Sinergi Guru -Orang Tua untuk Keberhasilan Pendidikan

id sinergipendidikan

Sinergi  Guru -Orang  Tua untuk Keberhasilan Pendidikan

Ilustrasi seorang anak berangkat sekolah dengan sepeda di antara kebun kelapa sawit. (ANTARA)

Padang, (Antara) - Suryani tidak dapat menyembunyikan kegundahannya sejak dua hari terakhir akibat ulah salah seorang siswa di sekolah tempat ia mengajar.

Guru salah satu SMA Negeri di Padang itu harus mencari rumah salah seorang siswa yang sudah satu minggu tak masuk tanpa keterangan.

Di kelas ia sudah menanyakan kepada murid lainnya namun tidak ada yang tahu dan ketika dicoba hubungi lewat telepon seluler tidak bisa menyambung.

Akhirnya selaku wali kelas ia bersikeras mendatangi rumah siswa itu ditemani suami selepas Maghrib untuk mencari tahu apa gerangan yang terjadi sehingga sudah sepekan siswa itu tak masuk tanpa kabar berita.

Setelah bertanya beberapa kali kepada warga akhirnya ia berhasil menemukan alamat siswa itu dan menyambangi orang tuanya.

"Tidak masuk ? setiap hari dia berangkat sekolah seperti biasa buk," ucap orang tua siswa itu kaget.

Suryani dan orang tua siswa sama-sama kaget tidak menyangka kalau anak tersebut selama ini bolos. Dari rumah berangkat ke sekolah seperti biasa, namun tidak pernah sampai ke sekolah.

Namun Suryani bertambah gusar karena orang tua murid tersebut seakan menuding itu adalah kegagalan pihak sekolah.

"Saya sudah lepas tangan, anak ini sudah saya masukan ke sekolah untuk dididik jadi orang baik," ujar orang tuanya.

Mendengar ucapan seperti itu pada satu sisi ia kesal di sisi lain bisa memahami mengapa orang tua tersebut berujar demikian.

Dilihat dari kondisi rumahnya dan latar belakang sosial ekonomi dapat dimaklumi mengapa orang tua berpikiran tanggung jawab mendidik anak itu urusan sekolah.

Dengan tenang Suryani menjelaskan tanggung jawab pendidikan anak merupakan kerja sama antara pihak sekolah dengan orang tua.

"Kita harus bersama-sama buk, di sekolah kami bertanggung jawab, di rumah bapak dan ibu harus ikut andil, jangan biarkan anak semau-mau sendiri," katanya memberi nasihat.

Orang tua itu akhirnya menceritakan mereka juga kelabakan mengasuh anaknya apalagi keduanya juga bekerja pada siang hari untuk mencari nafkah dan hanya punya waktu luang pada malam hari.

Akhirnya malam itu usai bercerita panjang mereka sepakat untuk saling bersinergi mendidik si anak.

"Saya sempat emosi pa, orang tuanya menyalahkan sekolah, besok ajar saja anaknya sendiri, dan beri ijazah sendiri, untung masih bisa saya tahan " ucap Suryani pada suaminya dalam perjalanan pulang di mobil.

Suami Suryani, Munif mencoba menenangkan. Ia paham bagaimana tanggung jawab seorang guru dan malam hari pun bersedia mengantar istrinya mencari rumah orang tua siswa.

Munif mengingatkan istrinya bahwa menjadi guru adalah profesi mulia untuk membangun generasi masa depan.

"Jangan mudah emosi, hadapi dengan sabar tidak ada siswa yang benar-benar nakal, itu hanya faktor lingkungan," lanjut Munif yang berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi negeri.

Suami istri itu menyadari mendidik murid di era sekarang tantangannya jauh lebih berat sehingga mereka menyiapkan diri secara total.

Apalagi saat ini sedang marak peristiwa murid yang melaporkan guru ke polisi akibat perlakukan tidak menyenangkan di sekolah.

Tak sedikit guru yang harus berurusan dengan hukum bahkan sampai mendekam di penjara akibat perlakukan terhadap muridnya.

Terabaikan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan saat berkunjung ke Padang beberapa waktu lalu menceritakan para pendidik di Tanah Air luput memberikan perhatian kepada orang tua siswa padahal mereka memiliki peran strategis menyukseskan pendidikan.

"Sudahkah kita memberikan perhatian yang cukup kepada orang tua siswa, sebelum anak masuk ke dalam sistem pendidikan yang mendidik mereka adalah para orang tua," katanya.

Menurut Anies, ketika anak-anak sore hari kembali ke rumah maka yang akan mengembangkan dan membinanya adalah para orang tua.

"Mari ambil peran sebab orang tua adalah pendidik paling penting yang tidak tersiapkan dengan baik," kata mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut.

Ia mengatakan kualitas seorang anak sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang diterima sejak dalam kandungan hingga saat ini.

Ini akan menjadi masalah kalau orang tua tidak diperhatikan, belum lagi cara mendidik yang baik sepulang dari sekolah karena anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, kata dia.

Ia mengingatkan jangan hanya terfokus kepada siswa karena itu orang tua juga perlu diperhatikan agar terjadi sinergi yang baik dalam mendidik anak.

Pakar parenting Adiyati Fathu Roshonan memandang saat ini kerap dijumpai orang tua menyerahkan anak ke sekolah ibarat mencuci pakaian ke laundri.

"Kalau ke laundri itu yang dibawa pakaian kotor, lalu ditinggal esok hari diambil sudah bersih," katanya.

Sosok yang akrab dipanggil Bunda Aini Kiki itu melihat ada orang tua yang memandang sekolah seperti laundri, anak diserahkan enam bulan kemudian saat mengambil evaluasi belajar berharap anak baik karena selama ini sudah ditempa di sekolah.

"Ini keliru karena tanggung jawab utama mendidik anak berada pada orang tua, kalau anak berperilaku baik di masyarakat yang ditanya siapa orang tuanya bukan siapa gurunya, lanjut dia.

Ia mengakui mendidik anak pada hari ini tidak mudah karena tantangannya berbeda dengan dulu saat belum ada internet, telepon pintar, televisi dan lainnya.

"Setiap orang tentu ingin jadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya, namun mereka sering luput mempersiapkan diri untuk itu," ujarnya.

Karena itu ia mewanti-wanti agar orang tua tidak memakai cara yang lama dalam mendidik anak sebagaimana saat dibesarkan dulu.

Jika masih memperlakukan anak seperti 30 hingga 40 tahun lalu sudah bukan zaman lagi, kalau anak tidak puas mereka akan buat status di media sosial, tuturnya.

Umumnya orang tua sekarang tidak kenal dengan anaknya, tidak sabar dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena peran orang tua lebih banyak digantikan oleh pengasuh.

Karena itu mulai dari sekarang siapkan diri menjadi orang tua yang baik lakukan perubahan pola komunikasi dan sadari kesuksesan anak ada di tangan kita, lanjutnya.

Pada 2045 Indonesia akan menghadapi bonus demografi karena jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari pada jumlah tanggungan.

Yang akan yang akan menjadi penentu bonus demografi adalah para pelajar saat ini yang jumlahnya mencapai 65 juta orang.

Jika anak-anak hari ini dididik dengan biak maka 2045 di tangan mereka nasib bangsa ini dipertaruhkan, karenanya para orang tua harus mempersiapkan para buah hatinya.

Didiklah anak-anak agar siap menghadapi zamannya, karena kelak mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan yang dihadapi orang tua hari ini. (*)