KPK Kembangkan Kasus Century Pascakasasi Budi Mulya

id KPK Kembangkan Kasus Century Pascakasasi Budi Mulya

Jakarta, (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi terbuka kemungkinan untuk mengembangkan kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Pascaputusan kasasi terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya. "Kami belum menerima salinan putusan lengkap. Setelah itu tentu akan kami pelajari isi putusan itu yang kemudian menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan perkaranya," kata pelaksana tugas (plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis. Pada Rabu (8/4), majelis hakim yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua dan anggota majelis hakim M. Askin dan MS. Lumme memutuskan untuk memperberat putusan terhadap Budi Mulya menjadi selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan. Hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik yang dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU No 23 tatahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No 3 tahun 2004. Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut juga menyebabkan kerugian negara sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013 sejumlah Rp8,012 triliun. Jumlah kerugian keuangan negara tersebut yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi sehingga perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan. Putusan kasasi ini lebih berat dibanding putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 16 Juli 2014 yang memutuskan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Selanjutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 3 Desember 2014 memutuskan untuk memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun dari tadinya hanya 10 tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Sedangkan pengacara Budi Mulya, Luhut Pangaribuan menyatakan akan menasihatkan agar Budi Mulya melakukan upaya PK (Peninjauan Kembali). "Kalau betul (info) yang di media, maka kalau saya ditanya saya akan adviskan untuk PK. Putusan itu tidak dapat diterima, BM tidak memberikan FPJP tapi BI. Lagi pula sudah 'dibenarkan' KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan). Bersamaan dengan itu, 'kebijakan' tidak bisa dikriminalisasi sebagaimana putusan MK dan UU administrasi negara. Biaya krisis harus ditangung negara dan pada saat yang sama Bank Mutiara sudah laku dijual jadi kerugian negara tidaka da sebagai perbuatan BM," kata Luhut melalui pesan singkat. Hakim PN Tipikor menyatakan bahwa perbuatan Budi Mulya dilakukan bersama-sama dengan anggota Dewan Gubernur BI lain, termasuk mantan Presiden Boediono. "Terdakwa Budi Mulya punya persamaan kehendak dengan anggota dewan lainnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dengan keinsyafan sebagai perbuatan bersama sebagaimana didakwakan karenanya terdakwa ikut serta melakukan bersama-sama dengan anggota yaitu saksi Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK," kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis pada 16 Juli 2014 lalu. (*/jno)