan makam Syekh Burhanuddin dapat dimanfaatkan karena banyak hal di kabupaten itu yang dapat menjadi perhatian masyarakat luas dan berdampak ekonomi untuk masyarakat setempat.

"Kita tinggal memoles potensi-potensi tersebut agar dapat berdampak pengembangan daerah dan masyarakat," ujar dia.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan peringatan HUT harus menjadi momentun pemerintah setempat untuk introspeksi diri guna melanjutkan pembangunan daerah. Introspeksi diri tersebut tidak saja untuk pembangunan skala besar seperti yang dilakukan Pemerintah Padang Pariaman sekarang tapi juga skala kecil atau memperhatikan kehidupan warga miskin.

Meski visi bupati untuk menjadikan Padang Pariaman dan relegius telah terlihat melalui pembangunan Kawasan Terpadu Tarok, Tol Padang-Pekanbaru, Balai Pendidikan dan Pelatihan Pelayaran, dan MAN Insan Cendekia namun pemerintah setempat perlu meningkatan perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan pendidikan.

Sejarah Penetapan Hari Jadi

Penetapan HUT tersebut berdasarkan pertimbangan administratif ketika Belanda membentuk "Afdeeling" atau Kabupaten Pariaman melalui "besluit reorganisasi Pemerintahan Residentie Padang en Onderhoorigheden" atau keputusan reorginasasi pemerintahan Padang dengan pinggiran kota pada 1833. Namun penetapan HUT Kabupaten Padang Pariaman tersebut tidak saja pada pertimbangan administratif tapi jauh daripada itu.

Alasannya karena ada tiga keputusan administratif yang mengarah pada pembentukkan Padang Pariaman yaitu pertama, ketika Belanda membentuk Afdeeling (Kabupaten) Pariaman melalui besluit reorganisasi pemerintahan Residentie Padang en Onderhoorigheden pada 1833. Kedua, keluar Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah mengenai pembentukan Kabupaten Padang Pariaman pada 1949; dan 1956 ketika keluarnya UU Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota di Sumatera Tengah. Jadi ada tiga keputusan administratif yang mengarah kapan Kabupaten Padang Pariaman ditetapkan.

Salah seorang pakar sejarah yang ikut merumuskan lahirnya Padang Pariaman, Prof. Dr. phil. Gusti Asnan mengatakan untuk melengkapi naskah akademik terkait terbentuknya kabupaten itu pihaknya meminta bantuan salah seorang dosen sejarah di Universitas Indonesia, Dr. Harto Juwono.

Hal tersebut dilakukan karena dalam penelitian Dr. Harto ditemukan data lain tentang daerah administratif Pariaman (yang lebih tua dari tahun 1833) yaitu surat Komandan Sipil Militer W.G. Waterloo kepada Residen dan Komandan Militer Padang en Onderhoorigheden pada 18 Januari 1825 mengenai daerah Pariaman.

Berdasarkan hasil penelitian Dr. Harto diperoleh informasi bahwa apa yang disajikan dalam surat tersebut memang tentang Pariaman sebagai unit administratif untuk pemerintahan bumiputera atau "Inlandsche Bestuur". Namun, unit administratif tersebut hanya ada di atas kertas dan nyaris tidak ada implementasinya di lapangan. Dalam struktur pemerintahan Binnenlandsch Bestuur atau administrasi rumah tangga, Pariaman hanya setingkat "Onderdistrict" atau kecamatan (1823-1825) dan Onderafdeeling atau subdivisi (1826-1833).

Namun Dr. Harto juga menemukan sumber lainnya yaitu pada 11 Januari 1833 menjadi hari perlawanan serentak orang Minangkabau (Sumbar) terhadap Belanda dan menurutnya ada hubungan dengan pembentukan Afdeeling Pariaman.

Berdasarkan perlawanan tersebut maka pada 11 Januari 1833 menjadi pertimbangan dipilihnya hari jadi Kabupaten Padang Pariaman. Hal tersebut didasari semangat persatuan dan perlawanan terhadap kolonialisme serta bentuknya unit administratif Afdeeling Pariaman, serta ada daerah lain yang melakukan hal yang sama seperti hari jadi Kota Bukittinggi.

Untuk menetapkan HUT Kabupaten Padang Pariaman yang akhirnya menjadi Perda, pemerintah setempat melaksanakan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah akademisi dan diskusi dengan berbagai pihak yang hasilnya diseminarkan. Perumusan tersebut dibahas sejak 2009 sehingga akhirnya diseminarkan. Adapun tokoh yang tergabung dalam perumusan tersebut yaitu Prof. Dr. Taufik Abdullah, Drs. H. Chairul Darwis, Prof. Dr.phil. Gusti Asnan, Prof. Dr. Duski Samad, dan Drs. H. M. Letter.

Seminar tersebut diikuti oleh 250 peserta yang terdiri dari sejumlah anggota DPR RI, DPRD Sumatera Barat, DPRD Kabupaten Padang Pariaman, seluruh SKPD se-Kabupaten Padang Pariaman, Camat dan Wali Nagari se-Kabupaten Padang Pariaman, Ketua Kerapatan Adat Nagari, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau, Persatuan Keluarga Daerah Piaman, dan perguruan tinggi.

Pasca-Indonesia merdeka, Kabupaten Padang Paraman telah dipimpin oleh sekitar 20 orang tokoh, baik tokoh tersebut menjabat sebagai bupati selama dua priode maupun pelaksana tugas. Adapun pemimpin pertama yaitu Sutan Hidayat Syah (1945-1945), dan sekarang daerah itu dipimpin oleh Ali Mukhni yang telah mengemban jabatan sebagai bupati selama dua periode.

Dalam perjalanan sejarah, Kabupaten Padang Pariaman telah mengalami pengurangan luas wilayah, akibat perluasan wilayah Kota Padang dan pemekaran daerah. Perluasan wilayah Kota Padang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980. Sedangkan pemekaran wilayah Kabupaten Padang Pariaman dilakukan pada tahun 1999 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 49 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman.

Akibat dari pembentukan Kota Pariaman tersebut, maka pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman yang sebelumnya berada di Kota Pariaman harus dipindahkan ke wilayah kabupaten. Pemindahan pusat pemerintahan Kabupaten Padang Pariaman telah dilakukan melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2008 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman dari wilayah Kota Pariaman ke Nagari Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman.***