Asrinaldi : Patronase Jadi Penyubur Korupsi di Indonesia

id Asrinaldi

Asrinaldi : Patronase Jadi  Penyubur Korupsi di Indonesia

Pengamat politik Universitas Andalas Padang Asrinaldi. (Antara)

Solok, (Antara Sumbar) - Akademisi Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat Dr Asrinaldi menilai budaya "patronase" yang ada di tengah masyarakat menjadi salah satu penyubur praktik korupsi di Tanah Air.

"Ada masyarakat yang hidupnya serba terbatas dan mereka butuh pemimpin yang mengayomi, sehingga apapun akan dilakukan asalkan kebutuhan terpenuhi. Ini yang disebut budaya patronase," kata dia di Solok, Sabtu.

Ia menyampaikan hal itu saat tampil sebagai pembicara pada seminar nasional dengan tema Korupsi Masalah dan Solusi Untuk Indonesia Bersih bersama Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie.

Budaya patronase tersebut memberi ruang kepada elit melakukan tindakan korupsi setelah berkuasa dan hal ini diperparah oleh masyarakat yang membiarkan apa yang dilakukan penguasa .

Ia memaparkan budaya patronase dan klientelisme itu dilakukan dalam bentuk memberi perlindungan serta pemberian barang dan uang, hingga pemberian jabatan, gelar dan pangkat.

"Tidak hanya itu hal ini juga menyebabkan hilangnga sikap kritis masyarakat terhadap perilaku elit yang menyalahgunakan kekuasaan," katanya.

Hal itu terjadi, kata dia karena masyarakat menilai apa yang dilakukan elit bertujuan baik dan untuk kepentingan mereka.

Pada sisi lain ia melihat perkembangan politik kontemporer dalam bentuk adanya identitas kedaerahanyang dipimpin tokoh lokal makin memperkuat hal ini.

Oleh sebab itu ia menyarankan perlu membangun hubungan politik yang lebih rasional dan tidak dominatif dengan meningkatkan pengetahuan politik masyarakat.

Kemudian pemberian sanksi tegas kepada pihak yang melakukan politik uang dalam pilkada,"ujarnya.

Lalu perlu ditanamkan kesadaran kepada elit agar tidak memenuhi janji politik dalam bentuk uang atau barang melainkan program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Selanjutnya perlu dibangun partai politik modern dengan menghilangkan personalisasi kelembagaan agar budaya patronase bisa hilang, katanya.

Sementara Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie menilai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah bersama penegak hukum masih terfokus di hilir atau dalam artian masih berkutat soal penegakan hukum dan belum menyentuh hulu.

Selama ini yang dibahas selalu di hilir saja, padahal penjara sudah penuh terutara di kota-kota besar, katanya. (*)