Pentas Galuik Balam di Panggung Hoeridjah Adam
Hentakan giring-giring yang diiringi dendang memecah kesunyian di dalam ruangan pertunjukan yang disaksikan ratusan penonton itu.
Tiba-tiba, sebuah lampu panggung menyinari dua sosok yang berdiri di barisan penonton. Mereka adalah seorang penyanyi dengan giring-giring di kedua kakinya serta seorang pedendang dengan pakaian adat khas Koto Gadang.
Adegan pembuka tersebut berhasil mencuri perhatian penonton untuk menyaksikan persembahan bertajuk Galuik Balam yang merupakan pertunjukan komposisi musik dalam rangka ujian promosi tertutup dan terbuka Program Doktoral Institut Seni (ISI) Surakarta, Jawa Tengah.
Pertunjukan digelar di Gedung Pertunjukan Hoeridjah Adam ISI Padang Panjang Sumatera Barat (Sumbar) itu berlangsung pada Senin (10/7) pukul 20.30 WIB sampai tengah malam.
Suguhan malam itu digagas oleh Rafiloza selaku komposer yang lahir di Muaro Labuah, Kabupaten Solok Selatan, Sumbar, 54 tahun lalu.
Karya tersebut merupakan representasi Rafiloza terhadap fenomena alam dengan menjadikan burung balam sebagai inspirasi dalam menciptakan garapan komposisi musik yang kemudian dipadukan dengan tari-tarian.
Galuik atau bagaluik adalah bersenda gurau dalam bentuk permainan yang bersifat fisik. Namun estetika dalam seni ialah galuik kato (gelut kata) yang merupakan keahlian seseorang dalam mengungkapkan kata-kata indah yang mampu menyentuh hati pendengar.
Sementara itu balam adalah salah satu jenis burung, sehingganya Galuik Balam dapat dimaknai sebagai sebuah model ekspresi yang bernilai keindahan, memberi kesenangan, layaknya hubungan antara dua burung yang saling bercanda.
Rafiloza menuturkan karya musik ini merupakan perpaduan antara beberapa kesenian di Minangkabau, yakni dendang balam-balam dan ritual anak balam.
Pada karya ini diungkapkan bahwa balam-balam bermakna harmonisasi hubungan antarmanusia yang saling berdendang dan bergelut kata melalui aktivitas berbalas pantun secara bergantian.
Selain itu anak balam ialah ritual yang melibatkan makhluk halus dengan tujuan untuk mengobati orang sakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk gaib, dalam pemanggilan roh gaib ini juga menggunakan dendang yang dikenal dengan dendang anak balam.
Rafiloza menambahkan Galuik Balam dalam konteks pertunjukan ini adalah estetika yang melekat dalam realitas, dendang Balam-balam, ritual anak balam menjadi materi dalam proses kreatif penciptaan karya yang selanjutnya dijadikan sasaran kreatif secara audio visual.
Secara rinci, ia menjelaskan orientasi kreatif dalam penciptaan karya ini adalah menciptakan bentuk-bentuk musik baru, mengunakan unsur bunyi dalam kandungan suara burung balam.
Ia mengolah suara burung balam melalui nyanyian anak balam dengan berbagai karakter suara, baik yang berasal dari suara perut, kerongkongan maupun mulut.
Wujud Kesetiaan
Melalui karyanya Rafiloza ingin menyampaikan tiga poin penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap manusia dengan mengacu pada balam dan ritual anak balam.
Poin pertama ialah sebagai wujud percintaan yang mengarah pada persoalan kasih sayang, yang dalam hal ini adalah percintaan pasangan manusia.
Poin kedua ialah wujud kesetiaan, sebagaimana yang diketahui bahwa burung balam adalah salah satu hewan yang dikenal setia kepada pasangannya.
Ia mengatakan kesetiaan yang ingin disampaikan yaitu usaha manusia dalam mempertahankan keakraban atau kasih sayang yang dilakukan pada bagian sebelumnya.
Lebih lanjut Rafiloza menjelaskan poin ketiga yang disampaikan melalui komposisi musik ini adalah sebuah wujud pengobatan, berangkat dari ritual anak balam yang memiliki fungsi religius.
Musik Modern
Dalam penggarapannya sang komposer menggunakan pendekatan pada budaya Minangkabau dan musik modern atau kontemporer.
