Kremasi Warga Tionghoa Kembali Dilakukan di Bungus

id kremasi

Padang, 28/2 (Antara) - Warga Tionghoa Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) yang tergabung dalam Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dan Himpunan Tjinta Teman (HTT) kembali mengalihkan lokasi kremasi dari jalan Pasar Borong ke Gunung Padang dan Bungus agar tidak bermasalah dengan warga setempat.

"HBT terpaksa melakukan kremasi di Bukit Sentiong, Gunung Padang dan HTT di Bungus. Kami tidak ingin ada permasalahan dengan warga," kata salah seorang anggota HBT Katik di Padang, Minggu.

Salah seorang yang berasal dari keluarga duka Gho Kim Lam, Kim mengatakan pihak keluarga melaksanakan kremasi adiknya Gho Tjeng Wat di Gunung Padang pada Sabtu (27/2) pukul 14.00 WIB karena dianggap lebih efisien dan menghemat biaya.

Menurutnya, jika dilakukan pemakaman di Bungus akan mengeluarkan biaya yang besar karena dikelola oleh penduduk setempat seperti menggali lobang kubur, mengangkat barang ke atas bukit serta pembuatan makan.

"Kalau keluarga kaya mungkin sanggup melaksanakan pemakaman. Keluarga saya cukup kremasi saja, nanti abunya dititip di rumah abu jelazah klenteng," jelasnya.

Ia menyampaikan biaya kremasi dan penitipan abu jenazah relatif lebih murah dan keluarga yang berasal dari luar kota tidak perlu datang ke pemakaman serta cukup sembahyang saja.

Terkait jika terjadi pelarangan kremasi di Gunung Padang dan Bungus oleh pemerintah, ia mengatakan pemerintah seharusnya juga lebih memperhatikan dan mengambil kebijakan yang turut mementingkan warga Tionghoa.

"Kami juga bagian dari warga Kota Padang. Mau di kemanakan jenazah anggota keluarga kami yang meninggal nanti," tegasnya.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Afrizal Khaidir mengatakan dari tiga krematorium yang ada di Kota Padang, tidak satupun yang memiliki izin sehingga bisa ditindak.

"Namun, pemkot perlu juga mempertimbanglan kepentingan dan kebutuhan warga Tionghoa. Ke mana masyarakat tioghoa akan melakukan kremasi jika ketiga krematorium ditutup," katanya.

Sementara Kabag Hukum Pemkot Padang Syuhandra beberapa waktu lalu saat pembahasan bersama Komisi I DPRD Padang menyampaikan perlu logika hukum dalam menafsirkan peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1987 tentang krematorium terkait pelarangan pengoperasian krematorium HBT.

Menurutnya, krematorium yang dimaksudkan dalam PP pada saat itu mengacu pada pembakaran mayat yang bersifat tradisional seperti di Bungus dan Gunung Padang.

Ia menyampaikan saat ini teknologi yang digunakan krematorium HBT telah canggih dan perlu dibuat izin diskresi. Suasana saat ini tidak bertentangan karena kewenangan diserahkan pada pemerintah setempat.

"Sekarang telah ada otonomi daerah yang harus mempertimbangkan dan melayani kebutuhan masyarakat," jelasnya.

Kremasi di kawasan pondok, dilakukan pada suatu tempat yang bentuknya seperti rumah biasa dan di dalamnya terdapat tempat pembakaran seperti oven yang dioperasikan menggunakan minyak dengan saluran enam pipa yang langsung terhubung ke dalam tempat kremasi.

Api di dalam tempat kremasi dihidupkan setelah semua keluarga duka melakukan ritual dan tempat kremasi ditutup rapat. Proses pembakaran berlangsung sekitar tiga jam. Tidak ada kembang api yang keluar dari tempat itu, hanya saja asapnya tetap keluar melalui cerobong asap dari atas tempat kremasi.*