Pancasila dan Kita Hari Ini

id Pancasila

Pascareformasi gaung sosialisasi dan penanaman nilai-nilai Pancasila seakan meredup setelah program Pedoman, Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) dihentikan.

Bersamaan dengan gelombang perubahan itu, seluruh sendi kehidupan bernegara dan berbangsa juga mengalami perubahan dengan semangat demokratisasi, penegakan hukum dan hak asasi manusia serta keadilan.

Padahal nilai-nilai itu sejatinya sudah terkandung secara lengkap dalam Pancasila dan juga penerapan dalam kehidupan sehari-hari yang dituangkan dalam butir-butir Pancasila.

Dalam pidatonya di hadapan Kongres Amerika Serikat 1956, Presiden Pertama RI Sukarno memaparkan tentang lima prinsip utama bangsa Indonesia.

"Pancasila adalah lima prinsip yang menjadi tuntunan pada kehidupan nasional kami," kata Presiden RI pertama itu.

Inti dari lima prinsip tersebut, kata Sukarno, adalah yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kedua nasionalisme, yang ketiga kemanusiaan, keempat demokrasi dan yang kelima adalah keadilan sosial.

38 tahun sebelum reformasi 1998, Presiden Sukarno sudah menyampaikan kepada dunia internasional bagaimana Pancasila dipercaya bisa menjadi pedoman bangsa Indonesia di tengah-tengah sejumlah masalah yang mendera bangsa yang baru merdeka itu.

Dalam kesempatan Sukarno menyampaikan pidato dalam sidang umum PBB tahun 1960, suasana politik internasional tengah dihiasi oleh perang ideologi, antara liberal dan komunis.

Menyikapi pertentangan ideologi itu yang menyebabkan hampir seluruh negara di dunia terbelah menjadi dua kutub ideologi tersebut, Sukarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia mempercayai bahwa Pancasila merupakan ideologi yang tepat.

Bahkan dalam salah satu bagian pidatonya, Sukarno mengatakan bahwa penerapan Pancasila secara universal bisa menjadi salah satu kunci meredakan ketegangan dunia akibat perseteruan dua kubu yang berbeda ideologi tersebut.

Keprihatinan Bangsa

Beberapa tahun setelah reformasi, mulai dirasakan adanya euforia yang menyebabkan beberapa sendi kehidupan masyarakat berubah dan memiliki peluang munculnya dampak negatif.

Pada dekade 2000-an hingga 2002 sejumlah konflik antarkelompok masyarakat terjadi di sejumlah daerah. Meski kemudian dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik, namun potensi ancaman konflik masih mengintai hingga saat ini.

Akhir-akhir ini, kesadaran untuk mengaplikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam Pancasila kembali menguat.

Fenomena meningkatnya penyebaran paham radikal yang merupakan imbas dari perkembangan organisasi radikal secara global serta perbedaan pendapat antarkelompok masyarakat yang kemudian meruncing menjadi pertentangan berbasis kelompok mendorong kesadaran untuk kembali menelaah nilai-nilai Pancasila kembali menguat.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dalam sebuah kesempatan mengatakan tugas kolektif bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini adalah menjadikan Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

"Pendiri negara Indonesia telah mewariskan ideologi yang bersumber dari sejarah dan budaya bangsa, yakni Pancasila, yang patut diterapkan sebagai sistem etika dalam tindakan," katanya.

Menurut Zulkifli, Pancasila tidak boleh berhenti sebagai sistem yang statis, tapi harus terus hidup dalam setiap individu bangsa Indonesia yang tercermin dari perilakunya sehari-hari.

Pancasila, kata dia, juga harus menjadi panduan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita negara yang telah diamanahkan pendiri bangsa pada pembukaan UUD 1945.

Sementara itu Wakil Ketua MPR Oesman Sapta mengatakan kesepakatan bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara merupakan keputusan final yang tak akan berubah.

