Kuota Keterwakilan Perempuan, Pakar: Parpol Mesti Bikin Penjaringan Kader

id SOSIALISASI PEMILU

Kuota Keterwakilan Perempuan, Pakar: Parpol Mesti Bikin Penjaringan Kader

Akademisi Universitas Andalas Prof Sri Zul Chairiyah (paling kanan) saat memberikan penjelasan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu 2019 di Pariaman, Selasa. (ANTARA SUMBAR/Muhammad Zulfikar)

Pariaman, (Antara Sumbar) - Pakar politik Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Prof Sri Zul Chairiyah menyarankan para pengurus partai politik membuat aturan yang jelas terkait penjaringan kader laki-laki dan perempuan dalam menghadapi Pemilihan Umum Legislatif 2019.

"Sejak adanya undang-undang penetapan kuota keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen secara afirmatif belum ada satu pun partai yang memiliki aturan jelas dan tertulis terhadap kader perempuan," katanya yang menjabat Presidium Nasional Koalisi perempuan Wilayah Sumatera Barat tersebut di Pariaman, Selasa (28/11).

Hal tersebut, sebutnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 untuk Pemilu 2004 dan 2009, suara terbanyak dan sistem zipper.

Meskipun tingkat keterwakilan 30 persen telah dibebankan undang-undang pada partai politik, namun belum ada yang menerapkannya secara pasti dan tertulis hingga saat ini.

Pihaknya mengaku telah mengadakan penelitian pada 2012 bersama sejumlah mahasiswa perguruan tinggi tentang partai yang menerapkan dan membuat aturan jelas.

Hal itu, kata dia, merujuk kepada masih lemahnya tingkat keterwakilan kaum perempuan di dalam kancah politik di wilayah Sumatera Barat.

"Dari hasil penelitian tersebut tidak ada satu pun partai politik yang menerapkan dan membuat aturan secara tertulis, padahal ini diatur dalam undang-undang," kata dia.

Akibat tidak adanya aturan jelas dan mengikat tersebut maka kaum perempuan bisa saja dirugikan oleh partai politik. Hal tersebut seperti kasus yang terjadi di tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Agam pada 2003.

Kader perempuan tersebut mengaku telah menyetorkan uang mahar politik sebesar Rp3 juta dan telah mengabdi selama 10 tahun namun tidak diajukan sebagai calon pada Pemilu 2004.

"Ini merupakan kasus yang cukup miris terjadi di daerah, harus segera diperbaiki dan partai pun harus lebih berani membuat aturan secara tertulis," katanya.

Sementara itu Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kota Pariaman Mimi Elfita mengatakan hingga saat ini partai yang dipimpinnya memang belum ada menerapkan secara tertulis tentang aturan 30 persen keterwakilan kaum perempuan.

"Gerindra memang belum menerapkan karena kami melihat hal itu belum ada keputusan yang jelas dan mengikat hingga saat ini," kata dia. (*)