Menurut Pengamat, Kawasan Wisata Mandeh Perlu Dikelompokkan Dalam Pengembangannya

id sari

Menurut Pengamat, Kawasan Wisata Mandeh Perlu Dikelompokkan Dalam Pengembangannya

Sari Lenggogeni. (ANTARA SUMBAR/Dokumen Pribadi)

Padang, (Antara Sumbar) - Pengembangan Kawasan Mandeh di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, harus mengusung konsep wisata berkelanjutan sesuai Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 tahun 2016 dengan mempertimbangkan zonasi.

"Sekarang pengembangan Mandeh menjurus pada pariwisata massal (mass tourism), bukan pariwisata berkualitas (quality tourism). Ini cikal bakal kehancuran," kata Peneliti Pusat Pengembangan Pariwisata Universitas Andalas, Sari Lenggogeni di Padang, Selasa.

Ia mengatakan itu saat rapat koordinasi penyusunan dokumen rencana pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup pada sektor jasa pariwisata di Mandeh di Padang.

Menurut dia, pariwisata massal memang memiliki keunggulan terutama dari segi ekonomi karena memobilitas banyak wisatawan pada destinasi wisata.

Tetapi pada saat bersamaan juga memiliki peluang menimbulkan degradasi bahkan destruksi atas lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan budaya dan sosial.

Ia menilai pengembangan Kawasan Mandeh sebagai ekowisata bahari lebih baik menuju pariwisata berkualitas, dalam arti menyelenggarakan kepariwisataan dengan menawarkan perjalanan wisata eksklusif, alternatif dan sebangsanya yang tidak bersifat massal.

Jenis pariwisata itu diyakini bisa lebih bermanfaat tidak saja bagi kehidupan ekonomi, namun juga bermanfaat dalam hal kemajuan masyarakat secara utuh dan sinambung, berkelanjutan untuk masa yang sangat panjang, baik dalam hal kesejahteraan ekonomi, maupun kehidupan sosial budayanya.

Agar hal itu bisa tercapai, persiapan dan perencanaannya harus dimatangkan sejak awal.

Jangan nanti ekspos di media secara berlebihan tapi produk belum jadi, sistem regulasi belum jadi, semua berbondong ke sana hingga terjadinya kerusakan pada objek wisata.

Menurut dia, dalam mengembangkan pariwisata harus ada konsep dari awal. Mana wisata yang dianggap premium mana pula yang harus dikembangkan dengan konsep lainnya.

Dia menyatakan, harus ada zonasi. Hal itu bisa mengacu kepada Great Barrier Reef yang ada di Australia. Pengembangannya berdasarkan regulasi yang melibatkan pakar lingkungan, terutama untuk menentukan zona.

"Meski Mandeh saat ini perkembangannya masih dianggap surplus, namun kalau tidak dijaga maka bisa tidak berkembang. Contohnya kita melihat minat investasi di Mandeh sudah mulai berkurang," kata dia.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, mengatakan harus ada sinkronisasi tentang pengembangan Mandeh dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.

Dia menyatakan, perlu pula dilakukan penetapan masterplan dan zonasi, melalui peraturan daerah.

"Kita sepakat tak akan merusak hutan lindung, meski untuk pariwisata hal itu punya peluang untuk dilakukan sesuai aturan. Namun yang paling penting adalah Kawasan Mandeh ditetapkan titiknya di zonasi, mana yang boleh dibangun mana yang tidak. Ada konservasi, budidaya, pariwisata dan ekonomi," kata dia.

Pembuatan zonasi itu dibantu pakar lingkungan supaya tidak salah dalam penanganannya.

"Harapannya kalau sudah ada semua, investasi akan jelas masuk mana dan perizinan juga. Termasuk wisata seperti apa yang akan dibangun," ujar dia. (*)