Polisi Selidiki Dugaan Pungli Oknum Satpol-PP

id Arly Jembar Jumhana

Polisi Selidiki Dugaan Pungli Oknum Satpol-PP

Kapolres Bukittinggi, AKBP Arly Jembar Jumhana. (ANTARA SUMBAR/ Ira Febrianti)

Bukittinggi, (Antara Sumbar) - Kepolisian Resor Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menyelidiki kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum petugas Satuan Polisi Pamong Praja setempat.

Kapolres Bukittinggi, AKBP Arly Jembar Jumhana di Bukittinggi, Kamis malam(5/10), mengatakan Satuan Reserse Kriminal bersama Tim Saber Pungli sebelumnya telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dugaan pungli oleh petugas berinisial E pada 1 Oktober 2017 pukul 01.30 Wib di kantor Satpol PP Bukittinggi.

Ia menerangkan kasus itu berawal dari sanksi penegakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum yang diberikan pada dua orang warga karena berbuat tidak senonoh di tempat umum.

"OTT tidak langsung tiba-tiba. Namun ada informasi dari masyarakat bahwa merasa keberatan dengan sejumlah denda berupa uang yang harus dibayarkan. Meskipun hal itu sebenarnya sudah diatur dalam perda terkait," katanya.

Saat OTT tersebut, ditemukan barang bukti berupa uang sejumlah Rp2.250.000 sebagai denda pelanggaran perda, KTP salah seorang pelaku pelanggar perda, satu unit telepon genggam dan cincin emas seberat 2,5 gram.

"Karena ada cincin dan telepon genggam jadi terindikasi pungli. Bila sesuai perda, selain denda, sanksi yang diberlakukan sifatnya administratif berupa kartu tanda pengenal," katanya.

Atas kejadian tersebut, pihaknya telah meminta keterangan dari oknum E, kedua korban yang merupakan pelanggar perda dan Kepala Satpol PP Bukittinggi.

"Status E sekarang tersangka dan masih satu orang karena masih diselidiki lebih lanjut," ujarnya.

Ia menyebutkan, dalam menangani kasus itu pihak polres telah berkoordinasi dengan inspektorat setempat untuk mengambil langkah yang diperlukan dan mencegah kejadian tersebut kembali terulang.

"Setelah kami evaluasi perda tersebut dinilai memberatkan karena yang sering tertangkap adalah anak muda yang belum bekerja. Namun jelas pemerintah daerah memiliki pertimbangan, dan ini kami serahkan pada pemerintah mengambil langkah perbaikan agar kejadian serupa tidak terulang," ujarnya. (*)