Greenpeace Ingin Indonesia Sanksi Tegas Penghancur Gambut

id Greenpeace, Sanksi, Penghancur, Lahan, Gabut

Jakarta, (AntaraSumbar) - Lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan hidup Greenpeace menginginkan Indonesia memberikan sanksi yang tegas kepada berbagai pihak yang telah menghancurkan hutan dan lahan gambut di berbagai daerah di Tanah Air.

"Indonesia memerlukan undang-undang atau produk hukum yang sepenuhnya melindungi hutan dan lahan gambut, termasuk sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar undang-undang tersebut," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Terkait dengan pidato Presiden RI Joko Widodo dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Paris, Senin (30/11), Teguh mengemukakan Presiden Jokowi telah setengah jalan menuju penanggulangan emisi di Indonesia.

Meski demikian, lanjutnya, diperlukan kebijakan komprehensif yang mencakup hutan dan juga lahan gambut yang termasuk di dalamnya, seperti komitmen Presiden yang monumental untuk melindungi dan merestorasi lahan gambut sesungguhnya dapat berdampak lebih luas dalam mengurangi memotong emisi Indonesia, apabila disertai dengan kekuatan hukum.

"Namun apabila tanpa adanya langkah perlindungan baru bagi hutan, Jokowi saat ini justru sedang membiarkan perusakan hutan agar terus terjadi, sekaligus juga melanggengkan terjadinya kerusakan hutan, termasuk kebakaran yang sangat merugikan," katanya.

Berdasarkan data Greenpeace, Indonesia telah kehilangan 31 juta hektare hutan hujan sejak 1990, atau hampir setara dengan luas negara Jerman. Saat ini Indonesia dinilai merupakan negara dengan tingkat deforestasi tertinggi, terkait dengan perannya sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia.

Ia mengemukakan, meskipun pada 2011 Indonesia telah menghentikan pemberian izin baru bagi pembukaan konsesi di hutan primer dan lahan gambut (moratorium hutan dan lahan gambut), akan tetapi tingkat kerusakan hutan dalam skala nasional justru meningkat.

Untuk itu, ujar dia, diperlukan adanya transparansi menyeluruh terkait penguasaan lahan, hutan, dan lahan gambut. "Semua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi apabila pemerintah serius dalam mengatasi kebakaran hutan dan perubahan iklim di Indonesia," ucapnya.

Sebelumnya, pidato Presiden Jokowi di Paris, Senin (30/11) menyatakan kerentanan dan tantangan perubahan iklim tersebut tidak menghentikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi.

Presiden menyatakan, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah "business as usual" (kondisi biasa) pada tahun 2030, atau hingga 41 persen dengan bantuan internasional.

Sebagaimana diberitakan, Pemerintah Republik Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk memelihara lahan gambut melalui pembentukan Badan Restorasi Ekosistem Gambut.

Usai rapat terbatas dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Selasa (24/11), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyebutkan Pemerintah memerlukan anggaran Rp42 triliun untuk membentuk Badan tersebut.

"Anggarannya Rp42 triliun, dan itu tidak mungkin hanya mengandalkan APBN kita, tetapi juga (donor) dari dunia juga karena ini menyangkut dana yang besar dan menyangkut kepentingan dunia, bukan hanya Indonesia," kata Yasonna.

Untuk mendapatkan dana besar tersebut, Pemerintah melalui Menteri LHK Siti Nurbaya membawa proposal pembentukan Badan Restorasi tersebut pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Paris ini. (*)