Menanti Agrowisata Burung Hantu di Agam

id Burung Hantu

Menanti Agrowisata Burung Hantu di Agam

Penangkaran burung hantu. (Antara)

Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sumatera Barat, memilih Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, untuk dijadikan kawasan agrowisata burung hantu.

Untuk mewujudkannya, pihak BPTPH mengharapkan dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Agam dengan mengalokasikannya dalam APBD setempat, kata Kepala Bagian Iklim dan Dampak Perubahan Iklim BPTPH Sumbar, Mufridawati.

Dana itu dibutuhkan antara lain untuk menambah rumah (sangkar) burung hantu, biaya pembangunan jalan usaha tani di sekitar lokasi dan lainnya, ucapnya menambahkan.

Dengan adanya dukungan tersebut, maka Nagari Koto Kaciak akan menjadi tujuan bagi wisatawan untuk melihat lebih dekat kegiatan penangkaran burung hantu.

Dari hasil kegiatan-kegiatan tersebut juga bisa melibatkan masyarakat sekitar dan tentu akan berdampak pada peningkatan ekonomi serta kesejahtera mereka.

Dengan adanya kawasan agrowisata itu nantinya tentu akan memicu munculnya para pedagang makanan dan minuman di sekitar lokasi yang berasal dari masayarakat setempat.

Untuk mewujudkan agrowisata itu pihak Pemerintah Kabupaten Agam telah memperoleh bantuan dua unit rumah/sangkar burung hantu yang diberikan Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat.

Burung hantu itu juga untuk melindungi satwa yang sangat berguna sebagai predator bagi hama tikus.

Koordinator Pengamat Hama Kabupaten Agam, Asmardi M di Lubuk Basung, Kamis, mengatakan dua unit rumah burung hantu ini dipasang di lahan milik Kelompok Tani Barek Sapiku dan Kelompok Tani Banda Kapeh, Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya.

"Lokasi pemasangan rumah burung hantu itu berada di sekitar pohon agar burung tersebut nyaman dan dapat berkembang biak di sana," ujarnya.

Supaya burung hantu bisa menetap di lokasi tersebut, pihaknya akan memancing dengan tikus beberapa ekor.

Setelah itu burung hantu tersebut biasanya akan menetap untuk selamanya di lokasi yang telah disediakan itu, asalkan tidak diganggu oleh warga setempat.

"Kita juga melibatkan kelompok tani untuk memantau aktivitas burung hantu tersebut. Di Nagari Koto Kaciak telah memiliki Peraturan Nagari (Perna) tentang pelestarian burung hantu," katanya.

Pelestarian burung hantu bertujuan untuk mengatasi perkembangan hama tikus pada lahan pertanian di daerah itu, karena Kecamatan Tanjung Raya merupakan daerah kronis endemis tikus, sehingga hama tikus hampir tiap tahun menyerang lahan pertanian di kecamatan itu.

Dengan kondisi ini, Pemkab Agam menganggarkan dana pada APBD untuk tambahan pengadaan burung hantu.

Kini burung hantu itu dikembangkan di Kecamatan Lubuk Basung, Tanjung Raya, Palembayan dan Ampek Koto.

Sekarang populasi burung hantu di empat kecamatan ini sudah mencapai ribuan ekor.Dengan meningkatnya populasi burung hantu itu, diharapkan hama tikus tidak lagi menyerang lahan pertanian mereka.

"Burung hantu ini merupakan salah satu musuh alami dari hama tikus yang menyerang padi milik petani," tambahnya.

Sementara Kepala Bagian Iklim dan Dampak Perubahan Iklim BPTPH Sumbar, Mufridawati menjelasakan selama 2017 pihaknya telah melakukan pengadaan sebanyak 10 unit rumah/sangkar burung hantu di Sumbar.

Ke 10 unit rumah burung hantu itu diserahkan ke Kabupaten Agam sebanyak dua unit, Pasaman Barat dua unit, Pesisir Selatan dua unit dan Padang Pariaman dua unit.

Mengenal burung hantu

Situs Wikipedia menyebutkan bawa burung hantu masuk dalam kelompok burung anggota ordo Strigiformes, yang tergolong hewan buas (karnivora, pemakan daging).

Burung hantu merupakan hewan malam dan ada sekitar 222 spesies yang telah diketahui dan menyebar di seluruh dunia.

Di negara-negara Eropa Barat, hewan ini dianggap simbol kebijaksanaan, tetapi di beberapa tempat di Indonesia dianggap pembawa pratanda maut, sehingga diberi nama burung hantu.

Burung hantu dikenal karena matanya besar dan menghadap ke depan, tidak seperti umumnya jenis burung yang matanya menghadap ke samping.

Paruh burung ini bengkok tajam seperti elang dan susunan bulu di kepalanya yang membentuk lingkaran wajah.

Tampilan "wajah" burung hantu ini terkesan menyeramkan, apalagi lehernya demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang.

Umumnya burung hantu berbulu burik, kecokelatan atau abu-abu dengan bercak-bercak hitam dan putih. Dipadukan dengan perilakunya yang kerap mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung ini tidak mudah kelihatan.

Ekor burung hantu umumnya pendek, tapi sayapnya besar dan lebar. Rentang sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya.

Burung hantu biasanya berburu makanan saat malam hari, walau ada juga mencari mangsa ketika hari remang-remang di waktu subuh dan sore.

Mangsa burung ini seperti serangga, kodok, tikus, dan lain-lain. Burung hantu membuat sarang di lubang-lubang pohon.

Hewan ini dikenal sebagai pembasmi tikus yang handal sehingga kerap digunakan sebagai hewan pembasmi hama itu di sektor pertanian.

Burung hantu merupakan musuh bebuyutan dari tikus sehingga mulai banyak petani maupun perusahaan pertanian yang menggunakannya untuk menanggulangi serangan tikus.

Unggas ini lebih efektif dibandingkan pengendalian tikus menggunakan racun.

Di Indonesia terdapat sedikitnya 14 jenis burung hantu yang hidup di negeri ini, yakni Burung Hantu Tito Alba, Wowo-wiwi, Celepuk Merah, Celepuk Gunung, Celepuk, Celepuk Rajah, Hingkik dan Bloketupu.

Lalu burung hantu Beluk watu Jawa, Punggok Cokelat, Seloputo, Kokok Beluk, Beluk Telinga Pendek, dan Celepuk Reban.

Kini burung hantu bukan lagi binatang yang ditakuti, melainkan termasuk satwa peliharaan yang banyak digandrungi, terutama oleh anak-anak muda.

Akan tetapi memelihara burung hantu tidak sama dengan burung biasa, jika salah mengurus satwa ini bisa cepat stress bahkan mati.

Yang harus diperhatikan dalam memelihara burung hantu antara lain, burung ini akan lebih nyaman jika ditaruh di kayu sebagai pijakan, jangan memberinya makan berlebihan dan sebagai binatang yang hidup di malam hari, sebaiknya jangan taruh unggas di tempat yang terpapar matahari.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah sering-seringlah berinteraksi dengan burung ini. Jika upaya mengembangkan burung ini berhasil dan menjadi andalan sebagai predator tikus dan hama lainnya, maka budi daya pertanian di kawasan agrowisata di Agam diharapkan semakin sukses, menyejahterakan petani. (*)