Sejak 2016 Sebanyak 6.000 Situs Negatif Diblokir Kemenkominfo

id situs

Sejak 2016 Sebanyak 6.000 Situs Negatif Diblokir Kemenkominfo

Ilustrasi - Penggunaan internet. (Antara)

Painan, (Antara Sumbar) - Pejabat Kementerian Komunikasi dan Informasi menyebutkan pada 2017 instansi tersebut telah memblokir sebanyak 6.000 situs bermuatan negatif seperti radikalisme, komunisme, pornografi dan lainnya.

"Pada akhir 2016 kami telah memblokir 800 situs bermuatan negatif dan dilanjutkan tahun ini. Semuanya telah berjumlah 6.000 situs," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, Gun Gun Siswadi pada Forum Diskusi Publik yang bertema "Membumikan Nilai Pancasila Mengokohkan Persatuan Merawat Kebhinekaan" di Painan, Sumbar, Sabtu.

Kendati demikian, katanya, situs-situs bermuatan negatif masih saja bermunculan bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan meski pemblokiran terus dilakukan.

"Terkait hal itu juga dibutuhkan peran aktif orang tua dalam mengawasi anak-anaknya," katanya.

Ia menyebutkan pada era globalisasi apapun bisa diakses baik melalui telepon genggam ataupun perangkat komputer sehingga pengawasan merupakan langkah efektif mengantisipasi dampak dari situs negatif itu.

Selain pengawasan terhadap anak-anak, ia juga mengajak masyarakat bisa membentengi diri mereka sendiri sehingga tidak menjadi sasaran dari situs bermuatan negatif.

Tidak hanya itu, ia juga mengajak masyarakat agar berhati-hati menyebarluaskan berbagai konten di media sosial karena bisa membuat mereka akan berurusan dengan aparat penegak hukum karena melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Hati-hati dalam menyebarluaskan konten baik yang dihasilkan sendiri ataupun berasal dari kiriman orang lain, karena jika telah disebarluaskan maka aparatur penegak hukum bisa dengan mudah melacaknya walaupun sudah dihapus," ujarnya.

Ia menambahkan saat ini 52 persen penduduk Indonesia sangat "melek internet" dan lebih dari 60 juta orang memiliki telepon cerdas atau urutan kelima dunia dalam hal ini.

Namun, karena tidak memiliki kemampuan menyaring berita bohong, tak jarang masyarakat menerima begitu saja dan bahkan ikut menyebarkan kabar bohong itu. (*)