Indonesia Perlu Pimpin Pemberantasan Pencurian Ikan Global

id Luhut Binsar Pandjaitan

Indonesia Perlu Pimpin Pemberantasan Pencurian Ikan Global

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Indonesia perlu memimpin pemberantasan pencurian ikan secara global karena aktivitas kejahatan tersebut terkait erat dengan beragam jenis aktivitas kriminal lainnya sehingga dibutuhkan kerja sama internasional guna mengatasinya.

"Indonesia harus memimpin pembentukan norma-norma baru dalam upaya memerangi illegal fishing di kawasan dan juga pada tingkat global," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan dalam kata sambutan pada Rakornas IUUF di Jakarta, Selasa.

Menurut Luhut, pada tingkat kawasan, Indonesia telah memimpin pertemuan regional yang akan membentuk instrumen kerja sama yang mengikat secara hukum untuk memerangi tindak kriminal dalam perikanan.

Upaya itu, lanjutnya, melibatkan antara lain negara-negara ASEAN, Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, China, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara dari kawasan Uni Eropa.

"Jepang, AS dan UE perlu dilibatkan sebagai negara-negara pasar dunia di bidang perikanan. UE adalah importir ikan terbesar di dunia, 24 persen dari total nilai bisnsi ikan di dunia. Tanpa tekanan pasar terbesar di dunia, upaya memerangi illegal fishing akan sulit terwujud," paparnya.

Selain itu, ujar Luhut dalam KTT Asosiasi Negara-Negara Lingkar Samudera Hindia (IORA) di Jakarta, beberapa waktu lalu, telah disepakati dokumen kerja sama dalam memerangi tindak kejahatan di sektor perikanan.

Menko Maritim juga mengutarakan, upaya lainnya adalah melalui simposium internansional kejahatan perikanan di sejumlah negara, perlu menjadi fokus arus utama agenda masyarakat di berbagai forum yang relevan.

"Indonesia harus menggunakan momentum ini untuk menunjukkan kepemimpinannya," tuturnya.

Kejahatan transnasional terorganisasikan

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi juga meminta dunia agar memahami bahwa IUU Fishing atau aktivitas pencurian ikan adalah kejahatan transnasional yang terorganisasikan, yang juga dapat terkait dengan perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, penyelundupan binatang langka, dan sebagainya.

Pemahaman tersebut, lanjutnya, seharusnya dapat membuat terbentuknya sebuah tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisasikan, dan untuk mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB.

Menurut Susi, Indonesia adalah saksi kejahatan pelanggaran HAM tersebut, mulai dari perdagangan manusia, perbudakan anak, hingga pelecehan fisik dan seksual yang terjadi di kapal penangkap ikan.

Selain itu, ujar dia, tidak jarang juga terjadi penyelundupan mulai dari bahan makanan seperti beras, bawang, pakaian, hingga obat-obatan terlarang, alkohol, dan narkotika.

"Mereka juga menyelundupkan satwa liar yang terancam punah, seperti burung beo, burung surga, dan armadillo," ungkap Menteri Susi.

Karena itu, ia mengimbau negara-negara anggota PPB agar tidak membiarkan praktik "illegal fishing" terjadi secara bebas di masing-masing negara.

Susi mengingatkan bahwa pemberantasan pencurian ikan bila dilakukan suatu negara maka sama saja akan menguntungkan negara tersebut sehingga berbagai pemerintahan di dunia juga diharapkan fokus untuk melakukannya. (*)