Koperasi Syariah Dinilai Semakin Prospektif

id Koperasi Syariah

Semarang, (Antara) - Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau sebelumnya di sebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang terbentuk dari Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dinilai semakin prospektif dalam beberapa tahun ke depan.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Semarang, Kamis, mengatakan KSPPS memiliki peluang dan prospek ke depan yang baik dalam menghimpun dan menyalurkan dana-dana bisnis dan sosial sekaligus.

"KSPPS merupakan entitas keuangan mikro syariah yang unik dan spesifik khas Indonesia. Kiprah KSPPS dalam melaksanakan fungsi dan perannya menjalankan peran ganda yaitu sebagai lembaga bisnis (tamwil) dan di sisi yang lain melakukan fungsi sosial yakni menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Wakaf atau ZISWAF," katanya.

Ia menambahkan, dana Zakat Infaq dan Shodaqoh (ZIS) dalam penghimpunan dan pendayagunaannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan "charity".

Namun demikian, kata dia, sebagian KSPPS menyalurkan dan mendayagunakannya lebih ke arah pemberdayaan, khususnya bagi pelaku usaha mikro mustahik.

Sementara itu khusus untuk wakaf uang, kata dia, dalam penghimpunan bersifat sosial namun pengelolaan dan pengembangannya harus dalam bentuk komersial karena ada amanah wakif (pemberi wakaf) untuk memberikan manfaat hasil wakaf untuk diberikan kepada maukufalaih (penerima manfaat).

"Dalam memanfaatkan dana sosial keagamaan oleh KSPPS, potensi zakat secara nasional sebagaimana dirilis oleh Baznas tahun 2015 sebesar Rp217 triliun," katanya.

Sedangkan potensi wakaf uang sebagaimana dirilis Badan Wakaf Indonesia sebesar Rp30 triliun.

"Dana wakaf uang ini merupakan potensi bagi KSPPS untuk memperkuat modal bisnis (tamwil) yang diperoleh dengan biaya yang murah sehingga dapat menyalurkan kepada calon anggota/anggota dengan bagi hasil yang ringan," katanya.

Ia menambahkan, dari aspek bisnis (tamwil) KSPPS masih memiliki ceruk yang luas untuk membiayai usaha mikro kecil karena data terakhir menyebutkan baru pada kisaran 19 persen sampai 21 persen UMKM yang memperoleh pembiayaan dari perbankan.

"Inilah yang menjadi perhatian kami tentang bagaimana alternatif pembiayaan untuk UMKM kita yang harus terus digali," katanya.

Data Islamic Development Bank (IDB) 2015 kondisi eksisting lembaga keuangan syariah Indonsia (LKSI), khususnya nonbank sekitar 4500 - 5000 BMT.

Jumlah ini kata dia, merupakan potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. (*)