Sekjen TII Sarankan Perusahaan Indonesia Tingkatkan Sistem Pencegahan Korupsi

id Dadang Trisasongko

Sekjen TII Sarankan Perusahaan Indonesia Tingkatkan Sistem Pencegahan Korupsi

Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko. (cc)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Berbagai perusahaan yang beroperasi di Indonesia, baik itu swasta maupun BUMN perlu untuk meningkatkan sistem pencegahan korupsi dalam rangka mendukung transparansi serta akuntabilitas beragam aktivitas perekonomian nasional.

"Kami berharap apa yang diluncurkan hari ini punya kontribusi untuk mengajak sebanyak-banyaknya pelaku usaha untuk meningkatkan sistem integritas bisnis mereka," kata Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko dalam acara pemaparan Laporan Transparansi Perusahaan Terbesar Indonesia di Jakarta, Rabu.

Dalam rantai suplai global, ujar Dadang Trisasongko, korupsi adalah risiko bisnis lintas negara, sehingga perusahaan Indonesia tidak hanya berisiko mengimpor korupsi dari luar negeri, namun juga mengekspor kepada mitra bisnisnya ke luar negeri.

Menurut Dadang, dengan terkuaknya sejumlah skandal global seperti Panama Papers telah menunjukkan bahwa korupsi telah bertransformasi dari kejahatan domestik menjadi kriminalitas lintas negara.

Sekjen TII mengingatkan bahwa di Indonesia, dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung No 13/2006, hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap korporasi apabila menerima manfaat atas pidana korupsi, melakukan pembiaran, hingga gagal mencegah pidana korupsi.

Sementara itu, Manajer Program Tata Kelola Ekonomi TII Wahyudi mengatakan, penguatan program antikorupsi di sektor swasta perlu diinisiasi pada perusahaan terbesar Indonesia agar menciptakan standard tinggi dalam kepatuhan antikorupsi.

"Skor Transparency in Corporate Reporting Penilaian Perusahaan Terbesar di Indonesia sebesar 3.5 dari total 10. Skor tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan besar di Indonesia kurang transparan dan berpotensi gagal membuktikan keberadaan program antikorupsi," kata Wahyudi.

Menurut dia, hanya sebagian kecil perusahaan memiliki sistem pencegahan korupsi yang memadai, dengan program antikorupsi yang paling banyak diungkapkan ke publik adalah kebijakan "whisteblowing system" yang menjamin kerahasiaan pelapor, sedangkan yang paling banyak tidak diungkap adalah pelatihan antikorupsi bagi pegawai dan direksi.

Selain itu, laporan TII juga menyatakan hampir semua perusahaan di Indonesia tidak melaporkan kontribusi kepada pemerintah dan masyarakat ketika berbisnis di luar negeri.

Untuk itu, TII merekomendasikan upaya pencegahan korupsi sektor swasta antara lain dengan memberikan edukasi antikorupsi kepada pegawai dan direksi, membuka informasi tentang struktur organisasi anak usaha, afiliasi, dan joint venture termasuk di dalamnya tentang wilayah operasi dan tempat pendirian perusahaan.

Perusahaan juga didorong untuk membuka informasi tentang laporan keuangan khususnya terkait pelaporan antarnegara misalnya tentang pendapatan, belanja modal, pendapatan sebelum pajak, laba, dan kontribusi perusahaan kepada masyarakat. (*)