Nelayan yang tergabung dalam Kelompok Ekonomi Masyarakat (KEM) Tikalak,
Kabupaten Solok, Sumatera Barat, kini telah menuai hasil setelah selama
dua tahun berjuang beralih profesi menjadi petani dengan membudidayakan
pepaya.
Mereka telah mampu meraup penghasilan berkisar Rp10 juta hingga
Rp30 juta dalam sebulan dari hasil penjual pepaya, penjualan bibit
pepaya, sayur hidroponik, pupuk organik dan penjualan ternak kambing.
Melalui bantuan hibah PT Pertamina, kelompok yang beranggotakan
22 orang tersebut pada awalnya mencoba membudidayakan pepaya varietas
merah delima, yang kini lebih dikenal dengan pepaya Tikalak.
Pada tahap awal, para petani tersebut menanam sebanyak 500
bibit pepaya, kemudian berkembang dan kini mencapai 3.000 batang.
Dengan pendampingan dan pelatihan dari para dosen yang
tergabung dalam Forum Layanan Informasi Pengabdian Masyarakat (Flipmas)
Minangkabau, mereka mencoba mengembangkan pepaya tersebut dengan membuat
bibit sendiri.
"Sekarang sudah berjumlah 3.000 batang pepaya di lahan seluas lima hektare," ujar Ketua KEM Tikalak, Agus Ramadoni .
Pepaya dipanen hampir setiap minggu. Pemasaran bukan saja
selingkup Kabupaten Solok, melainkan telah merambah ke provinsi
tetangga, seperti Jambi dan Sumatera Selatan.
Hasil dari penjualan tersebut kemudian dibagi tiga, yakni untuk modal, simpanan dan dibagikan kepada anggota.
Selain pepaya, petani setempat mencoba membudidayakan tanaman
lainnya yang cocok dengan karakter tanah, yakni sirsak, jeruk, dan
pengembangan sayur hidroponik serta beternak kambing.
"Rencananya lahan akan kami tambah 2 hektare lagi untuk pengembangan selanjutnya," ujarnya.
Petani yang sebelumnya merupakan nelayan pencari "pensi" atau
kerang Danau Singkarak tersebut, kini juga telah mampu memproduksi pupuk
dan pestisida organik.
Bahan-bahan baku untuk membuat pupuk dan pestisida organik
dengan memanfaatkan tanaman yang berada di perkebunan mereka, seperti
pinang, nanas, pepaya, semangka serta semak yang selama ini dianggap
sebagai pengganggu tanaman.
"Pupuk dan pestisida organik masih kami gunakan sendiri, dan
selebihnya kami jual. Selain pupuk organik padat, kami juga membuat
pupuk organik cair," ujarnya.
Ia menyebutkan telah ada permintaan dari Dinas Pertanian Solok,
namun karena belum sanggup memproduksi dalam jumlah besar, maka
permintaan itu mereka tolak.
"Produksi saat ini masih sekitar 500 kilogram, sementara 450
kilogram kami gunakan untuk memupuk tanaman, selebihnya kami jual,"
sebutnya.
Perkebunan pepaya yang berada dalam satu hamparan tersebut ke
depannya akan dikembangkan menjadi agrowisata. KEM Tikalak berencana
mengembangkan wisata petik.
Dalam penganekaragaman tanaman, mereka juga menanam sirsak dan
rencana "lemon tea". Sementara peternakan kambing yang juga mereka
kembangkan, berada dalam kawasan perkebunan tersebut agar kotorannya
bisa dimanfaatkan menjadi pupuk.
Rencana pengembangan perkebunan tersebut menjadi destinasi
wisata didukung oleh panorama Danau Singkarak yang berada tepat di
seberang jalan.
Arah pengembangan agrowisata telah dimulai dengan membangun tempat untuk berswafoto yang berbentuk haluan kapal.
KEM Tikalak, sebut Doni juga telah mampu membuat minuman
fermentasi berbahan kacang hijau, kedelai, gula merah dan ditambah
dengan yakult. Minuman tersebut mereka beri nama Romansah Tikalak atau
disingkat Romantik.
"Minuman ini belum kami jual bebas, masih dikonsumsi sendiri
karena belum mendapat izin edar dari Dinas Kesehatan," ujarnya.
Kemandirian Masyarakat
Ketua bidang pendidikan dan pelatihan Flipmas KEM Tikalak Singkarak,
Ramaiyulis mengaku kesulitan awal adalah mencoba mengubah masyarakat
Tikalak yang semula bermata pencarian nelayan untuk menjadi petani.
"Kami terus mencoba mendorong dan memberi pelatihan-pelatihan hingga akhirnya berhasil seperti sekarang," ujarnya.
Profesi awal mereka sebagi nelayan masih tetap dijalani pada
malam hari, dan pagi hingga siang harinya mereka menjadi petani.
Ia menambahkan sebelum menentukan tanaman yang tepat untuk
dibudidayakan di Tikalak yang kondisinya gersang, Flipmas Minangkabau
yang beranggotakan dosen baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta
ini, melakukan penelitian hampir setahun.
"Dahulu lahan tempat program ini sebelumnya gersang menjadi bisa menghasilkan nilai ekonomis," ungkap Ramaiyulis.
Ia menyebutkan dalam program KEM yang dikembangkan ini
masyarakat didorong mampu memanfaatkan segala sumber daya yang ada
untuk meningkatkan perekonomian mereka.
"Yang kami ingin tumbuhkan dalam KEM ini 'banyak menjual
sedikit membeli'. Semisal pupuk dan pestisida yang mereka tidak lagi
membeli karena telah mampu membuat sendiri," ujarnya.
Sementara Area Manager Communication and Relations Pertamina
Sumbagut, Fitri Erika menyebutkan Pertamina sebagai BUMN di bidang
energi mencoba hadir di tengah masyarakat untuk memberikan manfaat.
Melalui CSR dan Small Medium Enterprise Partnership Program
(SMEPP), sebutnya Pertamina bersama Flipmas berkeinginan membangun
Nagari Tikalak, Kecamatan X Koto Singkarak.
Bantuan KEM kawasan Singkarak diserahkan sebesar Rp300 juta
untuk pengembangan lahan pertanian dan peternakan agar lebih produktif.
Nagari Tikalak, Kecamatan X Koto Singkarak merupakan wilayah
perdesaan di tepi Danau Singkarak yang telah menjadi binaan Pertamina
sejak tahun 2015.
"Dalam rangka membina masyarakat menuju kemandirian, Pertamina
memberi bantuan pembinaan pemanfaatan lahan kepada kelompok binaan
sampai penyediaan alat pertanian, peternakan dan pembibitan lahan di
kawasan KEM," jelasnya.
"Kami percaya kepada Flipmas karena mereka punya kemampuan dan
keahlian bagaimana bisa membangun ekonomi masyarakat," ujarnya.
Bagi Pertamina, tambahnya ingin memberikan sebuah program yang bisa bermanfaat sehingga masyarakat bisa mandiri.
"Kuncinya adalah mandiri," ujarnya.
Setiap program Pertamina, katanya selalu dikoordinasikan dengan
pemerintah daerah. "Kami, Pertamina, terbuka jika ada proposal dari
masyarakat atau pemerintah daerah untuk membangun daerahnya," ujarnya.
Selain di Solok, Pertamina juga membantu pembentukan KEM di
Mentawai yang membudidayakan ikan karang dan Pariaman di bidang
pertanian. (*)