Masyarakat Adat Mentawai Tolak Hutan Tanaman Industri

id HTI MENTAWAI

Masyarakat Adat Mentawai Tolak Hutan Tanaman Industri

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Nasional, Khalisah Khalid menerima surat mandat dari Suku Sabulukkungan Mentawai Sumatera Barat untuk membantu mereka dalam pengawalan proses HTI di Daerah tersebut. (ANTARA SUMBAR/Istimewa)

Mentawai, (Antara Sumbar) - Masyarakat adat Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, yang berasal dari Suku Sabulukkungan dan Satoutou menolak keberadaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di tanah ulayat mereka yang ada di daerah Kecamatan Siberut Tengah.

Salah seorang tetua adat dari Suku Sabulukkungan, Bruno Sabulukkungan di Siberut, Rabu (29/11), mengatakan bagi masyarakat Mentawai hutan adalah sumber kehidupan mereka, jika itu dieksploitasi maka akan berdampak buruk pada masyarakat.

"Jika HTI tetap dilanjutkan, maka kayu-kayu akan ditebang dan diganti dengan tumbuhan-tumbuhan yang sama sekali tidak bermanfaat bagi kami," katanya.

Ia menyebutkan kehidupan mereka sehari-hari bersumber dari hutan dan jika ingin menebang pohon mereka harus melewati beberapa ritual terlebih dahulu dan tidak pernah menebang secara berlebihan.

Selain itu salah seorang Sikerei (dukun/tabib) dari di daerah Siberut Selatan, Teulakka Tatebburuk mengatakan sekalipun mereka tidak tinggal di kawasan yang akan dijadikan HTI, akan tetapi wilayah tersebut merupakan tanah ulayat mereka.

Ia menjelaskan sebelum tinggal di Puro Siberut Selatan, nenek moyang mereka telah menetap di kawasan Saibi dan Saliguma sejak lama yang saat ini masuk dalam daerah kecamatan Siberut Tengah.

Menurut dia, segala tumbuhan yang digunakan untuk obat berasal dari hutan, jika semua hutan sudah ditebangi maka mereka tidak akan bisa mencari tanaman yang dibutuhkan.

Sebelum itu beberapa orang perwakilan suku di Mentawai yang tanahnya masuk ke dalam kawasan HTI memberikan mandat pada anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka dan Walhi Nasional untuk membantu pengawalan proses HTI di Daerah mereka.

Pada kesempatan tersebut hadir beberapa orang perwakilan tetua suku serta Sikerei yang ada di daerah tersebut, diantaranya adalah Teu Lakka Tatebburuk, Aman Boroi Ogok Sakalio, Teu Legei Kunen Sateleura, Aman Keinnung Kunen Saruruk, Tarek Saguli Pangarita Sabagallet, Stephanus Satoutou, Tou Tou Manai Satoleuru dan Taulegei Sato.

Sementara itu Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Nasional, Khalisah Khalid mengatakan setelah ini pihaknya akan mende

sak KLHK untuk memprioritaskan kasus ini untuk dikerjakan.

"Selain itu persoalan ini merupakan ujian bagi pemerintahan Jokowi dengan komitmennya yang akan memperhatikan masyarakat adat," katanya.

Sebelumnya Pemprov Sumbar telah menerbitkan izin analisis dampak lingkungan hutan tanaman industri (Amdal HTI) kepada PT Biomass Andalan Energi di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Siti Aisyah mengatakan penerbitan Amdal kepada perusahaan tersebut sudah melalui kajian yang panjang dan melibatkan tim independen seperti akademisi dari perguruan tinggi. (*)