Memetik Keuntungan Sejak Muda Lewat Bermain Saham

id OJK

Memetik Keuntungan Sejak Muda Lewat Bermain  Saham

Seorang mahasiswa memantau pergerakan harga saham.Antara Sumbar/Igoy El Fitra.

Padang, (Antara Sumbar) - Sejak 15 menit lalu mata pria berkaca mata itu tidak lepas menatap laptop berlayar 14 inchi memperhatikan pergerakan angka berwarna merah dan hijau yang terus bergerak.

Meski masih terbilang muda dan berstatus mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Padang sejak setahun terakhir Hadi sudah akrab dengan dunia saham dan pasar modal.

Oleh sebab itu setiap pagi sebelum perkuliahan mulai ia rutin mengecek pergerakan harga saham sebagai bahan pertimbangan memutuskan aksi apa yang akan diambil.

Perkenalannya dengan dunia saham berawal dari dibukanya Pojok Bursa Efek Indonesia di kampus yang membuat ia penasaran seperti apa bermain saham.

Setelah mengikuti kelas pasar modal akhirnya Hadi mulai bertransaksi dan hanya dalam waktu enam bulan ia mulai meraup keuntungan sekitar 10 persen dair nilai uang yang ditanamnya.

Sejak itu Hadi selalu menyisihkan uang saku yang diberikan orang tua setiap bulan minimal Rp50 ribu untuk dibelikan saham.

"Selama ini orang menilai saham itu mahal, padahal ada saham yang harganya cuma Rp300 per lembar di beli satu lot cuma Rp30 ribu," ujarnya.

Ia juga tidak menyangka ternyata bermain saham tersebut mudah sementara dalam bayangan publik selama ini rumit dan sulit.

Kini ia bertekad menyisihkan uang setiap bulan untuk investasi jangka panjang karena pertumbuhan keuntungan lewat saham cukup menjanjikan.

Apalagi selama ini kepemilikan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) didominasi investor asing karena mereka lebih melek investasi dan memetik keuntungan dari lembar demi lembar saham yang dimiliki.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia perbandingan penetrasi pasar modal dengan jumlah penduduk di Tanah Air amat kentara.

Mencermati fenomena tersebut BEI mengeluarkan sejumlah regulasi agar kepemilikan saham di bursa tidak semata didominasi asing dengan menelurkan kebijakan menurunkan jumlah setoran awal, hingga menurunkan jumlah satu lot saham yang sebelumnya 500 lembar menjadi hanya 100 lembar.

Tepat 6 Januari 2014 BEI mengeluarkan kebijakan penyederhanaan satuan perdagangan saham agar lebih mudah diakses masyarakat dan meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia.

Tentu saja kebijakan tersebut memupus anggapan yang berkembang jika ingin membeli saham harus punya uang berjibun serta membuka peluang bagi mereka yang memiliki modal kecil untuk ikut memilikinya.

Sejak itu gairah para pemodal untuk menanamkan uang di bursa kian terpacu karena saham bukan lagi barang mahal dan wah.

Untuk terus menyosialisasikan manfaat investasi di pasar modal Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Padang menggelar festival investasi bertajuk Indonesia Investmen Festival (Investival) 2017 pada 27 hingga 29 Oktober untuk membidik calon investor baru .

Kegiatan ini bertujuan untuk menyosialisasikan pasar modal kepada masyarakat terdiri atas serangkaian acara seperti pameran, talkshow, kisah sukses investor, dan hiburan musik, kata Kepala BEI perwakilan Padang Reza Sadat Syahmeini.

Menurut dia kegiatan ini diikuti enam perusahaan sekuritas serta galeri investasi dalam rangka memperkenalkan pasar modal kepada publik.

"Biasanya kalau mendatangi langsung perusahaan sekuritas kan masyarakat enggan, tapi kalau sambil berbelanja pengunjung bisa mencari tahu dan bertanya langsung terhadap seluk beluk pasar modal," katanya.

