MKI: Revisi UU Migas Harus Perkuat Pertamina

id MKI: Revisi UU Migas

Jakarta, (Antara) - Pembahasan revisi Undang-Undang Migas saat ini hendaknya ditujukan untuk memperkuat Pertamina sebagai perusahaan migas nasional (NOC), kata Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Muhammad Joni di Jakarta, Jumat.

Menurut Muhammad Joni, Indonesia mutlak memiliki NOC agar mampu bertarung dengan asing. Untuk itu, lanjutnya, UU Migas mesti diubah dengan memperkuat Pertamina sebagai NOC.

"Itu sesuai amanat konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa sumber daya energi diurus dan dikelola bangsa sendiri. Tidak hanya kebijakan, regulasi, dan pengawasan. Aneh jika NOC bangsa sendiri diperlakukan sama dengan kontraktor asing," katanya.

Lebih lanjut Joni mengatakan Pertamina telah lama kurang dipercaya pemerintah setiap kali ingin membangun infrastuktur migas. Bahkan, tatkala berhajat mengambil alih Blok Mahakam dari kontraktor asing, Pertamina tidak dipercaya mengelola 100 persen Blok Mahakam yang cadangannya tersisa tahun 2017 masih 10 triliun cubic feet (TCF).

Pertamina "dipereteli" dan dibiarkan bertarung sendirian. Tidak ada hak istimewa untuk menjadikannya riil sebagai perusahaan minyak nasional alias NOC. Pertamina saat ini hanya memegang 24 persen produksi minyak nasional, jelasnya.

"Apalagi dalam UU Migas, Pertamina tidak lagi memegang kuasa pertambangan, tidak terintegrasi (integrated oil company) dari usaha hulu sampai usaha hilir. Beleid UU Migas memangsa NOC-nya sendiri," kata Joni.

Ia melanjutkan nasib Pertamina tidak seperti Petronas atau NOC negara lainnya. Dari 15 perusahaan migas terbesar di dunia (berdasarkan cadangan, produksi, kapasitas kilang dan volume penjualannya), sembilan perusahaan berbentuk NOC.

Sembilan NOC tersebut antara lain Saudi Aramco, National Iranian Oil Company (NIOC), Petroleos de Venezuela S.A (PDV), China National Petroleum Corporation (CNPC), Pemex, Gazprom, Sonatrach, Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Petrobras.

"Untuk menjadi NOC kaliber dunia, konstitusional jika memfasilitasi Pertamina sebagai NOC, bahkan menjadi Asia Energy Champion. Buktikan komitmen Pemerintah dengan memberikan kepada Pertamina pengelolaan Blok Mahakam dari kontraktor asing yang segera berakhir 2017," pinta Joni.

Pertamina sendiri, sejak 2009 menyatakan kesiapannya. Secara teknis Pertamina sukses dalam pengelolaan Offshore North West Java pasca lepas dari British Petroleum Indonesia dan West Madura Offshore dari Kodeco Energy Co. Saat ini, kedua blok migas ini sudah mengalami peningkatan produksi minyak menjadi 45 ribu barel dari sebelumnya hanya 20 ribu barel per hari.

Di tengah situasi pelambatan ekonomi dewasa ini, semestinya pemerintah memberi ceruk lebih besar kepada Pertamina sebagai NOC, sebagai imbalan untuk melaksanakan perintah efisiensi.

Sementara jatah perusahaan kontraktor asing yang diberikan hak ekspor atas bagi hasil produksi seharusnya ditekan untuk menambah pasokan dalam negeri. "Pemerintah mesti mewajibkan kontraktor asing itu mengolahnya di dalam negeri agar devisa bertahan di negeri sendiri," jelasnya. (*)