Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat

id Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat

Jakarta, (Antara) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong dibentuknya mekanisme perlindungan anak berbasis masyarakat, guna meningkatkan respon cepat dalam pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak.

"Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PTP2A) akan ditarik ke tingkat bawah, misalnya, sampai ke tingkat RT/RW, sehingga respon cepat akan terjadi dalam hal pengaduan formal terkait kekerasan anak," kata Sekretaris Kementerian PPPA Wahyu Hartomo di sela-sela acara Rapat Teknis Antarunit Pelayanan Penanganan Pengaduan se-Jabodetabek tahun 2015 di Jakarta Pusat, Senin.

Layanan pengaduan berbasis masyarakat, kata dia, menjadi penting seiring adanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin marak.

Terkini, kasus tewasnya bocah sembilan tahun di Kalideres, Jakarta merupakan contoh kasus yang sejatinya dapat dicegah apabila negara dan masyarakat mampu bersinergi dalam pencegahan tindakan kekerasan terhadap anak.

Pembentukan unit layanan yang berbasis masyarakat, kata dia, merupakan salah satu upaya mencontoh praktik serupa di daerah Rembbcang, Jawa Tengah.

Di Rembang, lanjut dia, ada partisipasi masyarakat dalam mencegah pengiriman tenaga kerja bawah umur ke luar daerah. Dulu marak, tapi kini sudah mampu ditekan berkat partisipasi masyarakat mencegah peniriman naker anak.

"Kami belajar praktik di Rembang. Di sana bisa mencegah tindakan kekerasan pada anak sampai tingkat RT/RW. Mekanisme perlindungan harus sampai bawah," tuturnya.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan di masa kini konsentrasi pencegahan kekerasan terhadap anak semakin penting.

Berdasar survei Kementerian PPPA, Kementerian Sosial dan Badan Pusat Statistik tahun 2014 menyebutkan potensi kekerasan pada anak terbilang besar.

Terdapat potensi 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan setidaknya dua dari tiga jenis kekerasan yaitu kekerasan seksual, psikis dan fisik. Sementara pada anak perempuan, perbandingannya 1 dari 6 anak perempuan mengalami kekerasan.

Dari survei itu, kata dia, mendorong perlunya keterlibatan masyarakat dalam melakukan pencegahan kekerasan.

"Kalau semua terlibat maka kasus tidak akan besar. Kasus di Rembang, kawasan pinggir pantai tadinya banyak pekerja anak ke luar daerah sekarang sudah nol. Ini karena masyarakat bergerak bersama dan bergerak tidak boleh mengirimkan anak bawah usia untuk bekerja keluar daerah. Hal seperti ini perlu dikembangkan," paparnya.

Ke depannya, lanjut dia, akan dibentuk organisasi perlindungan anak berbasis masyarakat dimulai dari tiga kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Medan dan Surabaya. Nantinya apabila berhasil maka program serupa dapat ditiru oleh kota/kabupaten lain. (*)