Ponpes Pun Berkontribusi Bagi Bangsa

id Ponpes

Jakarta, (Antara) - Ketua Masyarakat Pesantren KH Hafidz Taftazani menyatakan pondok pesantren (ponpes) akan terus memberi sumbangannya yang terbaik bagi bangsa dengan menciptakan santri-santri berakhlak mulia.

Mengisi kemerdekaan dengan menanamkan akhlak mulia kepada para santri merupakan tugas kiai di Ponpes sejak negeri ini belum merdeka hingga kini, kata Hafidz di Jakarta, Selasa ketika mengomentari peringatan ke-70 Republik Indonesia.

Ponpes adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Ponpes sudah memiliki label selain sebagai tempat menggembleng para santri, juga menanamkan ahlak mulia. Namun satu hal yang kerap dilupakan banyak orang, ponpes masih dipandang sebelah mata.

Ponpes punya andil dalam memberi sumbangan besar bagi Indonesia. Ponpes ikut berjuang untuk melepaskan negeri ini dari penjajahan kolonial Belanda. Ponpes pun bersama para ulama dan santri-santrinya, di berbagai daerah, nyata-nyata memberi sumbangan besar dalam menanamkan rasa cinta Tanah Air, kata Hafidz.

Dalam mengisi kemerdekaan dewasa ini, menurut Hafidz, peran dari ponpes tak pernah surut. Ponpes bersama pemerintah ikut memerangi narkoba, yang belakangan ini sebagai musuh utama. Bahaya narkoba di Tanah Air dewasa ini dinyatakan sudah memasuki pada fase darurat.

Bengkel moral

Ia menyatakan, ponpes kini sudah dijadikan sebagai bengkel moral. Kehadirannya pun menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat. Tidak sedikit para orang tua yang merasa takut putra-puterinya terkena penyalahgunaan narkoba, lantas memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan tersebut.

Ini merupakan salah satu indikator bahwa ponpes keberadaannya makin diminati oleh masyarakat. Sayangnya, lanjut dia, istilah lembaga pendidikan Islam tersebut belakangan ini diplesetkan banyak orang.

Misalnya, lanjut dia, jika ada seorang koruptor dan kemudian masuk tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), lantas orang tersebut disebut masuk ponpes. Padahal, ruang tahanan KPK bukanlah Ponpes.

"Ponpes, ya ponpes sebagai lembaga pendidikan yang berdiri sejak ratusan tahun di negeri ini. Jangan plesetkan penyebutan ponpes dengan rumah tahanan KPK," pintanya.

Menyesuaikan diri

Meski kedudukan ponpes masih dikesankan sebagai lembaga pendidikan agama Islam semata, sejatinya menurut dia kini tidak demikian lagi. Ponpes sudah berkembang sedemikian rupa, sudah mampu mengembangkan universitas. Mengembangkan diri pada bidang pendidikan kebidanan dan kesehatan, termasuk ilmu kemaritiman.

Ponpes ternyata telah mampu melakukan penyesuaian tuntutan zaman. Para kiai yang memimpin lembaga pendidikan tersebut dapat memodernisasi dengan memasukan ilmu-ilmu umum. Pendek kata, menurut Hafidz, bisa menyesuaikan dengan tuntunan zaman tanpa menghilangkan pentingnya menanamkan ahlak mulia sebagai Islam yang rahmatan lil alamin.

Jika bisa dianalogikan, ponpes itu bagai "3 in 1", yaitu melalui satu lembaga pendidikan dapat dipelajari ilmu agama, ilmu umum, dan ilmu kemasyarakatan (sosial).

Jika dicermati sepanjang perjalanannya, ia menambahkan, perkembangan ponpes mengalami pasang surut. Kendati demikian para kiai tetap mengelola lembaga pendidikannya dengan rasa ikhlas.

Memang masih banyak pondok pesantren atau madrasah yang kehidupannya bagai "hidup segan, mati tak mau". Mereka ini perlu dapat bantuan dan perhatian penuh dari pemerintah. Sesuai dengan UU Pendidikan, kini tak ada lagi dikotomi atau pembedaan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama .

Sekadar catatan, sebanyak 99 persen pendidikan yang berada di bawah Kementerian Agama adalah swasta dan sebagian besar kehidupannya memerlukan uluran tangan. Menggembirakan, kini sudah banyak guru pondok pesantren atau madrasah diberi bea siswa belajar ke berbagai perguruan tinggi. Diharapkan mereka jika sudah menamatkan pendidikannya dapat kembali mengabdi ke lembaga pendidikan semula.

Dengan cara itu, kualitas pendidikan di pondok pesantren atau madrasah dapat ditingkatkan. (*)