Karya musik yang digarap oleh Rafiloza menunjukkan unsur-unsur konsep interpretasi dalam 'Galuik Balam' yang terdiri atas konsep musikal interteks.
Selain itu di dalam karya ini juga terdapat konsep musikal modern, konsep non-musikal serta konsep musik kolaboratif.
Lebih lanjut Rafiloza berhasil mewujudkan sebuah musik yang terdiri atas penggalian terhadap hakikat balam-balam dan anak balam.
Ia juga membangun musikal berdasarkan suasana magis anak balam dengan menggabungkan instrumen tradisi, modern dan musikal sehingga menciptakan unsur-unsur yang dramatik.
Pada pementasan tersebut Rafiloza melibatkan 109 pegiat seni serta akademikus di lingkungan ISI Padang Panjang.
Ferry Herdianto selaku Pimpinan Produksi menyebutkan 109 orang pendukung tersebut terbagi dalam tim artistik dan tim produksi.
Terkait penggunaan tim dalam jumlah yang besar Rafiloza menjelaskan ia ingin menampilkan sesuatu yang baru dari wajah kesenian Minang.
Menurutnya dalam beberapa kesenian tradisional Minang biasanya hanya melibatkan pemain dalam jumlah sedikit, seperti halnya saluang yang hanya membutuhkan seorang tukang saluang dan satu orang tukang dendang.
Selain saluang, pada kesenian rabab pesisir bahkan hanya membutuhkan satu orang pemain yang merangkap sebagai pemain rabab dan sebagai juru cerita.
Sementara itu Koordinator Humas pementasan Sulaiman Juned mengatakan pertunjukan Musik Galuik Balam dengan Komposer Rafiloza ini akan diuji oleh sembilan guru besar dari ISI Surakarta.
Dalam proses ujian meraih doktor, ia menyebutkan Rafiloza dibimbing oleh Prof Pande Made Sakerta sebagai promotor, serta Dr Bambang Sunarto dan Ediwar Ph.D sebagai co promotor.
Selaku Promotor, Prof Made Sakerta mengharapkan agar Rafiloza dapat terus aktif berkarya dalam dunia kesenian serta melahirkan karya-karya lainnya.
"Dengan bertambahnya satu orang doktor dalam bidang penciptaan musik semoga memberikan dampak terhadap kelestarian musik tradisi di Indonesia," katanya. (*)
Tiba-tiba, sebuah lampu panggung menyinari dua sosok yang berdiri di barisan penonton. Mereka adalah seorang penyanyi dengan giring-giring di kedua kakinya serta seorang pedendang dengan pakaian adat khas Koto Gadang.
Adegan pembuka tersebut berhasil mencuri perhatian penonton untuk menyaksikan persembahan bertajuk Galuik Balam yang merupakan pertunjukan komposisi musik dalam rangka ujian promosi tertutup dan terbuka Program Doktoral Institut Seni (ISI) Surakarta, Jawa Tengah.
Pertunjukan digelar di Gedung Pertunjukan Hoeridjah Adam ISI Padang Panjang Sumatera Barat (Sumbar) itu berlangsung pada Senin (10/7) pukul 20.30 WIB sampai tengah malam.
Suguhan malam itu digagas oleh Rafiloza selaku komposer yang lahir di Muaro Labuah, Kabupaten Solok Selatan, Sumbar, 54 tahun lalu.
Karya tersebut merupakan representasi Rafiloza terhadap fenomena alam dengan menjadikan burung balam sebagai inspirasi dalam menciptakan garapan komposisi musik yang kemudian dipadukan dengan tari-tarian.
Galuik atau bagaluik adalah bersenda gurau dalam bentuk permainan yang bersifat fisik. Namun estetika dalam seni ialah galuik kato (gelut kata) yang merupakan keahlian seseorang dalam mengungkapkan kata-kata indah yang mampu menyentuh hati pendengar.
Sementara itu balam adalah salah satu jenis burung, sehingganya Galuik Balam dapat dimaknai sebagai sebuah model ekspresi yang bernilai keindahan, memberi kesenangan, layaknya hubungan antara dua burung yang saling bercanda.
Rafiloza menuturkan karya musik ini merupakan perpaduan antara beberapa kesenian di Minangkabau, yakni dendang balam-balam dan ritual anak balam.
Pada karya ini diungkapkan bahwa balam-balam bermakna harmonisasi hubungan antarmanusia yang saling berdendang dan bergelut kata melalui aktivitas berbalas pantun secara bergantian.
