KPK Yakin Menangkan Praperadilan Nur Alam

id Alexander Marwata

KPK Yakin Menangkan Praperadilan Nur Alam

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - KPK yakin memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam selaku tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Sultra periode 2008-2014.

"Kami harus selalu yakin menang," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Senin saat ditanya mengenai gugatan praperadilan Nur Alam.

Rencananya sidang pertama gugatan praperadilan Nur Alam akan dilangsungkan pada Selasa (4/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dipimpin hakim tunggal I Wayan Karya.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Pengacara Nur Alam mengatakan Nur Alam bahkan belum pernah diperiksa KPK saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.

"Tidak harus (diperiksa saat penyelidikan, kita dalam melakukan penetapan tersangka minimal dua alat bukti. Ada saksi-saksi, dokumen atau bukti dokumen, atau petunjuk, jadi tidak ada ketentuan harus diperiksa yang bersangkutan. Kita sudah panggil kok yang bersangkutan untuk klarifikasi saat penyelidikan, tapi kan tidak pernah datang karena alasan kesibukan dan pekerjaan ya sudah, kita tidak harus menunggu dia saat penyelidikan," ungkap Alexander.

Menurut Alex, KPK sudah mengantongi keterangan saksi yang lain serta dokumen sebagai bukti kuat untuk menetapkan Nur Alam sebagai tersangka sehingga kasus itu dinaikkan ke tingka penyidikan.

Sedangkan mengenai keberatan lain yaitu terkait dengan jumlah kerugian negara dari kasus ini menurut Alex dapat dilakukan secara simultan pada saat penyidikan.

"BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan) itu dalam melakukan penghitungan kerugian negara ketika naik ke penyidikan jadi secara simultan kita sudah minta BPKP untuk melakukan audit kerugian negara sehingga tidak mempengaruhi praperadilan karena praperadilan belum menyangkut materi, baru sebatas prosedural meski kadang ditanya kerugiannya mana, perhitngannya mana, Kalau itu nantilah di persidangan," tambah Alexander.

Pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail sebelumnya mengungkapkan bahwa alasan mengajukan gugatan praperadilan adlaah karena KPK dan Kejaksaan Agung sama-sama melakukan penyelidikan terhadap Nur Alam.

Menurut Maqdir, Kejaksaan Agung sedang melakukan penyelidikan, berdasarkan Surat perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-04/F.2/Fd.1/01/2013 tanggal 15 Januari 2013 dan belum ada kesimpulan dari penyelidikan tersebut.

Alasan lain adalah objek penyidikan pernah diujui di PTUN dan juga sudah dimenangkan.

Nur Alam sudah dua kali kalah di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) terkait tumpang tindih izin lahan tambang PT Anugerah Harisma Barakah. Pertama, putusan Pengadilan Tinggi TUN Kendari pada 30 Mei 2011 dan PT TUN Makassar pada 29 September 2011 sekaligus menguatkan putusan PT TUN Kendari. PT TUN Makassar menilai Nur Alam terbukti secara prosedural formal dan subtansi materil bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No 1603.K/40/M.EM/2003, serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. PT Prima Nusa Sentosa (PNS) berhak secara hukum untuk melakukan penambangan di atas lahan seluas 1.999 hektar di kecamatan Kabaena Tengah dan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, selama 20 tahun.? Namun, walau dinyatakan kalah di persidangan, aktivitas penambangan tetap dilakukan PT AHB.

"Targetnya sudah pasti agar permohonan kita dikabulkan, dan beliau saat ini di Sultra tetap melakukan kewajibannya," jelas Maqdir.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia. (*)