Kemenpar Telah Bangun Pondasi Pariwisata Ranah Minang

id #Kemenpar RI #Pariwisata Sumbar

Kemenpar Telah Bangun Pondasi Pariwisata Ranah Minang

Pebalap memacu sepedanya untuk memasuki garis finis di daerah Puncak lawang, Kabupaten Agam, Sumbar, Selasa (10/6). Etape yang menempuh jarak 165 kilo meter, Yazd Rahim Emami pebalap dari tim Pishgaman yang tercepat dengan catatan waktu empat jam 28 menit 15 detik. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/14 ()

PADANG (Antara Sumbar) - Sumatera Barat merupakan satu daerah yang dikaruniai keelokan alam oleh sang pencipta langit dan bumi. Karena daerah ada laut dengan pasir putih, gunung, danau dan lembah serta ragam tradisi dan budaya.

Yang kesemuaannya dapat menjadi sumber ekonomi bila pemanfaatan dapat secara maksimal, tentu dengan menjaga keberlanjutannya. Pontesi yang takalah benilai itu, salah satunya pengembangan sektor pariwisata yang dapat dijadikan sumber ekonomi masa depan Sumatera Barat.

Setidaknya ini salah satu alasan logis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI membangunkan pondasi sektor pariwisata di Ranah Minang. Pondasi itu adalah even bertaraf internasional yakni Tour de Singkarak atau TdS diawali pada 2009.

Jika diibaratkan dengan suatu bangunan rumah, sudah cukup kuat pondasi yang disiapkan pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata RI, buktinya hingga tahun ini (2017) tak ada aral melintang tetap kembali digelar dan memasuki yang ke-9 kalinya.

Even yang mengikutsertakan belasan negara itu, dengan jumlah peserta dan official mencapai ratusan turis manca negara menjadi daya tarik banyak orang untuk mengenal Sumatera Barat. Jelas sejak diletakkan pondasi pengembangan pariwisata Sumatera Barat, telah nemberi dampak terhadap tingkat kunjungan wisatawan manca negara.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat mencatat 24.661 orang wisatawan mancanegara berkunjung ke sejumlah objek wisata di provinsi itu sejak Januari sampai Juni 2017 yang didominasi oleh pelancong asal Malaysia.

"Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 1.942 orang dibandingkan periode yang sama pada 2016 yang ketika itu kunjungan wisatawan asing mencapai 22.719 orang," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang.

Pada sisi lain ia melihat turis Timur Tengah potensial dibidik berkunjung ke Sumbar dengan syarat pemangku kepentingan yang berwenang harus intensif melakukan promosi objek wisata. "Selama ini turis asal Timur Tengah lebih banyak ke Puncak Jawa Barat, padahal keindahaan alam Sumbar tidak kalah," katanya.

Misi Kemenpar dari even TdS tentu tujuan yang diinginkan bukan sekadar untuk mendatangkan wisatawan melihat dan menikmati keindahan alam Sumatera Barat saja. Jauh impian yang dapat dimaknai dari itu. Bagaimana bisa menggerakan ekonomi daerah melalui munculnya ekonomi kreatif dari masyarakat.

Timbulnya sikap ramah dalam melayani dan mampu menjual potensi wisata yang menjanjikan tersebut, serta bersinergis, dan punya tekad serta fokus dalam pengembangan pariwisata. Apakah itu pada aspek penataan maupun pengelolaannya serta melengkapi insfrastruktur pendukung.

Kenyataan sekarang, sudahkan makna yang tersembunyi mampu diurai dan dibaca oleh para pemangku kepentingan di kota dan kabupaten di Sumatera Barat?. Jawabannya bisa saja masih mengarah kearah sana dan butuh fokus dan serius lagi.