Selain itu anak balam ialah ritual yang melibatkan makhluk halus dengan tujuan untuk mengobati orang sakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk gaib, dalam pemanggilan roh gaib ini juga menggunakan dendang yang dikenal dengan dendang anak balam.
Rafiloza menambahkan Galuik Balam dalam konteks pertunjukan ini adalah estetika yang melekat dalam realitas, dendang Balam-balam, ritual anak balam menjadi materi dalam proses kreatif penciptaan karya yang selanjutnya dijadikan sasaran kreatif secara audio visual.
Secara rinci, ia menjelaskan orientasi kreatif dalam penciptaan karya ini adalah menciptakan bentuk-bentuk musik baru, mengunakan unsur bunyi dalam kandungan suara burung balam.
Ia mengolah suara burung balam melalui nyanyian anak balam dengan berbagai karakter suara, baik yang berasal dari suara perut, kerongkongan maupun mulut.
Wujud Kesetiaan
Melalui karyanya Rafiloza ingin menyampaikan tiga poin penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap manusia dengan mengacu pada balam dan ritual anak balam.
Poin pertama ialah sebagai wujud percintaan yang mengarah pada persoalan kasih sayang, yang dalam hal ini adalah percintaan pasangan manusia.
Poin kedua ialah wujud kesetiaan, sebagaimana yang diketahui bahwa burung balam adalah salah satu hewan yang dikenal setia kepada pasangannya.
Ia mengatakan kesetiaan yang ingin disampaikan yaitu usaha manusia dalam mempertahankan keakraban atau kasih sayang yang dilakukan pada bagian sebelumnya.
Lebih lanjut Rafiloza menjelaskan poin ketiga yang disampaikan melalui komposisi musik ini adalah sebuah wujud pengobatan, berangkat dari ritual anak balam yang memiliki fungsi religius.
Musik Modern
Dalam penggarapannya sang komposer menggunakan pendekatan pada budaya Minangkabau dan musik modern atau kontemporer.
Karya musik yang digarap oleh Rafiloza menunjukkan unsur-unsur konsep interpretasi dalam 'Galuik Balam' yang terdiri atas konsep musikal interteks.
Selain itu di dalam karya ini juga terdapat konsep musikal modern, konsep non-musikal serta konsep musik kolaboratif.
Lebih lanjut Rafiloza berhasil mewujudkan sebuah musik yang terdiri atas penggalian terhadap hakikat balam-balam dan anak balam.
Ia juga membangun musikal berdasarkan suasana magis anak balam dengan menggabungkan instrumen tradisi, modern dan musikal sehingga menciptakan unsur-unsur yang dramatik.
Pada pementasan tersebut Rafiloza melibatkan 109 pegiat seni serta akademikus di lingkungan ISI Padang Panjang.
Ferry Herdianto selaku Pimpinan Produksi menyebutkan 109 orang pendukung tersebut terbagi dalam tim artistik dan tim produksi.
Terkait penggunaan tim dalam jumlah yang besar Rafiloza menjelaskan ia ingin menampilkan sesuatu yang baru dari wajah kesenian Minang.
Menurutnya dalam beberapa kesenian tradisional Minang biasanya hanya melibatkan pemain dalam jumlah sedikit, seperti halnya saluang yang hanya membutuhkan seorang tukang saluang dan satu orang tukang dendang.
Selain saluang, pada kesenian rabab pesisir bahkan hanya membutuhkan satu orang pemain yang merangkap sebagai pemain rabab dan sebagai juru cerita.
Sementara itu Koordinator Humas pementasan Sulaiman Juned mengatakan pertunjukan Musik Galuik Balam dengan Komposer Rafiloza ini akan diuji oleh sembilan guru besar dari ISI Surakarta.
Dalam proses ujian meraih doktor, ia menyebutkan Rafiloza dibimbing oleh Prof Pande Made Sakerta sebagai promotor, serta Dr Bambang Sunarto dan Ediwar Ph.D sebagai co promotor.
Selaku Promotor, Prof Made Sakerta mengharapkan agar Rafiloza dapat terus aktif berkarya dalam dunia kesenian serta melahirkan karya-karya lainnya.
"Dengan bertambahnya satu orang doktor dalam bidang penciptaan musik semoga memberikan dampak terhadap kelestarian musik tradisi di Indonesia," katanya. (*)