Ia mengatakan pengunjung juga bisa membuka rekening saham dan melakukan transaksi pada stand perusahaan sekuritas dan galeri investasi.

"Kami berharap masyarakat lebih kenal dengan pasar modal dan menjadikan saham sebagai aternatif pilihan investasi," katanya.

Reza menyampaikan ke depan akan terus menggelar beragam sosialisasi agar warga Sumbar bisa menjadikan saham di pasar modal sebagai pilihan investasi karena saat ini sebagian besar investor yang ada di bursa masih didominasi asing.

Ia mengatakan dengan menanamkan uang di pasar modal secara tidak langsung masyarakat ikut memiliki perusahaan-perusahaan besar yang ada di Indonesia dan keuntungannya juga mengalir kepada anak bangsa.

"Jika masyarakat memiliki kelebihan uang sebaiknya digunakan untuk membeli saham di pasar modal dibandingkan membelanjakan pada hal-hal yang sifatnya konsumtif," kata dia.

Sementara Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Sumbar Darwisman menilai prospek masyarakat Sumbar untuk bertransaksi di pasar modal cukup besar dan ke depan akan terus bertumbuh.

"Saya melihat dari tahun ke tahun terjadi peningkatan cukup signifikan, pada 2012 jumlah warga Sumbar yang berinvestasi di pasar modal mencapai 1.854 orang, sementara hingga September 2017 sudah mencapai 8.047 orang," ujarnya.

Ia menyebutkan nominal transaksi di pasar modal masyarakat yang memiliki KTP Sumbar pada 2016 mencapai Rp11,74 triliun dan pada 2017 hingga September sudah mencapai Rp7,21 triliun.

Akan tetapi ia menyampaikan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Sumbar yang mencapai 5,6 juta jiwa, maka total warga Sumbar yang berinvestasi di pasar modal belum sampai satu persen.

"Artinya ini potensi yang harus digarap masih besar apalagi literasi keuangan warga Sumbar cukup baik", katanya.

OJK Sumbar mengajak masyarakat berinvestasi di pasar modal untuk mengambil manfaat dari peluang yang ditawarkan oleh industri Pasar Modal.

"Masyarakat dapat menanamkan dananya dan mengambil keuntungan di pasar modal lewat instrumen saham, obligasi ritel atau ORI, sukuk, reksadana serta instrumen efek lainnya," kata dia.

Menurut dia, orang-orang yang unggul secara finansial di dunia merupakan para pemilik saham atas perusahaan yang tercatat di bursa efek.

"Contohnya Warren Buffet dengan Berkshire Hathawa, Bill Gates dengan Microsoft, Mark Zuckenberg dengan Facebook serta Jack Ma dengan Alibaba," kata dia.

Untuk di Indonesia, lanjut dia, tercatat beberapa pengusaha sukses yang menikmati manfaat dari penempatan investasinya pada perusahaan-perusahaan atau emiten yang tercatat bursa.

Ia menuturkan kepemilikan atas saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia menciptakan keuntungan secara finansial bagi pemegang saham bersangkutan.

Darwisman memberi contoh saham Bank Mandiri pada 2014 diperdagangkan pada kisaran Rp3.300 per lembar, jika ketika itu dibeli 10 ribu lembar dengan modal Rp33 juta, maka saat ini saham itu sudah berada pada level Rp7.000 per lembar.

"Artinya nilai saham yang dibeli pada 2014 itu sudah mencapai Rp70 juta dengan keuntungan Rp37 juta, atau investasi kita mengalami kenaikan 112 persen dalam tiga tahun," katanya.

Ia menambahkan pasar modal dapat menjadi salah satu alternatif jitu dalam pengembangan pembangunan ekonomi di Indonesia karena keberadaannya yang semakin berkembang dan kebutuhan perusahaan terhadap modal dapat terealisasi lewat pasar modal.