Kemudian salah satu bukti pondasi yang dibangun sembilan tahun silam itu, kini sudah mampu di peringkat lima dunia pada aspek penonton terbanyak. Posisi TdS setelah Giro Ditalia 8 juta dan Tour de France, 12 juta penonton. Hal itu membuktikan cukup fundamental dipersiapkan pengembangan pariwisata Sumatera Barat untuk menyiapkan masa depan ekonomi.

Jika dilihat pada dukungan Kemenpar dari aspek anggaran sudah puluhan dan bahkan ratusan miliran bisa sejak membangun pondasi dasar (TdS) tersebut. Buktinya pada pada tahun 2016 dikucurkan mencapai Rp8 miliar lebih.

Rincian Dana Alokasi Khusus (Pengembangan paket wisata terintergasi Pesisir Selatan) Rp1.36 miliar, TIC, Kawasan Parkir, Pusat Cendetra serta Medan Nan Balinduang Tanah Datar Rp1 miliar.

Sosialisasi Pengembangan Sistim Sadar Wisata dan Peningkatan Kapasitas Usaha Masyarakat di 19 Kabupaten Kota Rp2,1 miliar, Penyusuanan Rencana Detail KSPN siberut, KSPN Bukittinggi, KSPN Singkarak, KSPN Maninjau dan sekitarnya Rp3,6 miliar.

Belakangan kembali terlihat kepedulian dan perhatian Kemenpar dalam mendorong serta mempersiapkan Sumatera Barat menjadi destinasi dunia tidak sampai di TdS semata.

Wisata Halal

Pada penghujung tahun 2016 masih dalam ingatan Sumatera Barat menoreh sejarah, karena terpilih menjadi pemenang Kompetisi Pariwisata Halal Nasional 2016 yang dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata RI.

Dalam KPHN 2016 penentuan pemenang menggunakan sistem e-voting September 2016. Dari 15 kategori dan Sumatera Barat berhasil memenangkan 4 (empat) kategori. Ke empat kategori meliputi Destinasi Wisata Halal Terbaik, Destinasi Kuliner Terbaik, Biro Perjalanan Wisata Halal Terbaik, dan Restoran Halal Terbaik.

Sumatera Barat semakin menunjukan potensinya sebagai tujuan wisata halal dunia dengan meraih penghargaan "World Best Halal Culinary Destination" dan "World's Best Halal Destination" di World Halal Tourism Award 2016, Abu Dhabi, tanggal 7 Desember 2016.

Sumbar masuk pada tiga kategori Worlds Best Halal Tour Operator (Ero Tour), Worlds Best Halal Destination dan Worlds Best Halal Culinary Destination.

"Menciptakan dan meraih lebih mudah daripada mempertahankan", ungkapan ini menjadi tantangan untuk menjawab pertanyaan akankah tujuan wisata halal di Sumatera Barat dapat semakin berkembang dan terus bertahan.

Pertanyaan sederhana tersebut harus dijawab dalam bentuk komitmen bersama semua lini. Penataan mesti dilakukan pada aspek proses dari hulu hingga hilir.

Menjual wisata halal jelas tak cukup sekadar menjual slogan atau bersandar pada merek filosofi adat Ranah Minang, yaitu Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah (ABS/SBK).

Ketika Sumatera Barat mendapatkan penghargaan Kompetisi Pariwisata Halal Terbaik Nasional 2016 dari Kementerian Pariwisata hal itu merupakan nilai jual untuk mendatangkan lebih banyak wisatawan lokal dan mancanegara.

Hal itu juga merupakan daya tarik yang cukup spesifik karena pangsa pasar wisata halal cukup besar mengingat populasi Muslim di Indonesia cukup besar, termasuk negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei dan Timur Tengah.

Pengalaman wisatawan yang pernah berkunjung ke Sumatera Barat mengakui keindahan alam dan hijaunya hutan di bumi Ranah Minang cukup menakjubkan. Setelah Sumatera Barat mendapatkan pengakuan tentu harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan melibatkan lintas sektor.

