Stop Buang Air Besar Sembarangan, Padang Pariaman Bertekad

id #BAB #Padang Pariaman

Stop Buang Air Besar Sembarangan, Padang Pariaman Bertekad

Tekat bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (c)

Parit Malintang (antara sumbar) Pemerintah Padang Pariaman bertekad menjadi daerah yang masyarakatnya sudah stop buang air besar sembarangan sehingga dapat terwujud akses universal pada 2019.

Upaya mewujudkan tekad itu terus dilakukan yang membutuhkan keterlibatan dan kepedulian multipihak, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman telah mengumpulkan Puskesmas, Sanitarian, dan Bidan Desa, di Parit Malintang, Senin.

Langkah itu, guna melakukan verifikasi korong (Jorong, red) yang masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan korong yang Sudah Sebas Buang Air Besar Sembarangan (SBS).

Bupati Padang Pariaman sebagai wujud keseriusannya maka beberapa hari waktu lalu telah diterbitkan Instruksi Bupati Padang Pariaman Nomor 1 Tahun 2017 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Isinya mewujudkan lima pilar utama STBM, pertama Stop Buang Besar Sembarangan, kedua Cuci Tangan Pakai Sabun, ketiga Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, dan keempat Pengamanan Sampah Rumah Tangga serta kelima Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga.

Instruksi itu diterbitkan untuk menangkal masyarakat terhindar dari penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare dan kekurangan gizi hingga menyebabkan stunting dan kematian bayi.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman, Aspinuddin menyampaikan hingga 2019 yang mesti diwujudkan yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan. Sedangkan akhir 2017 ini menargetkan ada 100 korong yang mendeklarasikan diri sebagai korong yang SBS.

"Tahun ini kita menargetkan 100 korong ODF, untuk itu Dinas Kesehatan beserta jajarannya melakukan verifikasi korong yang sudah tidak buang besar sembarangan lagi," ungkapnya.

Lanjutnya, tambah dia, persoalan BABS adalah persoalan prilaku, melarang orang untuk Stop BABS bukanlah persoalan mudah. Namun, Pemerintah tetap mesti menargetkan masyarakatnya stop BABS.

Justru itu, saat ini Dinkes menugaskan dua hingga tiga Bidan Desa setiap nagari untuk melakukan verifikasi dan pemicuan ke rumah-rumah yang masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan.

"Target ini penting, dengan adanya target kita jelas mau melakukan apa," ungkapnya dihadapan para Petugas Puskesmas, Bidan dan Sanitarian.

Mestipun sudah optimis dengan target, Dinkes menyadari untuk perkara BABS membutuhkan komitmen multipihak, terkait persoalan prilaku BABS tidak bisa hanya ditangulangi melalui satu instansi.

Menurut dia, sebenarnya Dinkes perannya lebih besar kepada pemicuan, maka peran OPD dan lapisan masyarakat yang lain sangat menentukan dalam mencapai kabupaten yang bebas BABS.

Untuk itu harapnya, semua pihak hapuskan pikiran bahwa persoalan BABS adalah tanggung jawab Dinkes menjadi pikiran BABS adalah tanggungjawab bersama.

Dalam data yang dihimpun, saat ini Padang Pariaman memiliki rapor yang belum menggembirakan soal sanitasi belum ada Nagari yang ODF, Padang Pariaman masih memiliki Akses Sanitasi Layak 59,61 persen, Open Defecation Fee/BABS (OD) sebesar 40,39 persen. Saat ini masih ada 20.690 KK yang masih melakukan BABS.



Karenanya dalam Instuksi Bupati tentang Sanitasi Total berbasis masyarakat ada 11 OPD kabupaten yang masuk meliputi Dinkes, DPMD, Dinas PUPR, Disdikbud, Diskominfo, Dinas LHPKP&PP, Dinsos, Bappelitbangda, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, PolPP, Kemenag, dan Tim Penggerak PKK.

Ditingkat kecamatan ada Camat, Puskesmas, Tim Penggerak PKK se-Kecamatan, dan ditingkat Nagari adalah Walinagari, Wali Korong, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama.

Tenaga pendamping dari Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Zainal Abadi menyampaikan yang saat ini focus terhadap isu sanitasi untuk mewujudkan kabupaten stop BABS yang harus melengkapi syarat sebagai berikut.

Pertama, kabupaten harus memiliki regulasi yang mempercepat Stop BABS, Padang Pariaman sudah memiliki ini dalam bentuk Instruksi Pelaksanaan STBM, Instruksi ini juga memberikan tanggung jawab kepada beberapa OPD terkait tinggal lagi komitmen OPD terkait untuk melaksanakannya.

Kedua, butuh Kelembagaan apakah forum atau pokja, kelembagaan ini penting untuk melakukan monev, advokasi, dan sinkronisasi. Ketiga: Butuh Pembiayaan untuk operasional, pemicuan. Yang perlu dimaksimalkan juga adalah pembiayaan melalui kemitraan dg private sektor, perbankan, hingga dana dana nagari misalnya membuat skema kredit jamban, bahkan bisa juga mendorong pembiayaan dari masyarakat seperti arisan jamban.***