APBD Pariaman 2018 Batal Disetujui Karena Tidak Menyepakati Empat Poin

id Sidang DPRD Pariaman

APBD Pariaman 2018 Batal Disetujui Karena Tidak Menyepakati Empat Poin

Rapat paripurna DPRD Kota Pariaman membahas RAPBD 2018, dan batal disetujui. (ANTARA SUMBAR/Muhammad Zulfikar)

Pariaman, (Antara Sumbar) - Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2018 yang diajukan Pemerintah Kota Pariaman, Sumatera Barat ke DPRD setempat batal disetujui oleh kedua pihak, karena ketidaksepahaman pada beberapa poin.

"Dengan sangat menyesal saya juga belum bisa menerima pendapat akhir para anggota dewan terhormat tentang penundaan empat poin yang diajukan dalam RAPBD 2018," kata Wali Kota Pariaman, Mukhlis Rahman, di Pariaman, Jumat.

Ia mengatakan pihak eksekutif lebih memilih amanat Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Empat poin yang ditunda oleh DPRD tersebut meliputi rencana pembangunan Masjid Terapung, pembangunan Sport Center, biaya promosi usaha kerajinan daerah ke luar negeri dan pembangunan pujasera atau tempat kuliner di Pantai Gandoriah.

Empat poin tersebut kata dia, merupakan sarana yang krusial dan dianggap penting untuk kemajuan Kota Pariaman dalam jangka panjang, dan salah satunya termasuk ke dalam visi misi pemerintah daerah.

Semua fraksi pada umumnya menyetujui RAPBD yang diajukan, namun empat kegiatan yang tidak disetujui itu justru merupakan untuk membangun Kota Pariaman serta telah disepakati dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS), ujar dia.

"KUA PPAS telah disetujui dan ditandatangani oleh eksekutif bersama legislatif oleh karena itu tidak mungkin dibatalkan sepihak," ujarnya.

Sehingga kata dia, pihak eksekutif dan legislatif yang tidak mencapai kata sepakat tentang RAPBD maka dikenakan sanksi administratif yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 pasal 312 ayat 2.

Akibatnya baik pihak eksekutif maupun legislatif tidak akan dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan selama enam bulan.

"Demi kepentingan masyarakat Kota Pariaman saya lebih memilih tidak menerima hak saya selama enam bulan atas persoalan ini," katanya.

Ke depan katanya pihak eksekutif akan menyusun Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dan diajukan kepada Gubernur Sumatera Barat. Anggaran yang diusulkan tersebut paling tinggi menyamai jumlah APBD tahun 2016.

Sementara itu Ketua DPRD Pariaman Mardison Mahyuddin mengatakan tidak tercapainya kata sepakat tentang RAPBD 2018 yang diajukan pihak eksekutif karena beberapa hal.

Secara umum katanya, pihak legislatif menerima RAPBD 2018 yang diajukan pemerintah kota, namun dengan catatan menunda empat poin itu karena dianggap belum dapat disepakati bersama.

Beberapa alasan penundaan empat poin tersebut di antaranya pihak legislatif menilai eksekutif mempermainkan, dan tidak memiliki bukti konkret soal dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan masjid terapung.

"Dokumen Amdal ini sudah empat tahun terakhir ditunggu dan diminta DPRD, namun hingga batas akhir pengesahan RAPBD pihak eksekutif tidak bisa memperlihatkan padahal ini hal penting karena terkait kajian lingkungan," kata dia.

Apalagi katanya, Kota Pariaman merupakan daerah rawan bencana sehingga perlu kajian mendalam apabila ingin mendirikan suatu bangunan seperti masjid terapung yang direncanakan pihak eksekutif.

Kemudian katanya, persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terkait pembangunan Sport Center yang diajukan pihak eksekutif dinilai perlu kajian mendalam karena masuk ke dalam kawasan hijau kota itu.

"Pada dasarnya DPRD menyetujui, penundaan itu bukan karena kepentingan pribadi melainkan khawatir pembangunan yang dilakukan tersangkut masalah hukum, apalagi Kota Pariaman salah satu daerah yang dibidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar politisi Golkar tersebut. (*)