Sungai Nanam Solok Jadi Kawasan Bioindustri Bawang Merah

id Bawang Merah

Sungai Nanam Solok Jadi Kawasan Bioindustri Bawang Merah

Sejumah petani memanen bawang merah dilahan pertanian bawang mereka di daerah Tanjung, Brebes, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Rezza Estily/Koz/hp/08.)

Arosuka, (Antara Sumbar) - Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan kawasan perbenihan dan bioindustri bawang merah di Nagari Sungai Nanam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, guna mendukung program swasembada bawang merah, Sabtu.

"Kami memfasilitasi kelompok tani bintang timur dengan Instore dryer bawang merah untuk memudahkan petani di daerah ini mengeringkan bawang, dengan waktu pengeringan yang lebih singkat selama empat hingga lima hari," kata Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) PascaPanen Pertanian Kementan Risfaheri di Jorong Koto, Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Sabtu (11/11).

Jika menggunakan pengeringan tradisional membutuhkan waktu 15-20 hari, sementara dengan menggunakan alat "instrore dryer" mampu menampung hingga 14 ton bawang merah. Dan juga dilengkapi dengan mesin pengupas bawang.

Sungai Nanam yang suhunya dingin memang memerlukan alat "instore dryer".

Pihaknya akan memantau penggunaan alat "instore dryer" atau pengeringan agar bermanfaat bagi kelompok tani serta petani bawang lainnya.

"Saya berharap dukungan dari masyarakat, Bupati, dan anggota Komisi IV yang hadir agar memberikan alokasi dana yang lebih besar agar bisa membangun lebih banyak instore dryer di Solok," ujarnya.

Sebab, Solok merupakan daerah yang ditargetkan menteri pertanian sebagai sentra bawang merah, tentu membutuhkan lebih dari satu "instore dryer".

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultur Kementan Hardiyanto mengatakan target Menteri Pertanian yang menjadikan Kabupaten Solok sebagai sentra bawang merah Sumatera dengan sasaran 10.000 hektare, tentu harus didukung dengan teknologi pertanian yang memadai.

Ia menjelaskan bahwa bawang merah yang dihasilkan harus memenuhi standar jika akan dipasarkan eluar daerah atau diekspor.

"Indonesia sudah mengekspor bawang ke Singapura, Malaka, Thailand dan lainnya," ujarnya.

Selain sebagai kawasan bioindustri, daerah tersebut akan dikembangkan lokasi pembibitan bawang merah dari biji, sebagai usaha untuk meningkatkan produksi.

"Apalagi target menteri untuk menghasilkan 40 ton/hektare, yang biasanya hanya 10 ton/hektare," ujarnya.

Untuk itu, harus adanya efisiensi hasil bawang pascapanen, sehingga mengurangi kerugian menyusutnya bawang ketika panen.

"Saya berharap bawang merah ini juga bisa menjadi ikon selain sebagai kawasan pertanian, tapi bisa dikembangkan dengan alternatif lain seperti wisata, dan industri, sehingga produk yang dijual bisa beragam," ujarnya.

Bupati Solok Gusmal meminta petani terus belajar dan bekerja keras agar menjadi petani yang cerdas dan memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan bawang merah.

"Jangan terlampau banyak menggunakan pestisida yang dapat membahayakan kesehatan, tapi usahakan bawang merah tumbuh dengan pupuk yang alami sehingga hasilnya berkualitas," ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar alat instore dryer tidak hanya digunakan oleh satu kelompok tani saja, tetapi diperluas untuk petani bawang lainnya, sehingga semua dapat merasakan manfaat alat tersebut.

"Alat juga hendaknya dipelihara dengan baik sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama," ujarnya.

Acara juga dihadiri Komisi IV DPR RI Hermanto, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Admaizon, Kepala BPTP Sumatera Barat. (*)