Jaksa Sebut Tersangka Korupsi Prasjaltarkim Sumbar Kemungkinan Bertambah

id kejaksaan

Jaksa Sebut Tersangka Korupsi Prasjaltarkim Sumbar Kemungkinan Bertambah

Logo Kejaksaan. (Antara)

Padang, (Antara Sumbar) - Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Munandar, menyebutkan adanya kemungkinan penambahan tersangka pada kasus dugaan korupsi di Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Prasjaltarkim) Sumatera Barat.

"Saat ini tersangka baru satu atas nama Yusafni, namun tidak tertutup kemungkinan ada penambahan lagi. Mengingat perbuatan Yusafni dijunctokan ke pasal 55 KUHP, yaitu dilakukan secara bersama-sama," kata Munandar, di Padang, Jumat.

Ia mengatakan kelanjutan proses nanti akan dilakukan dengan dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik.

"Dalam kasus ini SPDP baru akan dikeluarkan oleh Bareskrim Polri, karena yang melakukan penyidikan awal adalah institusi itu. Setelah SPDP baru dikeluarkan, kami menunggu pemberitahuan dari Kejaksaan Agung," jelasnya.

Sebelumnya, satu tersangka atas nama Yusafni telah diserahkan dari penyidik Bareskrim Polri kepada kejaksaan (tahap II) pada Kamis (23/11).

Tahap II itu dilakukan di Kantor Kejari Padang, Jalan Gajah Mada, karena peristiwa pidana yang menjerat Yusafni terjadi di Padang.

Penasehat hukum Yusafni, yaitu Defika Yufiandra menyayangkan hanya kliennya saja yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.

"Pada prinsipnya kami menghormati proses hukum. Namun disayangkan hanya Yusafni sendiri yang dijerat, karena logikanya sebagai PPTK tidak mungkin SPJ fiktif itu dilakukan sendiri, ujarnya.

Pengacara tersebut memberi sinyal akan mengungkap semua fakta di persidangan nantinya.

Yusafni adalah tersangka dugaan korupsi dengan modus Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif pada pembebasan lahan Jalan Samudera, Fly Over Tiku dan lainnya.

Dalam proyek tersebut Yusafni berlaku sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Perbuatan itu diperkirakan telah merugikan keuangan negara Rp60 miliar lebih.

Tersangka dijerat dengan pidana melanggar pasal 2, 3, Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 3 Undang-undang Tindak Pencucian Uang (TPPU). (*)