Tipikor: Putusan Kasasi Korupsi GOR Belum Diterima

id Tipikor

Padang, (Antara Sumbar) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, Sumatera Barat, belum menerima petikan putusan kasasi kasus korupsi retribusi fasilitas Gelanggang Olahraga H. Agus Salim dengan terdakwa Firdaus Ilyas.

"Sampai saat ini petikan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) RI untuk kasus Firdaus Ilyas belum diterima, kami masih menunggu, biasanya dikirimkan sekitar satu bulan sejak putusan keluar," kata Panitera Muda Tipikor Pengadilan, Rimson Situmorang, di Padang, Jumat.

Meskipun demikian, ia mengatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi dikabulkannya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Padang terhadap putusan yang dikeluarkan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Padang).

"Kalau informasi tentang dikabulkannya kasasi yang diajukan jaksa, kami sudah melihat di info perkara website Mahkamah Agung. Namun untuk rincian pasti tentu kami butuh petikan putusannya," kata Rimson.

Jika putusan telah didapatkan, katanya, maka pengadilan akan segera melaksanakan perintah yang terdapat dalam putusan tersebut. Salah satunya mengeksekusi terdakwa.

Sebelumnya, hal ini terkait kasus korupsi dugaan korupsi dana retribusi fasilitas GOR H Agus Salim yang berawal pada 2010. Kasus tersebut menjerat nama Firdaus Ilyas yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga setempat sebagai terdakwa.

Dalam kasus itu berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumbar telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp32 juta.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang yang diketuai Irwan Munir, beranggotakan Mahyudin, dan Perry Desmarera, menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Firdaus Ilyas, pada Kamis 25 Maret 2015.

Karena tak menerima putusan bebas dari hakim peradilan tingkat pertama tersebut, akhirnya jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Sebelumnya, hal itu terkait beredarnya petikan putusan kasasi dari MA itu di lapangan dan didapatkan wartawan. Putusan tersebut ditandatangani oleh Ketua majelis hakim Dr.Artidjo Alkostar, SH, LLM, serta Panitera Muda Pidana Khusus MA Roki Panjaitan, SH, dan terdapat stempel basah MA.

Bunyi amar petikan putusan kasasi bernomor 1708K/PID.SUS/2015 itu, pada intinya mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum, membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Padang sebelumnya.

Selain itu, amar putusan juga menyatakan terdakwa Firdaus Ilyas tidak bersalah melanggar Pasal 2 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan primer jaksa.

Hanya saja hakim agung menyatakan Firdaus Ilyas terbukti bersalah "melakukan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama", dan menjatuhkan hukuman selama 1 tahun penjara, pidana denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Selain itu putusan juga mewajibkan terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar RP32.400.000, dengan ketentuan jika tidak dibayar dalam waktu 1 tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa. Amar putusan juga memerintahkan agar terdakwa ditahan.

Sementara Firdaus Ilyas yang saat ini menjabat Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Padang, saat coba dikonfirmasi melalui telfon seluler pada sekitar pukul 16.30 WIB, menyebutkan bahwa dirinya tengah melaksanakan rapat.

Sedangkan penasehat hukumnya Risman Siranggi, menegaskan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima selembar pun salinan putusan kasasi itu dari pihak pengadilan.

"Sampai saat ini kami tidak pernah menerima satu lembarpun petikan putusan. Untuk yang bisa dipedomani dan dipercaya keabsahannya tentu saja yang dari pengadilan," katanya.

Untuk petikan putusan yang beredar itu, Rahman Saranggi tidak ingin begitu menanggapi.

"Intinya kami tetap menunggu salinan putusan dari pengadilan, sesuai prosedurnya. Kalau untuk yang beredar itu, bisa saja palsu atau bermuatan politik," katanya.

Karena, katanya, pihaknya menilai dalam kasus itu sudah terjadi kejanggalan sejak awal. Hal itu mengingat Firdaus Ilyas sudah mengembalikan uang Rp32 juta itu pada kas daerah, sejak dua tahun sebelum perkara dinaikkan oleh pihak kejaksaan.

"Uang negara itu sudah dikembalikan dua tahun sebelum kasus dinaikkan ketika ada temuan dari Inspektorat, namun kasusnya tetap dinaikkan. Jika anggaran negara yang diberikan pada jaksa untuk memroses suatu perkara korupsi sekitar Rp200 juta, jadi siapa sebenarnya yang merugikan negara dalam kasus ini," katanya. (*)