Padang, (AntaraSumbar) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), mengharapkan hasil penelitian Mentawai Gab Tsunami Earthquake Risk Assessment (MEGA-TERA) yang dilaksanakan Tim Folkor dapat menjadi referensi kebijakan dalam penanggulangan risiko bencana di daerah itu.
"Saat ini kita telah melakukan sejumlah hal terkait mitigasi bencana di Sumbar mulai dari memberikan sosialisasi dan kesiapsiagaan bencana pada masyarakat," kata Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno di Padang, Rabu.
Ia menambahkan, sejumlah jalur evakuasi, khususnya evakuasi vertikal atau shelter telah didirikan untuk dijadikan sebagai lokasi mengamankan diri, guna meminimalisir jatuhnya korban jiwa jika terjadi tsunami.
Menurutnya, Pemprov Sumbar juga sudah memetakan daerah rawan.
"Di situ kita bangun shelter untuk menampung masyarakat jika sewaktu-waktu terjadi tsunami. Kita fokus ke shelter dibanding jalur horizontal yang justru memicu kepanikan dan kemacetan," katanya.
Dia berharap, hasil penelitian yang dilakukan bisa menambah pengetahuan untuk merumuskan kebijakan untuk menghadapi bencana.
"Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap potensi kegempaan, efek bencana akan bisa diminimalisir," katanya.
Sebelumnya, 10 peneliti geofisika kelautan asal Institut de Physique du Globe de Paris (IPGP), Earth Observatory Singapore Nanyang Technological University (EOS-NTU), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan penelitian menggunakan kapal Falkor milik Schmidt Ocean Institute Amerika Serikat di perairan Sumbar.
Dalam penelitiannya, mereka menemukan banyak patahan aktif di bagian barat Sumatera tepatnya di Kepulauan Mentawai.
Tim peneliti juga mengklaim telah berhasil melakukan pengambilan data seismik beresolusi tinggi dan data paras dasar laut.
Profesor Satish Singh dari IPGP mengatakan, dari dua lokasi penelitian, masing-masing di cekungan Wharton dan kawasan sebelah barat Pulau Siberut, ditemukan banyak patahan aktif di dekat palung dengan arah berbeda-beda, baik di lempeng yang tersubduksi maupun lempeng di atasnya.
Kekuatan gempa yang tersimpan di pertemuan lempeng dimaksud mencapai 9 Skala Richter, bahkan memungkinkan memicu terjadinya tsunami. Akan tetapi, tidak bisa ditentukan kapan energi tersebut dilepaskan.
"Penelitian ini sangat menarik. Kami telah mencitrakan dasar laut, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kekuatan gempa yang mungkin ditimbulkan bisa mencapai 9 SR, bisa jadi lebih rendah karena kekuatannya sudah ada yang keluar tahun 2010 lalu," katanya.
Peneliti asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Nugroho Hananto mengatakan, penelitian dilakukan untuk melihat pergerakan zona subduksi di Mentawai.
"Hasilnya penelitian akan disampaikan kepada Pemerintah Indonesia, yang bisa dijadikan bahan untuk menyusun mitigasi bencana yang harus disiapkan menghadapi kemungkinan bencana yang ditimbulkan," katanya. (*)
Berita Terkait
Sumatera Barat miliki potensi panas bumi hingga 230 Mega Watt
Kamis, 19 Oktober 2023 20:12 Wib
Hasil pembicaraan dengan Mega dirahasiakan, Gibran: Baca saja ekspresi muka saya
Selasa, 31 Januari 2023 11:27 Wib
Dugaan korupsi mega proyek RSUD, Kejari Pasbar tahan dua orang tersangka
Jumat, 22 Juli 2022 14:08 Wib
Ribuan masyarakat Payakumbuh ikuti Mega Gebyar Vaksinasi COVID-19
Senin, 19 Juli 2021 19:35 Wib
75 Tahun hari listrik nasional, PLN pastikan listrik siap menjadi penggerak roda ekonomi bangsa
Senin, 2 November 2020 15:32 Wib
Dewa 19 berganti Dew, ini penjelasan Ahmad Dhani
Senin, 19 Oktober 2020 9:35 Wib
PLN kerahkan 31 ribu personel amankan listrik jelang lebaran
Jumat, 22 Mei 2020 16:28 Wib
Hikmah di balik pandemi COVID-19: pererat ikatan emosional orang tua-anak
Selasa, 24 Maret 2020 20:03 Wib