Kendati Pesisir Selatan Masih Aman dari Difteri, Dinkes: Masyarakat Tetap Waspada

id Difteri

Kendati Pesisir Selatan Masih Aman dari Difteri, Dinkes: Masyarakat Tetap Waspada

Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F Moeloek, memberikan vitamin kepada anak, usai imunisasi difteri, di Paud Edelwis, Rawang, Padang, Sumatera Barat. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/Koz/ama/15. ()

Painan, (Antara Sumbar) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, mengimbau masyarakat di daerah itu agar mewaspadai terhadap difteri kendati belum ditemukan penyakit tersebut di daerah itu.

"Difteri belum ditemukan di Pesisir Selatan, tapi masyarakat diharapkan untuk waspada," kata Kepala Dinas Kesehatan setempat, Syafrizal Antoni di Painan, Rabu (20/12).

Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae, penyakit tersebut dapat menular bahkan berakibat kematian.

Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk melakukan pemantauan, sosialisasi, dan mengajak orangtua untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak.

Untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak orangtua harus mempunyai kesadaran membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan posyandu.

Puskesmas yang berada di daerah itu, ujarnya selalu siap memberikan pelayanan kepada anak yang ingin mendapatkan imunisasi, sehingga tinggal kesadaran orangtua dalam membawa anaknya ke puskesmas.

Vaksin difteri diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), sebanyak lima kali semenjak bayi berusia 2 bulan.

Anak harus mendapat vaksinasi DPT ini lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.

Sedangkan untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi TD atau Tdap (tetanus, difteri dan aselular pertusis). Vaksin tersebut akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus diulang setiap 10 tahun sekali. Vaksin ini juga termasuk untuk orang dewasa.

Gejala awal penderita difteri antara lain, demam, nafsu makan menurun, lesu, nyeri ditenggorokan ketika menelan, kelenjar dari hidung berwarna kuning kehijauan dan bisa disertai darah.

Jika terdapat gejala seperti itu, ujar dia disarankan untuk memeriksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga dapat dilakukan penanganan dengan cepat.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan kasus difteri kian meluas sampai di 28 provinsi di Indonesia yang terjadi di 142 kabupaten dan kota.

Ketua PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR Dr Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) di Jakarta, Senin, menjelaskan laporan 40 anak yang terinfeksi difteri meninggal dunia dan lebih dari 600 pasien dirawat di rumah sakit karena terjangkit difteri.

Aman menerangkan jumlah ini adalah data IDI dan organisasi profesi di bawahnya, khususnya IDAI, yang didapat dari laporan organisasi profesi berdasarkan kasus kejadian yang ditemukan oleh setiap profesi.

"Kita meminta sesama profesi, jadi kalau ada kasus, setiap profesi melapor, kita sudah hitung, sama datanya," kata Aman.

Dia mengatakan bahwa kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri ini adalah yang paling besar terjadi di dunia mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibandingkan negara-negara yang pernah terjadi KLB difteri sebelumnya. (*)