Pemkot Pelajari Dua Perda yang Dibatalkan Kemendagri

id perda, padang, dibatalkan, kemendagri

Padang, (Antara Sumbar) - Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, menyatakan masih akan mempelajari dua peraturan daerah (perda) yang termasuk dalam 3.143 perda dibatalkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Kami belum bisa menindaklanjuti terkait perda yang baru diumumkan batal tersebut, masih perlu berkoordinasi dengan DPRD untuk memastikannya," kata Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah ketika dihubungi di Padang, Selasa.

Dia menyebutkan dua perda tersebut yakni Nomor 10 tahun 2009 tentang Barang Milik Daerah dan Nomor 15 tahun 2011 tentang Izin Gangguan, belumlah mutlak dinyatakan batal.

Menurutnya ada kemungkinan terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam beberapa pasal di dalamnya, sehingga masih bisa diajukan kembali.

"Pembatalan dan pengesahan itu hal yang biasa, tidak ada yang istimewa, perlu dipelajari saja," tambahnya.

Dia meyakini kedua perda tersebut masih bisa diperjuangkan dan diperbaiki pasal-pasalnya sehingga diharapkan tidak berdampak apapun pada regulasi.

"Kami akan segera menemui DPRD untuk membahas revisi perda tersebut," ujarnya.

Meskipun demikian dia menegaskan hingga saat ini pengumuman pembatalan perda tersebut tidak berdampak apapun pada kegiatan pemerintah.

Akan tetapi bila memang terbukti bersalah, pihaknya akan memerintahkan dinas terkait untuk menyelesaikannya, sebelum kembali diajukan.

Sementara itu pengamat hukum tata negara Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan setelah resmi ada perda yang dibatalkan upaya pemda yakni mempelajarinya kemudian mencari permasalahannya.

Saat permasalahannya telah ditemukan tentunya perda bisa kembali diajukan.

Menurutnya regulasi yang dibuat daerah ini penting karena sebagai cerminan otonomi daerah.

"Salah satu konsekuensinya penerapan otonomi daerah yakni beragamnya regulasi di daerah, hal ini juga perlu dipahami oleh Kemendagri," ujarnya.

Dia menambahkan perda di daerah ini tentu perlu dilindungi karena bisa berkaitan dengan kekayaan kearifan lokal daerah tersebut. (*)