Jakarta, (Antara Sumbar) - Ahli linguistik Rahayu Surtiati Hidayat dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama menjelaskan konteks kata "dibohongi" pakai Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kata 'bohong' itu tidak mengatakan yang sebenarnya," kata Rahayu saat memberikan keterangan dalam sidang ke-15 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, kata "dibohongi" yang digunakan Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu itu adalah kata pasif.
"Kalau aktifnya itu membohongi. Misalnya, "Ahmad dibohongi" jadi ada subjek yang menerima tindakan tersebut, itu pasif," tuturnya.
Ia pun menyatakan bahwa kata "bohong" merupakan kata yang mengandung makna negatif.
"Bohong itu kata sifat. Maknanya secara harfiah mempunyai makna negatif karena tidak mengatakan yang sebenarnya," ucap Rahayu yang juga Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Dalam konteks pidato Ahok yang mengucapkan kalimat "karena dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macem-macem gitu lho" ia menyatakan bahwa ada orang yang memakai Al Maidah untuk membohongi orang lain".
"Al Maidah bagian dari kitab suci Al Quran jadi tidak berbohong. Jelas surat itu digunakan untk membohongi, ada orang yang membohongi orang lain menggunakan Al Maidah," ujarnya.
Dalam lanjutan sidang Ahok kali ini, terdapat tiga ahli yang rencananya akan hadirkan, yakni ahli agama Islam yang merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta dan sebagai dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung Ahmad Ishomuddin.
Selanjutnya, ahli bahasa yang merupakan Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat dan yang terakhir ahli hukum pidana yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung C. Djisman Samosir.
Ahok dikenai dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (*)
Berita Terkait
Ahok dukung Sistem Bukittinggi Hebat mudahkan warga peroleh elpiji subsidi
Senin, 9 Oktober 2023 15:54 Wib
Berita dalam sepekan, honorer terima subsidi gaji hingga Ahok kritik Pertamina
Minggu, 20 September 2020 10:45 Wib
Usai kritik Pertamina, Erick minta Ahok bangun tim kuat agar Pertamina bertransformasi
Jumat, 18 September 2020 13:07 Wib
Ini tanggapan Pertamina atas kritik pedas Ahok terkait kinerja manajemen
Kamis, 17 September 2020 11:48 Wib
Pengamat nilai "Sentilan" Ahok soal Pertamina sinyal perombakan direksi
Kamis, 17 September 2020 10:09 Wib
Menkeu Sri Mulyani hingga Wishnutama sebut Glenn Fredly teman dan ikut kehilangan
Kamis, 9 April 2020 6:56 Wib
Ahok masuk bursa kepala badan otorita ibu kota
Senin, 2 Maret 2020 14:54 Wib
Ahok ke Istana temui Presiden, Jokowi: Urusan impor migas
Selasa, 10 Desember 2019 12:33 Wib