Pelaku Perdagangan Warga Rohingya Dihukum 35 Tahun

id Thailand

Bangkok, (Antara Sumbar) - Pengadilan di Thailand pada Rabu memutuskan hukuman 35 tahun penjara bagi seorang pria pelaku perdagangan manusia dengan korban kelompok Muslim Rohingya dari Myanmar.

Perkara di pengadilan itu membantu penemuan sejumlah kampung rahasia di tengah hutan, sejumlah kuburan massal dan lingkaran perdagangan manusia internasional.

Kasus itu dimulai pada 11 Januari 2015 saat polisi mencegat lima kendaraan di pos pemeriksaan distrik Hua Sai, provinsi Nakhon Si Thammarat. Mereka menemukan 98 pria, perempuan dan anak-anak, yang sangat kurus dan kelelahan.

Di antara mereka terdapat 43 anak-anak berusia 14 tahun ke bawah. Satu orang telah tewas.

Polisi kemudian menangkap Sunand, juga dikenal dengan nama Ko Mit Saengthong. Bukti dari kepolisian mencakup data dari telepon genggam supir kendaraan dan sejumlah transaksi bank, yang menghubungkan dia dengan sindikat perdagangan manusia.

Pada Rabu, pengadilan di provinsi Nakhon Si Thammarat memutuskan bahwa Sunand bersalah melakukan tindak perdagangan manusia, perbudakan, dan menyelundupkan warga asing, demikian keterangan pengacara HAM Janjira Janpaew yang memantau kasus Sunand.

Selain hukuman penjara, Sunan juga didenda 660.000 baht (atau sekitar Rp250 juta).

"Kami tidak menduga pihak pengadilan akan menjatuhkan hukuman sekeras ini, dengan 35 tahun penjara. Hukuman ini lebih dari yang kami harapkan," kata Janjira kepada Thomson Reuters Foundation dalam wawacara melalui telepon.

Dua tersangka lain dalam kasus sama, Suriya Yodrak dan Warachai Chadathong, juga diputuskan bersalah karena menyelundupkan secara ilegal warga asing ke wilayah Thailand. Mereka sama-sama dihukum satu tahun.

Pengadilan kemudian mengurangi hukuman untuk Suriya menjadi enam bulan.

Muslim Rohingya adalah kelompok miskin terpinggirkan di Myanmar. Setelah kerusuhan mematikan pada 2012, puluhan ribu dari mereka melarikan diri dengan menggunakan perahu dengan tujuan Malaysia.

Pelaku perdagangan manusia kemudian mengambil keuntungan dari keadaan tersebut. Mereka mulai memeras Rohingya dengan menempatkan mereka di kamp tersembunyi di hutan perbatasan Thailand dan Malaysia.

Penemuan kuburan massal menjadi pemicu otoritas setempat untuk memburu para pelaku dan menghentikan penyelundupan manusia melalui perahu.

Setidak-tidaknya ada delapan perkara lain tengah menjalani pengadilan terkait perdagangan manusia Rohingya, kata organisasi Migrant Working Group.

Salah satu proses peradilan melibatkan setidaknya 88 tersangka dan 500 saksi. (*)