Tiga Tersangka Korupisi Heli AW-101

id Gatot Nurmantyo, Korupisi Heli AW-101

Jakarta, (Antara Sumbar) - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengumumkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter militer AgustaWestland (AW) 101 yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp220 miliar.

"Dan dari hasil pemeriksaan tersebut, penyidik POM TNI punya alat bukti yang cukup dan meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan sementara menetapkan 3 tersangka militer," kata Gatot dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Gatot melakukan konferensi pers bersama dengan Kepala Satuan Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

"Pertama adalah Marsma TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat akta komitmen PPK dalam pengadaan barang dan jasa," ungkap Gatot.

FA adalah Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy yang saat ini Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara. Sebelumnya ia merupakan Danlanud Iswahyudi Madiun (2015-2016), Kadisadaau (2016-2017) dan Kaskoopsau I (2017-2017).

"Tersangka kedua adalah Letkol admisitrasi BW pejabat pemegang kas atau pekas dan tersangka ketiga Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu," tambah Gatot.

Kesimpulan tersangka itu berdasarkan hasil pemeriksaan tim POM TNI dan KPK terhadap 6 orang saksi dari TNI dan 7 orang sipil nonmiliter 7. Penyidik POM TNI juga sudah memblokir rekening atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp139 miliar.

PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").

"Jadi dengan kerja sama hasil penyelidikan POM TNI dan KPK dan PPATK, terhadap dugaan penyimpangan pengadaan Heli AW 101 TNI AU, hasil sementara perhitungan ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dengan basis perhitungan saat itu nilai 1 dolar AS adalah Rp13 ribu," jelas Gatot.

Modus yang dilakukan oleh para tersangka adalah dengan melakukan penggelembungan harga (mark up).

"Jadi POM TNI meningkatkan dari penyelidikan ke penyidikan ini sudah mendapatkan informasi awal bahwa minimal ada penyimpangan, mark up sekitar Rp220 miliar. Untuk hal lain tidak bisa dibuka di sini karena berkaitan dengan rahasia penyidikan," tambah Gatot.

Total anggaran pengadaan helikopter itu sendiri adalah Rp738 miliar.

Sedangkan tersangka dari pihak swasta diserahkan kepada KPK untuk melakukan penyidikan.

"Tersangka dari pihak TNI-nya sudah dinaikkan kemudian swastanya yang menangani KPK dan hari ini sudah dilakukan penyelidikan dan mudah-mudahan tidak lama dilakukan penyidikan sehingga dalam waktu tidak terlalu lama bisa berjalan bersama, tapi kita sepakat TNI akan dilakukan di peradilan militer kemudian swasta di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) biasa," tutur Ketua KPK Agus Rahardjo. (*)