"Bangsa ini sudah final soal dasar negara. Pancasila itu sudah final. Pancasila sudah selesai. Jadi kalau ada orang yang menggunakan agama untuk kepentingan politik itu harus dihentikan," katanya dalam sebuah kesempatan.

Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo menyadari pentingnya mendorong kembali Pancasila untuk dapat dipahami secara utuh oleh masyarakat.

Upaya mendorong masyarakat untuk memahami dan mengamalkan Pancasila sebenarnya telah dilakukan pada saat sebelum reformasi melalui program Pedoman, Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4).

Pada masa itu, upaya sosialisasi dilakukan melalui sistem pemberian materi secara berjenjang sejak masuk sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi.

Namun setelah pemerintahan Orde Baru berganti, sebagai salah satu konsekuensi reformasi, maka hampir semua kegiatan yang dinilai berkaitan dengan Orde Baru dihentikan, termasuk program penataran P4.

Kini saat arus informasi sedemikian bebas, termasuk dengan perkembangan teknologi penggunaan media sosial yang semakin luas, salah satu dampak negatif yang dirasakan adalah semakin mudahnya paham-paham radikal dan juga berbagai pemikiran diserap oleh masyarakat.

Tidak akan menjadi masalah ketika masyarakat telah siap menerima terpaan informasi yang terdiri dari berbagai ragamnya. Namun ketika banjir informasi terjadi dan masyarakat tidak siap menerimanya maka dampak negatif yang akan mengemuka.

Pemahaman yang baik tentang nilai-nilai Pancasila akan mendorong masyarakat untuk mengembangkan diskusi dan dialektika ketika ada ideologi lain yang diterima sebagai informasi dan kemudian akan mengembangkan pemikiran yang komprehensif dan mendalam atas sebuah isu atau ide serta gagasan tertentu.

Namun saat pemahaman tentang Pancasila tak mendalam, ditambah dengan lemahnya minat baca maka ketika ada ide atau gagasan yang datang bisa saja langsung diserap tanpa adanya dialektika dan pemikiran yang lebih mendalam.

Pemerintah kemudian mendorong sebuah gerakan untuk mengembalikan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila.

Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 telah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Pada 2017, pemerintah akan memeriahkan peringatan Hari Lahir Pancasila dengan lebih semarak melalui berbagai kegiatan yang terangkum dengan tema peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2017 yaitu "Saya Indonesia, Saya Pancasila".

Peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2017 akan dipusatkan di halaman Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri yang berlokasi di Jl Pejambon, Jakarta Pusat.

Menurut rencana, Presiden Jokowi akan menjadi Inspektur Upacara peringatan.

Selain itu, penyelengaraan Upacara Bendera juga dilaksanakan di setiap kantor instansi pemerintah baik pusat, daerah, maupun kantor perwakilan Indonesia di luar negeri.

Pemerintah juga menyelenggarakan Pekan Pancasila pada 29 Mei hingga 4 Juni 2017 untuk meramaikan Hari Lahir Pancasila pada tahun ini.

Dalam Pekan Pancasila ini, pemerintah akan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengkampanyekan program tersebut antara lain berupa penayangan iklan layanan masyarakat di stasiun-stasiun televisi dan bioskop, demikian siaran pers dari Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden diterima Antara di Jakarta pada Jumat.

Program lainnya talkshow dan musik di berbagai stasiun radio, penerbitan dan pendistribusian buku, serta program lainnya.

Berbagai upaya untuk menjaga Indonesia perlu dilakukan untuk memastikan keberlangsungan negara dan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita bersama yaitu kesejahteraan sosial.

Seperti yang pernah disampaikan Presiden Sukarno,"ayo bangsa Indonesia dengan jiwa yang berseri-seri mari berjalan terus jangan berhenti, revolusimu belum selesai, jangan berhenti sebab tujuan kita bernegara bukan hanya satu windu saja, kita bertujuan bernegara, seribu windu lamanya, bernegara selama-lamanya..." (*)