Dinas Perikanan Perkirakan Ikan Mati di Danau Maninjau Telah Mencapai 100 Ton

id Ikan mati

Dinas Perikanan Perkirakan Ikan Mati di Danau Maninjau Telah Mencapai 100 Ton

Salah seorang pembudidaya ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, melihat tumpukan bangkai ikan mati di keramba, Senin (4/12). (Antara Sumbar/Yusrizal)

Lubukbasung, (Antara Sumbar) - Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Agam, Sumatera Barat menyatakan ikan mati di keramba jaring apung Danau Maninjau, telah mencapai 100 ton akibat angin kencang disertai curah hujan tinggi di daerah itu sejak Minggu (26/11).

"Sebelumnya jumlah ikan mati hanya sekitar 50 ton, namun kini bertambah menjadi 100 ton," kata Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan setempat, Ermanto di Lubukbasung, Senin.

Ia mengatakan ikan mati tersebut jenis nila berbagai ukuran berasal dari 50 unit keramba jaring apung milik 20 orang pembudidaya yang tersebar di Bayua, Linggai, Duo Koto, Tanjung Sani dan Koto Melintang.

Akibat kematian ikan itu pembudidaya keramba jaring apung setempat mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar, karena harga per kilogram sebesar Rp30 ribu.

Menurut dia, kematian ikan ini telah terjadi sejak Senin (27/11), akibat angin kencang dan curah hujan cukup tinggi melanda daerah itu pada Minggu (26/11). Setelah itu ikan mengalami pusing dan beberapa jam ikan sudah mengapung ke permukaan danau.

Ini akibat pembalikan air dari dasar danau ke permukaan, sehingga oksigen berkurang karena di dasar danau terdapat tumpukan sisa pakan ikan cukup banyak.

Sementara pembudidaya menebar bibit ikan dalam satu petak keramba jaring apung dengan panjang lima meter dan lebar lima meter sebanyak tujuh ribu sampai 10 ribu ekor. Sedangkan kapasitas hanya sekitar tiga ribu ekor.

"Kemungkinan jumlah kematian ikan ini akan bertambah karena angin masih bertiup kencang disertai curah hujan hujan tinggi," katanya.

Ia mengimbau pembudidaya agar segera memanen ikan yang sudah siap panen, dan memindahkan ke kolam air tenang. Selain itu mengurangi pemberian pakan ikan, hidupkan mesin penambah oksigen dan lainnya.

"Ini untuk meminimalkan kematian ikan yang dapat menambah kerugian pembudidaya," katanya.

Pembudidaya ikan keramba jaring apung, Tami (63) mengatakan sebelumnya ikan yang mati tersebut diolah menjadi ikan kering dan sisanya dijual ke pedagang dengan harga Rp10 ribu per kilogram.

Namun dengan jumlah kematian yang tinggi, pihaknya kesulitan untuk mengolah dan pedagang juga tidak mau membeli ikan mati karena persediaan cukup banyak.

"Dengan kondisi itu terpaksa bangkai ikan dibuang ke danau," katanya. (*)