BI: Pertumbuhan Sektor Perdagangan Sumbar Melambat

id BI, pertumbuhan, sektor, pedagangan

Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia (BI) perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) mencatat pertumbuhan sektor perdagangan di provinsi itu pada triwulan II 2016 hanya tumbuh 4,66 persen, atau melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 7,55 persen.

"Hal ini salah satunya penyebabnya adalah terbatasnya aktivitas perdagangan karena meningkatnya biaya operasional pelaku usaha seiring kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada awal Mei dan Juni 2016," kata Kepala BI perwakilan Sumbar Puji Atmoko di Padang, Selasa.

Ia menyampaikan hal itu dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan II Sumatera Barat.

Menurut dia turunnya aktivitas perdagangan juga tercermin dari arus barang melalui Pelabuhan Teluk Bayur yang pada triwulan II 2016 volume bongkar tercatat sebanyak 772,8 ribu ton atau turun dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 949,4 ribu ton.

Hal serupa terjadi pada volume ekspor yang turun dari 643,9 ribu ton pada triwulan I menjadi 632,5 ribu ton dan impor turun dari dan 129,0 ribu ton menjadi 113,7 ribu ton pada triwulan II, kata dia.

Pada sisi lain melambatnya kinerja perdagangan juga tercermin dari volume pendaftaran mobil baru selama triwulan II 2016 tercatat sebanyak 3.552 unit atau turun dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 3.738 unit.

"Dari sisi pertumbuhan pendaftaran mobil baru pada triwulan II 2016 masih mengalami kontraksi sebesar 8,2 persen," katanya.

Lebih lanjut perlambatan kinerja lapangan usaha perdagangan tertahan seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat.

Hasil Survei Konsumen (SK) BI Provinsi Sumatera Barat juga menunjukkan indeks penghasilan konsumen meningkat dari 103,5 pada triwulan I 2016 menjadi 105,5 pada triwulan II 2016 .

Sementara praktisi bisnis Dony Oskaria mengemukakan kemampuan membaca selera pasar merupakan kunci untuk memenangkan persaingan usaha di tengah terjadinya berbagai perubahan.

"Saat ini terjadi perubahan luar biasa, dulu kalau ingin punya usaha pakaian harus sedia modal Rp1 miliar untuk bangunan dan barang, sekarang cukup Rp300 ribu buat sampel pakaian, unggah ke situs online sudah bisa jualan," kata dia, yang saat ini menjabat Komisaris Garuda Indonesia.

Menurutnya dengan adanya perubahan tersebut jika dulu yang bisa membuka usaha hanya terbatas sekarang siapa pun bisa berjualan dan tentu saja yang akan unggul adalah mereka yang bisa membaca selera pasar dan perilaku konsumen.

Dulu saluran penjualan itu dalam bentuk fisik berupa toko, sekarang berubah ke format digital ini mengubah perilaku masyarakat, ujarnya.

Ia mengatakan perubahan tersebut membuat produk yang dijual di pasar menjadi sangat banyak dan beragam, berbeda dengan dulu yang masih terbatas karena orang sulit untuk masuk.

Akibatnya kata dia pemenang adalah mereka yang kreatif mampu memahami selera pasar, tidak statis dan selalu melakukan inovasi, katanya. (*)