KIP: Rakor Hasilkan Resolusi Keterbukaan Informasi Publik

id komisi informasi publik

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu Setyawan menyatakan bahwa hasil Rapat Koordinasi atau Rakor Nasional yang dilakukan lembaga tersebut telah menghasilkan Resolusi Keterbukaan Informasi di Indonesia.

"Bahwa keterbukaan informasi di Indonesia masih memprihatinkan terutama dalam hal pengelolaan, pelayanan dan pendokumentasian informasi publik," kata Yhannu Setyawan dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Dia mengemukakan, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah membuka era baru kehidupan demokrasi di Indonesia, dan badan publik juga harus segera berbenah dan mengubah paradigmanya.

Di sisi lain, lanjutnya, masyarakat dijamin haknya untuk memperoleh informasi publik yang dibutuhkannya. KIP sebagai lembaga yang diamanatkan untuk melaksanakan UU KIP terus berupaya untuk menegaskan peran dan posisinya sebagai lembaga yang kredibel dan independen.

"Enam tahun sudah UU KIP diimplementasikan sejak diberlakukan pada tahun 2010. Namun sejauh ini Komisi Informasi Pusat menilai bahwa keterbukaan informasi di Indonesia masih memprihatinkan terutama dalam hal pengelolaan, pelayanan dan pendokumentasian informasi publik," katanya.

Hal itu, ujar dia, didasarkan pada hasil pengawasan dan evaluasi pada kurun waktu tiga tahun oleh KIP terhadap penerapan implementasi UU KIP di Badan Publik.

Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh KIP, rata-rata tingkat kepatuhan terhadap penerapan UU KIP di Badan Publik masih di bawah nilai 50.

Yhannu menekankan Kasus dokumen TPF Munir menjadi salah satu fakta pengelolaan Informasi dan dokumentasi serta pengarsipan di Badan Publik belum berjalan dengan baik.

Oleh karenanya, lanjutnya, badan publik perlu untuk membenahi serta memperkuat pengelolaan informasi dan dokumentasi yg dimilikinya secara profesional sesuai undang-undang yang berlaku.

Sedangkan isi Resolusi Keterbukaan Informasi lainnya antara lain bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi dan pungutan liar hanya dapat dilakukan dengan mengedepankan semangat keterbukaan informasi.

Selain itu, pemilihan umum yang demokratis hanya dapat terwujud dengan keterbukaan informasi, bahwa agenda keterbukaan informasi di Indonesia tidak akan berjalan tanpa keterlibatan Komisi Informasi sebagai pemegang mandat UU KIP.

Selanjutnya, dibutuhkan komitmen konkrit dari Presiden RI berupa instruksi bagi seluruh penyelenggara negara untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi sesuai Undang-Undang KIP. (*)