Karena JHT Bukan "Jaminan Hari Terjepit"

id bpj ketenagakerjaan

Karena JHT  Bukan "Jaminan Hari Terjepit"

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan memberikan santunan kematian di Padang, Sumbar, Rabu (7/9). (ANTARA SUMBAR/Novia harlina)

Padang, (Antara Sumbar ) - Pagi itu sekitar pertengahan Agustus 2016 Mulkar bersiap berangkat bekerja sebagaimana rutinitas yang dilakoni sehari-hari sejak 25 tahun silam.

Namun ada yang istimewa bagi warga Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang tersebut. Hari itu adalah kali terakhir ia masuk kantor sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa ekspedisi.

Setelah mengabdi lebih kurang 25 tahun ia resmi memasuki masa pensiun yang bagi sebagian orang merupakan hal menakutkan karena harus kehilangan pekerjaan, kehilangan kekuasaan dan yang lebih tragis kehilangan hampir separuh pendapatan.

Karena itu tak heran ada yang memandang pensiun adalah momok yang menakutkan apalagi jika tidak dipersiapkan dengan baik sejak awal.

Tetapi kekhawatiran tersebut tidak berlaku bagi Mulkar karena ia sejak jauh hari telah mempersiapkan diri secara mental dan keuangan menghadapi hari tuanya.

Tiga anaknya pun saat ini telah bekerja meski harus terpisah karena dua anaknya merantau ke Pulau Jawa.

Lebih beruntung perusahaan tempat Mulkar bekerja telah mendaftarkan dirinya dan seluruh karyawan pada program Jaminan Hari Tua yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Ia memilih menahan diri untuk mengambil JHT meski pun pada 2010 Mulkar butuh uang cukup besar untuk memperbaiki rumahnya yang sudah mendesak untuk direnovasi.

Meski pun secara aturan diperbolehkan akhirnya ia memilih untuk merehab sedikit demi sedikit berbekal uang tabungan dan pemberian sang anak.

Memasuki usia pensiun ia pun menerima JHT sebesar Rp75 juta yang rencananya dipakai untuk membuka kios kecil di depan rumah.

Sejak memasuki usia 50 tahun ia sudah berpikir untuk berjualan harian mengisi waktu luang apalagi ada sebidang tanah kosong di pekarangan yang bisa dimanfaatkan.

Menjalani hari-hari pensiun Mulkar tak canggung karena sejak awal ia sudah merencanakan dengan matang dan beryukur perusahaan tempat bekerja peduli terhadap hari tua karyawan.

Setiap awal bulan ia pun bersilaturahim dengan teman-teman sesama kerja dulu saat mengambil uang pensiun sembagi berbagi cerita apa kegiatan yang dilakukan setelah tak lagi bekerja.

Jika bagi sejumlah orang pensiun adalah akhir dari segalanya, tidak demikian halnya dengan Mulkar. Saat matahari terbit ia telah membuka kios menyambut pembeli. Tepat pukul 12.00 WIB pria itu bersiap ke masjid melaksanakan shalat.

Sekitar pukul 13.00 WIB ia kembali ke kios. Untuk mengisi waktu luang di kios ia juga rutin membeli buku setiap bulan untuk dibaca.

Tak hanya itu buku-buku tersebut juga diperkenankan dibaca dikios oleh pembeli. Sesekali saat waktu luang Mulkar bersama istri terbang ke Bandung, Jawa Barat mengunjungi putri pertama serta cucunya.

Selain menikmati uang pensiun, penghasilan dari kios yang dikelolanya pun cukup lumayan memenuhi kebutuhan bersama istri tercinta.

Bahkan ia sudah berniat untuk berangkat umrah dan mulai menyisihkan sedikit demi sedikit dari keuntungan kios agar bisa menginjakan kaki di Tanah Suci dan bersujud di depan Kabah.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang Aland Lucy Patiti mengatakan perusahaan mempunyai kewajiban untuk melindungi tenaga kerja dengan mendaftarkan sebagai peserta.

Ia menyebutkan hingga Desember 2017 sebanyak 88.546 tenaga kerja aktif dari 4.053 perusahaan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan di daerah itu.

Aland menjelaskan BPJS Ketenagakerjaan memiliki empat program yaitunya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian (JK).

JKK merupakan jaminan yang didapatkan oleh pekerja ketika mendapatkan kecelakaan selama bekerja. Sedangkan JK memberikan benefit kepada ahli waris pekerja yang mengalami musibah meninggal dunia, yang bukan karena kecelakaan kerja.

Program JHT merupakan jaminan yang memberikan perlindungan kepada para pekerja terhadap risiko yang terjadi di hari tua, ketika produktivitas pekerja telah menurun.

Menurutnya hingga Oktober 2017 pihaknya telah membayarkan klaim sebesar Rp90,4 miliar dengan 10.488 kasus.

Pembayaran klaim itu untuk program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JPN).

Ia merinci dari Rp90,4 miliar tersebut terdiri dari klaim JHT sebesar Rp80,4 miliar dengan 9.212 kasus JKK sebesar Rp5,6 miliar dengan 905 kasus, JKM Rp3,7 miliar dengan 134 kasus dan JPN Rp579,5 juta dengan 237 kasus.

Sementara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) selaku lembaga yang berwenang melakukan monitoring dan evaluasi program jaminan sosial mengingatkan agar program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tidak dijadikan jaminan hari terjepit.

"Yang namanya Program Jaminan Hari Tua itu sebagai persiapan saat sudah tua karena itu para peserta jangan mengambil dana sebelum waktunya karena terjepit, kata Anggota DJSN Taufik Hidayat .

Menurut dia DJSN mendorong agar program JHT dikembalikan filosofinya sebagai dana yang dimanfaatkan di hari tua.

"Lebih baik seseorang di masa muda tidak punya uang yang cukup namun saat tua kehidupannya terjamin," kata dia.

Kalau ada orang muda tidak punya uang masih bisa berkreasi dan tenaga masih kuat kalau sudah tua tidak bisa apa-apa lagi, lanjut dia.

Menurutnya JHT harus digunakan sepenuhnya untuk menunjang hari tua, karena itu kalau pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja bukan berarti JHT harus diambil tapi cukup cuti iuran saja dan ketika bekerja lanjut kembali.

Dengan demikian jika dulu yang punya pensiun hanya PNS, TNI dan Polri sekarang semua orang juga bisa, katanya.

Ia mengakui kadang ada yang tergoda untuk mengambil JHT sebelum waktunya karena merasa itu uang miliknya padahal idealnya adalah untuk jangka panjang.