Menghadirkan Layanan Kesehatan Yang Lebih Manusiawi

id JKN

 Menghadirkan Layanan Kesehatan Yang Lebih Manusiawi

ilustrasi fasilitas Rumah Sakit. (Darwin Fatir/Antara Foto)

Padang, (Antara Sumbar) Selama ini rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah daerah kerap diasosiasikan publik sebagai tempat pelarian terakhir saat didera sakit karena tak ada lagi pilihan lain untuk berobat.

Buruknya pelayanan, minimnya fasilitas, terbatasnya sumber daya manusia, serta segudang keluhan pasien acap mengemuka ketika masyarakat harus berurusan dengan layanan kesehatan milik pemerintah daerah.

Namun, semua stigma negatif yang muncul akibat kekeliruan segelintir oknum itu coba ditepis oleh jajaran tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pariaman, Sumatera Barat.

Sejak diamanahkan jabatan sebagai orang nomor satu di Rumah Sakit itu perlahan tapi pasti Direktur RSUD Pariaman dr Indria Velutina mencoba membenahi fasilitas dan sarana yang masih kurang serta mengubah pola pikir tenaga medis.

Ia menceritakan bagaimana awal menjabat di sini pada 2015 menyaksikan kasur bangsal yang tidak layak dan bertanya ke petugas apakah ada yang bersedia tidur menggunakan kasur seperti itu.

"Jangankan orang sakit, orang sehat bisa sakit dibuatnya, kini kasur itu sudah diganti semua dengan yang lebih layak" ujar dia.

Ia mengakui hal paling berat yang dilakukan dalam membenahi perilaku dan pola pikir sumber daya manusia bagaimana menjadi seorang pengayom dan melayani pasien dari hati.

"Berulang-ulang saya sampaikan kalian orang sini nanti kalau suatu hari sakit akan berobat disini mari bersama kita benahi agar rumah sakit ini lebih baik, katanya.

Ketika melakukan pembenahan tak sedikit yang menolak, bahkan beredar beragam isu miring tentangnya hingga diancam oleh oknum tertentu atas kebijakan yang dibuat. Namun ia tak gentar dan terus melangkah maju untuk membenahi rumah sakit tersebut.

Upayanya mulai membuahkan hasil untuk jumlah tenaga medis RSUD Pariaman menerima tambahan lima orang tenaga dokter spesialis dari Pemkot Pariaman yang selama ini hanya ditempatkan di puskesmas.

Pelayanan terhadap masyarakat Pariaman lebih optimal dibandingkan hanya diposisikan di puskesmas dan dalam waktu dekat akan ditambah dua orang lagi, ujarnya.

Terkait dengan fasilitas ia memastikan tidak ada lagi antrean bagi pasien yang harus menjalani operasi karena saat ini tersedia 167 tempat tidur terdiri dari kelas I, II, III dan VIP.

"Jika kamar penuh maka kami akan pindahkan pasien ke ruangan yang kelasnya lebih tinggi tapi bayarnya tetap sesuai kelasnya, walaupun kadang-kadang pasien keenakan dan tidak mau pindah," katanya.

Ia merancang ruang kelas III akan memiliki fasilitas setara kelas I sehingga pasien lebih nyaman.Saat ini RSUD Pariaman memiliki 21 dokter spesialis, 14 dokter spesialis dan 200 tenaga perawat.

Untuk memastikan semua jajaran telah bekerja dengan baik ia pun menyediakan menyediakan layanan pengaduan bagi pasien dalam bentuk nomor telepon seluler, yang dapat dihubungi jika menerima pelayanan yang kurang memuaskan.

"Ada delapan nomor telepon yang kami siapkan ditempel pada beberapa titik strategis, pasien bisa menghubungi setiap waktu jika ada keluhan pelayanan.

Bahkan dari delapan nomor tersebut satu diantaranya adalah nomor pribadinya yang artinya harus siap untuk direpotkan dengan panggilan sewaktu-waktu jika ada yang komplain.

Pernah malam hari ada yang mengadukan soal layanan ambulans ke nomor saya, rupanya semua sedang dipakai akhirnya saya perintahkan menggunakan yang baru, kata dia.

Ia menceritakan pada awalnya sejumlah pejabat tidak bersedia nomor teleponnya dipajang namun karena tuntutan keterbukaan informasi publik akhirnya mau.

Bahkan nomor tersebut pernah dicoba oleh Ombudsman perwakilan Sumbar dalam menyampaikan keluhan konsumen, dari tiga nomor yang dihubungi akhirnya ketika nomor saya dikontak langsung dijawab, ujarnya.





Peningkatan Pasien

Kini RSUD Pariaman, mengalami peningkatan jumlah pasien hingga 20 persen sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Sejak diberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional kunjungan pasien rawat jalan mencapai 65 persen sisanya pasien umum dan jaminan kesehatan swasta," katanya.

Menurut dia peningkatan jumlah pasien juga terlihat dari pendapatan rumah sakit yang pada 2014 hanya Rp28 miliar kemudian pada 2015 naik menjadi Rp39 miliar.

Ia mengatakan koordinasi dengan BPJS Kesehatan selama ini berjalan cukup baik dalam terkait pasien sehingga pelayanan lebih optimal.

"Sejauh ini belum ada komplain untuk tagihan juga tidak pernah berbulan-bulan, paling lama cuma satu bulan menunggu sudah dibayar," ujarnya.

Ia juga menyambut baik perubahan metode pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari sistem "fee for service" menjadi "prospective payment".

"Kalau dulu dokter lebih diutamakan, sekarang dengan sistem yang baru semua yang terlibat dalam pelayanan pasien akan mendapatkan jasa,"katanya.

Menurut dia pembayaran secara grup lebih adil karena mencakup semua pemberi pelayanan di rumah sakit sehingga yang menerima jasa tidak hanya dokter dan perawat saja.

Dulu waktu pakai "fee for service" dokter lebih diutamakan, bahkan pada beberapa rumah sakit swasta jasa untuk yang lain tidak diberikan, katanya.

Ia menyampaikan apapun aktivitas yang ada di rumah sakit dokter tidak dapat bekerja sendiri.

Ia memberi contoh ketika ada yang melahirkan selain menggunakan jasa dokter dan perawat juga ada petugas lain yang tidak berdiri di ruang operasi tapi punya kontribusi seperti mensterilkan alat-alat yang dipakai.

Namun sebelumnya petugas yang tidak terlibat langsung tidak dicatatkan padahal jasanya ada, katanya.

Kalau ada yang bilang petugas diluar dokter dan perawat sudah gaji maka hakikatnya membantu persalinan juga tugas dokter dan perawat yang sama-sama menerima gaji, ujarnya.

Ia mengatakan sekarang tarif tersebut sudah disatukan dan tinggal diatur regulasinya agar lebih adil.

Ia mengakui hal ini menjadi pembicaraan di seluruh rumah sakit dan kalau dokter paham tentu akan setuju dengan sistem pembayaran melalui grup.

Selain itu ia menerapkan pembagian jasa yang lebih besar untuk pelaksana dibandingkan manajemen karena sesuai dengan porsi pekerjaan.

Semua itu diupayakannya guna menghadirkan layanan kesehatan yang lebih manusiawi karena siapapun berhak mendapatkan pelayanan terbaik.