BNPB: Kerawanan Karhutla Cukup Tinggi di 2017

id kebakaran, Hutan, BNPB

BNPB: Kerawanan Karhutla Cukup Tinggi di 2017

(ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Pangkalan Kerinci, (Antara Sumbar) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei mengatakan, kerawanan kebakaran hutan dan lahan pada 2017 masih cukup tinggi di sejumlah titik panas di Indonesia, sehingga meminta kesiapsiagaan seluruh daerah yang rawan.

"Berdasarkan hasil analisisis dari sejumlah lembaga meteorologi, dari Australia, Amerika, Jepang, Selandia Baru, termasuk BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisiska), pada 2017 diinformasikan kemarau normal yang artinya kerawanan terhadap Karhutla cukup tinggi dibanding 2016," kata Willem usai menghadiri Peluncuran Program Desa Bebas Api yang diselenggarakan PT Riau Andalas Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Selasa.

Dikatakannya, berdasarkan hasil anailisis dan prediksi BNBP, pada 2017 tidak ada indikasi terjadinya fenomena El Nino, namun demikian potensi Karhutla masih menjadi catatan penting bagi daerah setempat untuk tidak lengah dan selalu meningkatkan kewaspadaan yang dititikberatkan pada pencegahan dini bencana kebakaran hutan dan lahan.

"Saya minta 2017 tingkatkan lagi, jangan sampai lengah sosialisasi kepada masyarakat harus intens memberikan kesadaran untuk ikut, yang paling penting partisispasi masyarakat untuk turut dalam pencegahan," tuturnya.

Musim hujan yang diprediksi berakhir pada Mei 2017 ini, kata Willem, pihaknya sudah mempersiapkan 27 helikopter water bombing yang akan dioperasionalkan di sejumlah wilayah sebagai upaya preventif pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

"Dua provinsi yaitu Riau dan Sumsel yang menyatakan status siaga karhutla, kami imbau daerah lain untuk segera agar sumberdaya dari pusat contoh saya mulai siapkan helikopter water bombing dan sebagainya dapat digunakan," tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Willem mengatakan keberhasilan penanganan bencana asap pada 2016 tidak terlepas dari kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan perusahaan, sehingga ia mengapresiasi konstribusi PT RAPP dengan program Desa Bebas Api yang telah berlangsung selama tiga tahun secara statistik menurunkan hotspot di Provinsi Riau.

"Menurut saya ini program yang cerdas dari PT RAPP, atas nama pemerintah kami berterimakasih kepada desa yang berhasil menjaga tidak terjadi kebakaran hutan," katanya.

Sementara, Peluncuran Desa Bebas Api 2017 oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang merupakan unit bisnis dari APRIL Grup, merupakan bentuk dukungan atas program pemerintah untuk mencegah sejak dini karhutla.

Program Desa Bebas api atau Free Fire Village telah ada pada tahun-tahun sebelumnya, terbukti efektif mencegah kebakaran hutan dan lahan, karena melalui program ini, setiap orang diingatkan untuk tidak membakar hutan dan lahan lagi.

Pada 2017 ini, jumlah desa di Provinsi Riau yang termasuk dalam program Desa Bebas Api berjumlah 18 desa yang berasal dari Kabupaten Pelalawan (Langgam, Penarikan dan Pangkalan Gondai), Siak (Dayun, Olak, Lubuk Jering), dan Kepulauan Meranti (Tanjung Padang, Tasik Putri Puyu, Mekar Delima, Dedap, Kudap, Lukit, Bumi Asri, Pelantai, Teluk Belitung, Mayang Sari, Bagan Melibur dan Mekar Sari).

Setiap desa terdapat satu koordinator penggerak dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla)di Desa Program Bebas Api, setiap hari melakukan patroli mengelilingi desa untuk memantau api. Mereka juga mensosialisasikan bahaya karhutla kepada masyarakat setempat.

Naiknya jumlah desa yang bergabung dalam program ini bukanlah tanpa alasan. Hal ini karena pihak RAPP memberikan hadiah (reward) yang menarik kepada desa yang telah sukses mencegah pembakaran lahan di wilayahnya.

Hadiah tersebut berupa pemberian Rp100 juta non-tunai, atau dalam bentuk program jika sebuah desa telah sukses menerapkan tidak ada api. Sementara itu, jika masih ada pembakaran lahan, desa yang bersangkutan hanya akan diberikan setengahnya, yaitu Rp50 juta. Hadiah ini tidak diberikan dalam bentuk uang melainkan barang atau dalam bentuk pembangunan infrastruktur di desa. (*)