Bank Dunia: Korupsi Sangat Meresahkan Bagi Kemanusiaan

id bank, dunia, korupsi

Bank Dunia: Korupsi Sangat Meresahkan Bagi Kemanusiaan

Illustrasi - (ANTARA/Andika Wahyu)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Bank Dunia mengingatkan negara-negara di dunia bagaimana tindak pidana korupsi seperti penyuapan dalam dunia usaha sebenarnya sangat meresahkan karena memiliki dampak besar terhadap kondisi kemanusiaan global.

"Dampak korupsi tetap mencengangkan. Menurut perkiraan terbaik, pebinis dan individu bisa membayar suap secara total hingga 1,5 triliun dolar AS setiap tahun. Ini adalah sekitar 2 persen PDB global, dan 10 kali lebih besar dari nilai bantuan pembangunan ke luar negeri," kata Chief Administrative Officer (CAO) Grup Bank Dunia Shaolin Yang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Shaolin Yang juga mengungkapkan, dampak korupsi kepada kehidupan umat manusia juga sangat meresahkan, di mana tingkat kematian bayi dan bobot berat bayi yang rendah dua kali lebih besar di tempat-tempat yang korupsinya marak.

Menurut dia, ketimpangan atau kesenjangan pendapatan yang dipicu oleh aktivitas korupsi kerap terlihat berdampak kepada hal lain, seperti anak-anak yang tidak menerima vaksin yang diperlukan, atau proyek pembangunan jalan dan bangunan yang dibangun di bawah standar.

"Kami kerap berkata bahwa korupsi mencuri dari orang miskin dua kali, pertama dengan mencuri sumber daya yang seharusnya dapat mencapai tujuan yang dimaksudkan, dan kedua, mencuri melalui hasil layanan dasar di bawah standar yang mempengaruhi kehidupan mereka dalam jangka panjang," katanya.

Untuk itu, ia mengemukakan bahwa cara terbaik dalam memberantas korupsi adalah adanya lembaga berbasis hukum dan kompeten sebagai dasar pemberantasan korupsi, dengan kepemimpinan pemerintahan di suatu negara butuh untuk membuat dan menegakkan beragam aturan dan sistem guna mencegah korupsi.

Kemudian, penting agar program publik berjalan dengan jelas dan transparan dan mencapai sesuai tujuan yang dimaksudkan, serta dikembangkan dengan mekanisme yang melibatkan warga negara dalam pelaksanaanya, guna mencegah korupsi.

Selanjutnya adalah dengan terus memperkuat akuntabilitas seperti memperkuat lembaga pengawas seperti satuan pengawas internal dan Lembaga Audit Utama serta otoritas antikorupsi yang memainkan peran penting.

Bank Dunia tahun lalu, melalui sistem penyelidikan yang dilakukan Grup Integritas milik lembaga keuangan multilateral tersebut, telah memberikan sanksi kepada lebih dari 700 perusahaan dan individu global.

Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar adanya mekanisme yang mengatur agar harta rampasan dari tindak pidana korupsi dapat digunakan untuk program penindakan dan pencegahan korupsi.

"Kalau misalnya dana dari hasil korupsi, entah rampasan aset atau denda bisa digunakan untuk pemberantasan korupsi baik penindakan maupun pencegahan akan bisa lebih efektif. Di satu sisi mungkin negara atau alokasi APBN tidak besar-besar karena pemerintah kan tidak mungkin menganggarkan sesuatu yang tidak pasti padahal di sisi lain, penegak hukum kita dalam melakuka pemberantasan korupsi kan kekurangan dana," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RPD) KPK dengan Komisi III DPR di gedung DPR Jakarta, Selasa (14/6).

Harta rampasan bisanya diperoleh penegak hukum dari jumlah perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para pelaku korupsi. Namun harta yang dirampas oleh penegak hukum langsung diserahkan ke kas negara dalam hal ini Kementerian Keuangan sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP) namun penggunannya diserahkan ke Kementerian Keuangan dan bukan kembali ke penegak hukum tersebut.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Jumat (10.6), meluncurkan media pembelajaran antikorupsi berbasis dalam jaringan (online) bernama Portal Anti Corruption Learning (ACLC).

Portal yang bebas diakses oleh masyarakat tersebut bertujuan mendukung program pencegahan korupsi secara interaktif dengan memanfaatkan teknologi informasi.

"KPK akan terus memasyarakatkan pencegahan korupsi. Kami berharap juga ada umpan balik dari masyarakat. Mudah-mudah bisa diakses banyak orang untuk pembelajaran masyarakat," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dalam acara peluncuran ACLC di Gedung KPK. (*)