Wisata halal, tergolong merupakan konsep baru dalam dunia pariwisata. Oleh sebab itu upaya pembenahan dan pemantapan infrastruktur serta promosi mesti disejalankan. Dalam pemotongan pangan hewani yang akan disajikan di restoran atau rumah makan dan hotel-hotel perlu label halal oleh lembaga berwenang, begitu pula cara penyembelihan menggunakan pisau yang tajam.

Sebab, sudah menjadi rahasia umum di sejumlah daerah saat memotong unggas dalam jumlah banyak dilakukan dengan cara-cara yang belum sesuai dengan syariat Islam.

Dinas Peternakan Sumbar mengklaim sudah ada rumah potong hewan di Sumbar yang mengantongi sertifikat halal, baik unggas hingga ternak sapi dan kerbau.

Kepala Dinas Peternakan Sumbar Erinaldi mengatakan hampir pada 19 kabupaten dan kota sudah ada rumah potong hewan, baik unggas maupun sapi dan kerbau dan setiap tahun jumlah terus bertambah. Para pelaku usaha pariwisata sebaiknya memasok daging mesti dari rumah potong hewan resmi.

Namun yang perlu menjadi pertanyaan adalah apakah sudah ada sosialisasi kepada pedagang kuliner hingga instansi terkait di sektor ini, ujarnya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan (Asita) Sumbar Ian Hanafiah mengatakan makna wisata halal itu tidak hanya masalah halal dan haram, tapi juga menyangkut masalah kebersihan, berupa lingkungan bebas sampah, toilet bebas aroma tidak sedap, ramah, senyum, sapa, santun (3S) dan jujur.

Selain itu, juga harus menjadi perhatian bersama kualitas dan kesehatan bahan baku kuliner yang disuguhkan. Karena itu untuk menyukseskan lokasi wisata halal, peran masyarakat dan pemerintah setempat cukup besar, katanya.

Ia mengingatkan masyarakat jangan terlalu bernafsu untuk mencari untung dalam waktu singkat, agar konsep wisata halal juga dapat terlihat dari perilaku masyarakat yang jujur dalam berjualan.

Dalam hal kebersihan juga harus menjadi perhatian yang harus difokuskan, sebab kebersihan merupakan ciri masyarakat Muslim. Sementara pada aspek objek wisata halal, tentu dapat ditunjukkan dengan terbebas dari aksi premanisme dan maksiat, katanya.

Kemudian pedagang yang berjualan di objek wisata harus bersikap santun, ramah dan menjauhkan tindakan pemerasan dengan harga kuliner tak wajar.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang Duski Samad mengatakan adanya motivasi dan kesungguhan dalam pengembangan potensi wisata halal patut dihargai dan diapresiasi oleh semua elemen.

Upaya yang harus dilakukan, ujarnya, adalah ikhtiar atau usaha dengan melihat pada aspek proses. Kebijakan dan sosialisasi yang dilakukan pemerintah daerah harus didukung semua pihak dan bukan hanya sekadar sekelompok orang. Justru itu, hal ini harus menjadi gerakan bersama agar semua pihak dan masyarakat terlibat dalam pengembangannya.

Jadi, bila masih ada yang belum tepat maka semua pihak sama-sama saling mengingatkan, termasuk media massa dan para da'i.

Duski menyarankan dalam mengemas pariwisata halal di Sumbar, semua aspek menjadi perhatian sehingga tak terkesan slogan saja.

Misalnya di hotel-hotel yang menuju penginapan halal harus betul betul memastikan pangan hewani untuk tamu dengan proses sesuai syariat serta mencegah melayani pasangan pengunjung yang bukan muhrim saat memesan kamar.

Bila sudah menjadi tekad untuk menjadikan sektor pariwisata masa depan ekonomi daerah, penting menjaga dan makin menguatan struktur serta memperindah dengan landasan yang sudah kokoh itu. Selama mau bersama-sama berkerja maka impian yang diinginkan bisa dicapai.***