Pemilik Bahan Peledak di Filipina Seorang WNI

id bahan peledak

Pemilik Bahan Peledak di Filipina Seorang WNI

Ilustrasi bahan peledak. (Antara)

Bogor, (Antara Sumbar) - Konsulat Jenderal RI Davao, Filipina, berhasil mengidentifikasi kewarganegaraan Minhati Madrais yang ditahan otoritas Filipina atas tuduhan kepemilikan senjata dan bahan peledak, sebagai warga Negara Indonesia (WNI).

"KJRI Davao berhasil mengidentifikasi biometrik dan sidik jari Minhati untuk mencocokkan data dalam paspor Indonesia yang sudah 'expired' pada Januari 2017 dengan data imigrasi," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal di Bogor, Jawa Barat, Minggu.

Hasil dari proses identifikasi pada Jumat (10/11) itu menunjukkan retina dan sidik jari Minhati memiliki kesamaan dengan data paspor yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Karawang, Jawa Barat, Januari 2012.

Menurut Iqbal, pihak KJRI sempat khawatir Minhati yang merupakan janda Omarkhayam Maute, salah satu pimpinan kelompok bersenjata Maute di Marwai, telah menjadi warga negara Filipina karena terakhir tercatat kembali ke Indonesia pada 2012, sementara saat ini paspornya telah kedaluwarsa.

"Sebelumnya dikhawatirkan jangan-jangan sudah warga Filipina, ternyata belum, dan dari enam anaknya, satu berpaspor Filipina, tiga orang berpaspor ganda Filipina dan Indonesia, dan dua lainnya belum memiliki paspor apapun," kata dia.

Saat ini Minhati berada bersama keenam anaknya didampingi tim KJRI Davao selama penahanannya oleh otoritas Filipina di Kota Iligan, Mindanao Utara.

Direktur PWNI-BHI mengatakan fokus utama pemerintah saat ini adalah memulangkan anak-anaknya ke Indonesia dan telah mendapatkan surat kuasa dari keluarga Minhati di Bekasi, Jawa Barat, bahwa mereka akan menerima dan menjadi wali keenam anaknya.

"Kami terus memastikan keenam anaknya mendapatkan perlakuan yang layak selama ibunya menjalani proses hukum," kata Iqbal.

Minhati Madrais ditangkap aparat penegak hukum Filipina di Kota Iligan pada 5 November 2017 dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Filipina Nomor 9516 tentang Kepemilikan, Pembuatan, Penguasaan Senjata, Amunisi, dan Bahan Peledak. (*)