Psikolog: Komunikasi Suami-Istri Cegah KDRT

id kekerasan perempuan

Psikolog: Komunikasi Suami-Istri Cegah KDRT

Ilustrasi - Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Polisi wanita (Polwan) Polda Sumbar dan LSM Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Kota Padang. (ANTARASUMBAR/Eko Fajri)

Padang, (Antara Sumbar) - Psikolog dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar) Nila Anggreyni mengatakan komunikasi yang baik antara suami dan istri dapat mencegah terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

"Jika komunikasi lancar KDRT cenderung bisa dicegah," katanya di Padang, Kamis.

Misalnya ketika terjadi masalah dan salah satu emosi maka dari itu yang lain meredamnya bukan malah melawan dengan emosi pula.

Menurutnya, penyebab KDRT selain komunikasi yang tidak berjalan dengan baik antara suami dan istri, diantaranya faktor ekonomi, kurangnya pemahaman agama, kurangnya pengetahuan dan lain sebagainya.

"Oleh karena itu ketika akan menikah sebaiknya pasangan mengetahui perannya masing-masing agar yang tidak diinginkan tidak terjadi dikemudian hari," tambahnya.

Menurutnya ketika seorang anak merupakan korban dari KDRT, hal itu akan menyebabkan anak cenderung menjadi pelaku kekerasan itu sendiri setelah ia dewasa nantinya.

"Karena anak cenderung meniru apa yang dilihat dan dikerjakan oleh orangtuanya," tambahnya.

Sebelumnya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Limpapeh Rumah Nan Gadang Sumbar menerima laporan 64 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu dari Januari hingga pertengahan November 2016.

"Dari semua laporan tersebut, 17 kasus menimpa anak-anak dan 47 kasus terjadi pada orang dewasa," kata Wakil Ketua I P2TP2A Sumbar Daslinar.

Menurut dia, sebagian besar kasus kekerasan pada perempuan berupa kekerasan dalam rumah tangga mulai dari fisik, psikologis hingga penelantaran dari sisi ekonomi.

Ia menyampaikan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan karena masih ada relasi kuasa yang timpang di tengah masyarakat antara laki-laki dan perempuan.

"Hal tersebut salah satunya disebabkan karena kurangnya nilai-nilai agama, sehingga membuat seseorang mudah terpancing emosi," ujarnya. (*)