Dua Terdakwa Pembunuhan di Purus Dituntut 16 Tahun Penjara

id Pembunuhan, Purus, Padang

Dua Terdakwa Pembunuhan di Purus Dituntut 16 Tahun Penjara

Ilustrasi.

Padang, (Antara Sumbar) - Jaksa Penuntut Umum menuntut dua terdakwa pembunuhan di Purus, Kota Padang, Sumatera Barat, yaitu Arwin (49), dan Bayu Satrya (21), dengan hukuman masing-masing 16 tahun penjara.

"Menuntut terdakwa dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan bersama-sama yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, mohon agar majelis menjatuhkan hukuman masing-masingnya 16 tahun penjara," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Padang, Nazif Firdaus di Padang, Rabu.

Jaksa menyebutkan kedua terdakwa tidak terbukti melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang juga masuk dalam dakwaan.

Dalam pertimbangan jaksa disebutkan hal yang memberatkan kedua terdakwa karena mengakibatkan korban Rizki meninggal dunia, dan korban Dodiar mengalami luka berat.

Selain itu kedua terdakwa juga tidak pernah melakukan perdamaian dengan pihak korban.

Menanggapi tuntutan tersebut terdakwa yang didampingi penasihat hukum Eriyal, mengatakan untuk mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang selanjutnya.

Kasus yang menyeret kedua terdakwa itu berawal pada 24 Desember 2016 sekitar pukul 19.00 WIB, di kawasan Purus Kebun Gang Tiga, Jalan Belimbing Nomor 238 RT 03, RW 04, Kelurahan Ujung Gurun, Kecamatan Padang Barat.

Antara korban dan pihak terdakwa adalah tetangga yang rumahnya saling berhadap-hadapan. Penyulut persoalan adalah cek-cok antara kedua pihak.

Berawal ketika Maisiruddin (ayah korban Rizki) melihat Mutia (anak perempuan terdakwa) membawa teman prianya ke dalam rumah. Atas hal tersebut ia kemudian menegur anak terdakwa itu.

"Sekitar pukul 13.00 WIB teman lelaki Mutia datang, keluar setelah Pukul 17.30 WIB. Saya sebagai tetangga tentu merasa punya kewajiban mengingatkan, kemudian memberikan teguran," kata Maisiruddin yang dihadirkan sebagai saksi pada sidang sebelumnya.

Tidak terima dengan teguran tersebut akhirnya Mutia mengadu kepada orang tuanya Arwin (terdakwa). Arwin lalu mendatangi rumah Maysiruddin bersama terdakwa Bayu Satria.

Istri Maisiruddin yaitu Dodiar yang mendengar suara kedua terdakwa dari luar rumah, meminta kedua pelaku berlaku sopan. Namun permintaan tersebut dijawab dengan tindakan pemukulan ke wajahnya oleh terdakwa Bayu, sehingga Dodiar tersungkur ke lantai.

Melihat istrinya diperlakukan kasar Maisiruddin lantas mengambil sebilah golok, dan mengacungkannya kepada kedua terdakwa.

"Saya bertujuan menggertak saja, pak hakim. Karena saya lihat situasi sudah tidak aman," kata Maisiruddin di persidangan.

Setelah itu kemudian terdakwa berlari meninggalkan rumah korban beberapa saat, kemudian datang kembali dengan membawa sebilah pipa besi.

Terdakwa Arwin kemudian memukulkan besi ke kepala Dodiar, sehingga ia tersungkur dan bersimbah darah. Anaknya Rizki Afdal (korban) kemudian datang untuk melindungi sang ibu.

Ia menerima pukulan besi dari terdakwa dengan punggung, sambil mendekap sang ibu untuk melindungi.

Setelah kejadian itu, Dodiar dan Rizki dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Dalam perjalanan Rizki mengeluh kesakitan, kemudian dirujuk ke RSUP M. Djamil sekitar pukul 22.00 WIB.

Namun naas nyawa Rizki tidak bisa diselamatkan, dan dinyatakan meninggal sekitar pukul 02.00 WIB, dengan luka terbuka di bagian punggung, patah tulang tertutup pada bagian kepala, memar pada lengan kiri dan kanan, dan bagian pinggang yang berlumuran darah. (*)