Kasus Dispensasi Nikah Meningkat di Pengadilan Koto Baru

id menikah

Kasus Dispensasi Nikah Meningkat di Pengadilan Koto Baru

Ilustrasi pernikahan. (Antara)

Arosuka, (Antara Sumbar) - Kasus Dispensasi Nikah pada Januari hingga Oktober 2017 meningkat menjadi 27 kasus dari 2016 yang hanya 13 kasus di Pengadilan Agama Koto Baru, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Wakil Ketua Pengadilan Koto Baru, Afrizal di Arosuka, Minggu mengatakan penyebab meningkatnya kasus dispensasi nikah ini karena kurangnya kontrol dari masyarakat kepada generasi muda setempat.

"Apalagi dominan kasus terjadi di daerah dingin yang meyebabkan remaja dibawah umur berbuat tindakan dewasa, seperti kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti," ujarnya.

Dispensasi nikah pada remaja yang belum cukup umur terjadi karena pada umumnya, yang perempuan hamil duluan. Sehingga membuat orang tuanya memohon dispensasi nikah.

Ia menjelaskan perlunya kontrol masyarakat terhadap pemuda pemudi yang bukan muhrim sehingga bisa menurunkan kasus ini. Masyarakat bisa mengadakan ronda dan memberikan sosialisasi tentang pernikahan pada generasi muda.

Selain itu, masih rendahnya pendidikan masyarakat menjadi salah satu pembiaran terhadap penduduknya.

Sementara itu, kasus dominan yang terjadi 2017 adalah cerai gugat 289 kasus, cerai talak 152 kasus, isbat nikah 163 kasus, perwalian 5 kasus.

Kemudian pengasuhan anak 3 kasus, warisan 3 kasus, pengangkatan anak 1 kasus, dan harta bersama 1 kasus.

"Kasus pada 2017 rata2 meningkat jumlahnya dibanding 2016," ujarnya.

Sedangkan pada 2016, cerai gugat 254, kasus cerai talak hanya 118, isbat nikah 106, perwalian 8, perwalian 1, dan penguasaan anak 1.

Ia menjelaskan untuk kasus perceraian lebih banyak diberikan putusan cerai karena ketidakhadiran kedua belah pihak pada sidang. Dengan persentase 75 persen cerai gugat, 25 persen cerai talak.

Penyebab perceraian kebanyakan karena pertengkaran, KDRT, suami yang meninggalkan istri, kecemburuan suami, ketidakpatuhan istri.

Kasus dominan lainnya, isbat nikah yg juga meningkat pada 2017. Menurutnya, luasnya wilayah kabupaten, menyebabkan masyarakat yang jauh dari KUA tidak mendaftarkan pernikahannya.

Wali nikah yang tidak melaporkan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat yang menganggap nikah dibawah tangan sah, mereka tidak tahu pentingnya legitimasi pernikahan.

Hal ini seharusnya bisa diantisipasi dengan intensif nya KUA melakukan sosialisasi pernikahan ke daerah daerah yang jauh dan pemberian sanksi pada pelaku. (*)