Hindari Ujaran Kebencian Dalam Pilkada Agar Masyarakat Tidak Terpecah

id Mardison Mahyuddin

Hindari Ujaran Kebencian Dalam Pilkada Agar Masyarakat Tidak Terpecah

Ketua DPRD Pariaman, Mardison Mahyuddin. (cc)

Pariaman, (Antara Sumbar) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pariaman Sumatera Barat mengimbau dan meminta kepada masyarakat di daerah itu agar menghindari ujaran kebencian dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018.

"Masyarakat harus lebih cerdas dan paham dalam mengeluarkan pernyataan terkait penyelenggaraan Pilkada Pariaman untuk menghindari perpecahan," kata Ketua DPRD setempat Mardison Mahyuddin, di Pariaman, Rabu.

Ia mengatakan berbagai ujaran kebencian yang kerap dilakukan biasanya muncul di media sosial seperti akun Facebook tanpa ada filterisasi dan pertimbangan tertentu.

Akibatnya ujar dia, hal itu dapat membuat masyarakat terkotak-kotak dan menimbulkan kelompok tertentu yang berlawanan dengan lainnya.

Pihaknya juga mengingatkan para pendukung dan masyarakat secara umum agar tidak menyudutkan bakal calon yang akan maju pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

"Jika ingin maju, jangan menghujat dan mematikan atau menutup jalan orang karena itu tidak baik," ujar politisi partai Golkar tersebut.

Apalagi katanya, pada umumnya masyarakat Kota Pariaman merupakan suku Minangkabau dan masih bersifat homogen. Hal itu merupakan modal besar bagi semua pihak dalam menyukseskan Pilkada serentak dengan konsep "Badunsanak".

Jika masyarakat terpecah dengan adanya fitnah dan adu domba maka menjadi kerugian besar, selain itu juga akan merusak citra negara demokrasi yang berdasarkan undang-undang, katanya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pariaman meminta dan mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh rumor politik terkait Pilkada 2018 di daerah itu.

"KPU cukup menyayangkan masih ada masyarakat mengeluarkan pernyataan politik yang kurang baik terutama di media sosial," kata Ketua KPU setempat Boedi Satria.

Ia mengatakan ucapan dan lontaran tersebut pada umumnya tidak memiliki dasar yang jelas sehingga dinilai dapat mempengaruhi dan mengubah pola pikir masyarakat.

"Sebagai contoh ucapan di media sosial seperti kalimat politik tertentu yang belum teruji kebenarannya namun diakhiri," kata bapak itu.

Kalimat "kata bapak itu" katanya, tidak jelas namun dapat menggiring asumsi masyarakat ke arah lain. Hal seperti itu tidak baik dalam membangun demokrasi bagi masyarakat karena cenderung mengarah dan mengiring opini ke arah tertentu. (*)