WARSI: Sumbar Termasuk Terdepan Dalam Pengembangan PHBM

id #Warsi #hutan masyarakat #ekowisata

WARSI: Sumbar Termasuk Terdepan Dalam Pengembangan PHBM

Polisi hutan sedang melakukan patroli pengawasan hutan. (cc)

Padang, (antara sumbar) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI Warsi) menilai Provinsi Sumatera Barat masuk yang terdepan dalam pengembangan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), meski target belum tercapai seratus persen.

Bisa dibilang terdepan, tentu tidak terlepas dari adanya kemauan masyarakatan dan dukungan pemerintah daerah untuk bersama Warsi dalam pelaksanaan program tersebut.

Hal ini terungkap dalam temu media yang diselenggarakan KKI Warsi sebagai kegiatan pemaparan catatan akhir tahun dipimpin langsung Direktur KKI Warsi Rudi Syaf di Padang, Kamis.

Ia menjelaskan, Kegiatan yang dikembangkan WARSI di Sumatera Barat dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah, dilakukan dengan pengembangan empat pilar utama, yaitu tata kuasa, tata kelola, tata usaha dan tata niaga.

Tata kelola dilakukan dengan pengajuan legalitas kepada menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Dalam pengurusan izin ini, sudah ada 91.548 ha dikelola 29 LPHN, 23 Hkm dan 4 HTR dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sedang berproses diusulkan oleh 66 LPHN dan17 HKM tetapi belum diverifikasi seluas 130 605 ha, masih dalam proses usulan 54 nagari seluas 170.000 ha.

Dengan data ini, Rudi menjelaskan masih ada sekitar 22 persen lagi kawasan kelola rakyat yang dicantumkan dalam peta jalan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang belum tercapai di Sumatera Barat.

Ini harus kita evaluasi bersama untuk memperbaiki capaian PHBM, sehingga bisa memberikan manfaat bagi Sumatera Barat dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan masyarakat sejahtera, katanya.

Upaya itu, sangat penting diwujudkan untuk membantu Sumatera Barat terlepas dari masalah ekologi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Sedangkan tata kelola dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyusun rencana pengelolaan hutan nagari, meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyusun aturan lokal, menyiapkan kader-kader lokal untuk pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam, membangun jaringan antar komonitas dengan Forum Komunikasi PHBM, memperkuat forum multipihak dalam pengelolaan sumber daya alam Sumbar.

Bagian penting lainnya dalam tata kelola ini adalah mensinergikan program pemerintah dengan PHBM, diantaranya dilakukan dengan memberikan masukan untuk penyusunan tata ruang mulai dari tata ruang mikro hingga tata ruang kabupaten dan provinsi, kata Rudi.

Sedangkan untuk tata usaha kagiatan yang dilakukan adalah pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, seperti madu, rotan, resam, jernang, dan teh gambir. Juga dilakukan pengembangan agroforest dan peningkatan kapasitas masyarakat mengelola tanaman ekonomi di kawasan PHBM dan penyangga berupa pala, kopi, kakau, durian, petai, karet, dan surian.

Selain itu juga dilakukan pengembangan pertanian organik berupa padi organik, kacang organik.

Inisiatif pertanian organik didukung dengan pengembangan peternakan sapi untuk unit pengolahan pupuk organik (UPPO) dan rice milling khusus padi organik. Jadi kalau ada padi bukan organik tidak boleh masuk ke situ, ujar Rudi.

Dalam tata usaha ini, juga dikembangkan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan berupa ekowisata dan pengembangan energi terbarukan, serta pengembangan kelompok usaha perempuan.

Energi terbarukan dilakukan dengan revitalisasi 1 unit PLTMH di Pulakek Kotobaru dengan daya 5Kwh, melayani 37 rumahtangga miskin.

Selain itu juga ada peningkatan kapasitas lima kelompok Pengelola PLTMH lainnya. Energi terbarukan juga dilakukan dengan pengembangan 24 unit biogas untuk masyarakat sekitar hutan.

Biogas dapat mengurangi ketergantungan terhadap kayu bakar dan gas konvensional. Dengan biogas mampu menghemat pengeluaran keluarga yang menggunakan gas konvensional. Hitungannya satu intslasi biogas setara dengan 30 kg gas konvensional.

Selain itu penggunaan biogas juga bisa langsung sebagai penyedia bahan baku pupuk untuk mendukung pertanian pertanian organik, tambahnya Rudi.

Tahap selanjutnya adalah pengambangan tata niaga. Kegiatan yang dilakukan berupa mempromosikan produk masyarakat dalam event pameran dan temu usaha, mempromosikan produk masyarakat melalui media dan membangun branding produk local.

WARSI juga menyediakan sentra produk masyarakat melalui Beranda Sumatera, karena tanpa akses pasar sasaran yang diinginkan untuk mendukung masyarakat sulit tercapai, ujar Rudi.

Dengan melihat perkembangan tersebut, maka WARSI memandang perlu peningkatan perhatian dan kerja jama para pihak untuk mendukung dan terus mengembangkan PHBM di Sumatera Barat.

Ada pun sejumlah rekomendasi yang perlu untuk ditindak lanjuti di antaranya, dari tata kuasa, dengan mendorong KLHK melimpahkan kewenangan perizinan ke pemerintah daerah untuk percepatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat sehingga tata kuasa bisa mendekati target.

Selanjutnya dari tata kelola perlu penguatan dan pemberdayaan kelompok masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan.

Dari tata tata usaha perlu pendampingan untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha yang sudah berjalan serta dari tata niaga perlu dukungan pemerintah untuk perlindungan pasar produk-produk masyarakat yang berasal dari program PHBM, tandasnya.

Jika kegiatan ini berjalan, diyakini maka Sumatera Barat akan mentasbihan dirinya sebagai provinsi yang terkemuka dalam program penyelamatan hutan dan menghadang deforestasi.***